Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Penyihir Kecil" yang Gembira dan Rahasia Pesta 7 Gol Bayern di London

2 Oktober 2019   06:32 Diperbarui: 2 Oktober 2019   10:20 3781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Philippe Coutinho, si Penyihir kecil yang bawa Bayern Munchen menang besar 7-1 dari Tottenham Hotspur |Sumber: www.bundesliga.com


"Work is love made visible. And if you cannot work with love, but only with distaste, it is better that you should leave your work and sit at the gate of the temple and take alms from those who work with joy".

Philippe Coutinho mungkin tidak pernah mendengar ungkapan terkenal Kahlil Gibran itu. Dia mungkin juga tidak pernah membaca tulisan-tulisan Gibran. Lha wong sejak kecil, Coutinho yang lahir di Rio de Janeiro, lebih sering berkawan dengan bola.

Kalaupun menyukai sastra, dia mungkin akan lebih senang dengan karya-karya Paulo Coelho. Sebab, mereka sama-sama berasal dari Brasil. Bedanya, satunya memesona lewat tulisan. Satunya jadi "penyihir" di lapangan.

Namun, meski tak mengidolakan Gibran. Meski tak tahu ungkapan terkenal itu. Tapi, Coutinho justru mampu menjiwai ungkapan itu. Musim ini, ia mampu menerapkannya di lapangan. 

Bahwa, kerja adalah cinta yang dibuat nyata. Jika Anda tidak dapat bekerja dengan cinta, tetapi hanya dengan ketidaksukaan, lebih baik Anda meninggalkan pekerjaan Anda. Lalu duduk di gerbang kuil dan menerima sedekah dari mereka yang bekerja dengan sukacita. Ya, Coutinho kini menemukan cinta di lapangan.

Adalah tim Jerman, Bayern Munchen, yang membuatnya kembali bisa bekerja dengan cinta. Musim lalu, cinta itu bak lenyap dari Coutinho ketika dirinya berbaju Barcelona. Bayangan kegembiraan ketika ia meninggalkan Liverpool nyatanya tak didapatkannya di Spanyol.

Di Barcelona, Coutinho tidak pernah bisa menjadi dirinya. Bagaimanapun, Barcelona tidak punya ruang untuk pemain "10 role" seperti dirinya. 

Peran itu sudah jadi hak paten Lionel Messi. Maka, Coutinho pun tidak jadi pilihan pelatih Ernesto Valverde. Ia kerap jadi penghuni bangku cadangan. Situasi yang membuatnya tidak betah. Ia ingin keluar.

Bayern-lah yang akhirnya mengembalikan kegembiraannya. Bayern percaya kepada kemampuan Coutinho. Kepercayaan itu terbaca dari kostum nomor 10 yang diberikan untuk Coutinho. Kostum "keramat" di Bayern. Semua orang di Bayern menyambutnya dengan pelukan.

"Saya sangat gembira bisa bermain di sini. Saya akan berlatih keras untuk mengembalikan kondisi fisik dan penampilan saya," ujar Coutinho dikutip dari situs Bundesliga, selepas debut 30 menit saat Bayern mengalahkan Schalke 3-0 pada 24 Agustus lalu.

Anda tahu apa yang terjadi setelahnya? 

Sepekan kemudian, Coutinho langsung dimainkan sebagai pemain inti. Pemain Brasil berusia 27 tahun ini dipercaya menjalani peran "10 role". Hasilnya, Bayern menang 6-1 atas Mainz. Sejak itu, dimulailah episode cinta Coutinho di Bayern.

Kolumnis Tom Sanderson dalam ulasannya di Forbes pada 1 Oktober kemarin, menggambarkan kegembiraan Coutinho di Bayern. Dia membuat tulisan dramatis dengan judul "Magician Coutinho Reborn At Bayern After Barcelona Nightmare".

Sanderson yang biasa mengulas tentang FC Barcelona, sepak bola Spanyol dan sepak bola Brasil, menulis perihal alasan Coutinho gagal total di Barcelona. Bahkan, dia menyemati Coutinho sebagai "worst Barcelona transfer of all time" merujuk ekspektasi dan harga mahalnya.

Lantas, membandingkan betapa Coutinho kini terlahir kembali di Bayern.

Sanderson menulis dampak besar Coutinho bagi era baru Bayern. Utamanya ketika Bayern menang 3-2 atas tuan rumah Paderborn di Liga Jerman (28/9). 

Menurutnya, kehadiran Coutinho lewat skill, kemampuan penguasaan bola dan juga "umpan-umpan manjanya", membuat dua "tukang gedor" Bayern, Robert Lewandowski dan Serge Gnabry, kini lebih mudah mencetak gol. Di laga itu, Coutinho mencetak satu gol dan dua assist untuk Gnabry dan Lewandowski.

"He is furthermore extracting the best from Serge Gnabry and Robert Lewandowski," tulis Sanderson.

Bersama Coutinho, Bayern mengalahkan Tottenham 7-2 di London

Sanderson benar. Bayern memang tengah meneguk nikmatnya kegembiraan Coutinho. Ulasan Sanderson itu seolah menjadi peringatan bagi klub Inggris, Tottenham Hotspur. Sebab, Spurs, akan menjamu Bayern di Tottenham Hotspur Stadium di London, pada matchday II Liga Champions.

Philippe Coutinho (kanan), menemukan kegembiraan di Bayern Munchen. Dia menginspirasi Bayern mengalahkan Tottenham 7-2 di Liga Champions dini hari tadi/Foto: TEAMtalk.com
Philippe Coutinho (kanan), menemukan kegembiraan di Bayern Munchen. Dia menginspirasi Bayern mengalahkan Tottenham 7-2 di Liga Champions dini hari tadi/Foto: TEAMtalk.com
Dan, yang terjadi pada Rabu (2/10) dini hari tadi, "peringatan" Sanderson itu menjadi kenyataan. Bayern bersama Coutinho tanpa ampun mempermalukan Spurs di rumahnya sendiri. Siapa sangka, gawang finalis Liga Champions musim lalu ini jebol 7 kali. Bayern berpesta gol di Wembley.

Ya, ulasan Sanderson di Forbes itu menjadi kenyataan. Coutinho yang dimainkan penuh oleh pelatih Niko Kovac, seperti orang yang pulang kampung. Dia gembira luar biasa. 

Coutinho membuat lini depan Bayern yang sejatinya "stok lawas", kini seperti di-upgrade dengan kemampuan lebih dashyat. Lewandowski semakin garang. Sementara Gnabry yang tak dikenal semasa membela Arsenal, kini menjadi penyerang sayap menyeramkan.

Gawang Bayern sejatinya jebol lebih dulu. Tottenham unggul di menit ke-12 lewat gol Son Heung-Min. Namun, tiga menit kemudian Bayern menyamakan skor 1-1 lewat gol Joshua Kimmich. Lantas, Lewandowski menutup babak I dengan keunggulan Bayern, 1-2.

Di babak kedua, Bayern tampil menggila. Hanya dalam dua menit, Gnabry mencetak dua gol di menit ke-53 dan 55. Skor jadi 1-4 untuk Bayern. Di menit ke-61, Tottenham memperkecil skor 2-4 lewat penalti Harry Kane.

Namun, di 10 menit akhir Bayern menambah tiga gol hanya dalam lima menit. Gnabry mencetak hat-trick menit ke-83. Disusul gol Lewandowski menit ke-87 yang merupakan assist dari Coutinho. 

Gnabry menutup pesta gol di menit ke-88. Dikutip dari laman twitter Champions League, Gnabry mencetak sejarah sebagai satu-satunya pemain yang bisa mencetak empat gol di babak kedua di Liga Champions.

Pujian untuk Coutinho
Tentu saja, bukan Coutinho seorang yang tampil apik di pertandingan tersebut. Dua pemain Bayern asal Prancis, Benjamin Pavard dan Corentin Tolisso juga bermain bagus. Keduanya mencetak tiga assist. 

Namun, bukankah di Liga Champions musim lalu, Bayern tak pernah bermain seganas ini? Nah, bila harus menyebut pembeda, Coutinho-lah orangnya.

Media-media Inggris bahkan menyebut Coutinho bak tampil seperti ketika masih membela Liverpool. Kala itu, Coutinho dijuluki sebagai The Little Magician. Penyihir kecil. Itu merujuk posturnya yang memang cukup mungil untuk ukuran pemain di Eropa. Kebetulan, warna jersey Bayern, nyaris sama dengan Liverpool. Sama-sama merah.

Pelatih Bayern, Niko Kovac pun tak segan memuji penampilan Coutinho bersama timnya. Menurutnya, Coutinho bisa beradaptasi dengan baik. Dia juga menyebut mantan pemain Liverpool itu bisa menyatu dengan rekan-rekan barunya. Karenanya, dia bermain lebih happy di lapangan.

"Anda tahu, ketika pemain Amerika Latin dengan kualitas seperti Philippe bermain dengan gembira, Anda akan bisa melihat betapa hebatnya dia," ujar Niko Kovac.

Memang, masih terlalu dini bagi Bayern untuk bereuforia. Sebab, kompetisi musim 2019/20 baru berlangsung. Kemenangan atas Spurs juga baru pertandingan kedua di fase grup Liga Champions musim ini. 

Di laga pertama, Bayern menang 3-0 atas Crvena Zvezda (19/9). Namun, dua kemenangan dengan mencetak 10 gol di dua laga, tentunya menjadi pertanda bagus bagi Bayern di kompetisi Eropa.

Kehadiran Coutinho tidak hanya membuat fans Bayern bisa lega melepas kepergian Arjen Robben dan Franck Ribery di akhir musim lalu. Mereka kini juga bisa berharap, Bayern akan mampu memburu gelar Eropa setelah kali terakhir juara pada 2013 silam. Mungkinkah?

Ah, saya kok jadi ingin melihat Bayern bertemu Barcelona. Ingin melihat Coutinho yang kini bisa bergembira, melawan mantan klubnya itu. Bukan tidak mungkin, "skenario Bayern vs Barca" itu nantinya terjadi di babak knock out. 

Dan, saya tidak akan kaget bila Coutinho bisa memimpin Bayern meraih hasil bagus. Sebab, burung yang terbang bebas, kicauannya akan lebih indah dibanding burung yang terpenjara. Mereka yang bermain dengan rasa cinta dan kegembiraan, akan berbeda dari mereka yang bermain dengan enggan dan kecewa yang dipendam. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun