Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Ginting vs Momota dan Ulangan "Lagu Lama" di Final China Open 2019

22 September 2019   06:21 Diperbarui: 22 September 2019   10:02 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting kembali bertemu pemain Jepang juara dunia 2019, Kento Momota di final China Open 2019. Pertemuan mereka merupakan ulangan final China Open 2018/Foto: BolaSport.com


Apakah sampean (Anda) termasuk penggemar lagu-lagu lama? Tepatnya lagu-lagu lama dari penyanyi/grup band lawas yang pernah berjaya di masa lalu? Bila iya, sampean tidak sendirian. Sebab, ada banyak orang yang menyukai lagu lama ketimbang lagu keluaran terbaru.

Dari penelusuran di laman-laman komentar di channel Youtube yang memutar lagu-lagu lama dari penyanyi, grup band, atau boy band lawas, jawabannya ternyata bervarasi. Bukan hanya karena nostalgia. Tak hanya rindu dengan lagu lama. Tapi, lebih karena suka dengan lagu itu. Suka karena kualitas lagu lama yang tidak tergantikan oleh lagu baru.

Malah, ada yang menganggap lirik lagu-lagu lama diciptakan sepenuh hati. Sementara kebanyakan lagu sekarang dibuat sekadar demi viewer di Youtube. Karenanya, banyak orang masih suka mendengarkan lagu lama. Mereka tiada bosan mendengarnya. Sebab, lagu lama dianggap representasi kualitas yang tak lekang oleh waktu.  

Gambaran seperti lagu lama yang tidak membuat bosan meski sering diputar itulah yang kiranya tepat untuk menggambarkan lima laga final turnamen bulutangkis, China Open 2019 Super 1000.

Ya, hari ini, Minggu (22/9), turnamen BWF World Tour level tertinggi selain All England Open dan Indonesia Open ini akan memanggungkan babak final. Menariknya, lima dari lima laga final nanti bisa dibilang 'lagu lama'.

Bukan hanya karena 5 dari 10 pemain/pasangan yang tampil di final, merupakan finalis tahun lalu. Lebih dari itu, semua pemain yang tampil di final, sudah sangat sering bertemu di lapangan.

Pertemuan Ginting-Momota paling ditunggu

Dari lima 'lagu lama' yang akan diputar di final China Open 2019, pertemuan Anthony Sinisuka Ginting dan Kento Momota di tunggal putra, menjadi yang paling ditunggu.

Ditunggu bukan hanya oleh badminton lovers di Indonesia yang menyebut duel mereka sebagai "Momo-Gi" alias 'Momota-Ginting'. Tapi juga oleh penggemar bulutangkis di Changzhou, Tiongkok. Mereka pastinya belum lupa final Ginting melawan Momota di China Open 2018 lalu. Final yang berlangsung ketat itu dimenangi Ginting dengan skor 23-21 dan 21-19.

Menariknya, di semifinal kemarin, keduanya seperti 'janjian'. Keduanya menang dengan cara hampir sama. Lewat rubber game. Kalah di game pertama. Lantas, 'mengamuk di dua game berikutnya.

Momota yang bermain lebih dulu, mengalahkan wakil tuan rumah, Chen Long. Sang juara dunia 2018 dan 2019 ini menang rubber game 19-21, 21-18, 21-16 selama 1 jam 27 menit atas peraih medali emas Olimpiade 2016 tersebut.  Sementara Ginting mengalahkan pemain Denmark, Andres Antonsen 18-21, 21-5, 21-14 selama 1 jam 7 menit.

Bila tahun lalu Ginting juara, bagaimana tahun ini?

Tahun ini, Momo-Gi baru terjadi sekali di final Singapore Open pada April lalu. Laga final tersebut dimenangi oleh Momota. Padahal, Ginting sempat unggul di game pertama. Ginting pun gagal meraih gelar perdananya tahun ini. Sementara Momota sudah meraih lima gelar di tahun 2019 ini. Termasuk gelar juara dunia 2019.

Namun, di China Open, bukan tidak mungkin cerita tahun lalu kembali terulang. Entah kenapa, Ginting bak selalu tampil beda di China Open. Dia sangat termotivasi. Dia merasa bermain sangat nyaman bak di rumah sendiri.

Salah satunya karena ada banyak pencinta bulutangkis di Changzhou yang menyukai Ginting. Bahkan, dalam perjalanan menuju final, penonton mendukung Ginting. Silahkan menengok cuplikan laga Ginting di China Open 2019 via Youtube, Anda akan menemukan betapa dukungan untuk Ginting itu nyata adanya.

Apalagi bila bertemu Momota. Sebab, ada yang bilang, badminton lover Tiongkok mendukung Ginting karena menganggap, dialah yang hanya bisa mengalahkan Momota bila dalam performa terbaiknya. Ibaratnya, Ginting 'dipinjam' untuk melunasi kekecewaan setelah Chen Long dan Shi Yuqi tak mampu tampil optimal di China Open.

Lagu lama "all Indonesian final" di ganda putra

Bila Ginting masih harus berjuang, Indonesia dipastikan akan meraih satu gelar di ganda putra. Dua ganda putra Indonesia, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya akan kembali berjumpa di final.

Kemarin, Hendra/Ahsan lolos ke final usai mengalahkan ganda putra andalan tuan rumah, Li Jun Hui/Liu Yu Chen. Juara dunia 2019 ini menang 22-20, 21-11 dalam waktu 32 menit atas juara dunia 201 tersebut. Sementara Marcus/Kevin memenangi 'perang saudara' melawan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dengan skor 21-8, 21-16 hanya dalam waktu 26 menit yang menjadi laga semifinal tercepat.

Final ganda putra ini bak 'lagu lama' yang sedang hits dan sering didengar. Faktanya, duel Hendra/Ahsan dan Marcus/Kevin di final China Open 2019 ini merupakan pertemuan keempat mereka di empat final BWF World Tour tahun ini.

Sebelumnya, dua ganda putra 'beda generasi' ini bertemu di final Indonesia Masters, Indonesia Open, dan Japan Open. Itu menjadi penegas bahwa keduanya memang tampil konsisten di tahun ini. Keduanya tengah 'panas'.
   
Menariknya, meski Hendra/Ahsan sudah menjadi juara All England dan Kejuaraan Dunia 2019, tetapi mereka selalu takluk ketika bertemu Marcus/Kevin di tiga final tersebut.

Ada yang bilang, Marcus/Kevin sudah tahu 'rahasia' dari ganda senior tersebut. Sebab, mereka memang berlatih bersama. Terlepas tentunya faktor perbedaan usia.

Siapa yang kali ini menang? Ah, siapapun yang menang, Indonesia juaranya. Dan bila keduanya bisa tampil konsisten hingga tahun depan, kita sepertinya tak perlu terlalu khawatir dengan peluang bulutangkis Indonesia di Olimpiade 2020. Utamanya di sektor ganda putra

Tiongkok kembali mendominasi ganda campuran

Bila ganda putra menjadi milik Indonesia, sektor ganda campuran menjadi 'milik' Tiongkok. Untuk kesekian kalinya, dua ganda campuran Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilu/Huang Dongping, kembali bertemu di final. 

Ya, entah sudah berapa kali, Siwei/Yaqiong dan Yilu/Dongping bertemu di final. Ini merupakan pertemuan ketiga mereka di tahun 2019. Sebelumnya, mereka bertemu di final Malaysia Open dan Indonesia Open. Keduanya dimenangi Siwei/Yaqiong.

Tahun 2018 lalu, mereka juga bertemu di lima final. Yakni di Kejuaraan Dunia 2018, dan empat seri BWF World Tour. Termasuk seri Finals 2018. Ya, pertemuan mereka bak lagu lama yang paling sering diputar di ganda campuran. Itu sekaligus menjadi cerminan dominasi Tiongkok di ganda campuran.

Menariknya, forum badminton lover Tiongkok menyebut Indonesia kini tidak lagi bisa mengimbangi ganda campuran Tiongkok setelah Liliyana Natsir pensiun. Mereka juga menyoroti penampilan Tontowi Ahmad bersama pasangan barunya, Winny Oktavina. Di China Open 2019, keduanya terhenti di perempat final. 

Kata mereka, Owi/Winny mengalami peningkatan di China Open 2019. Tapi, masih butuh waktu untuk mengimbangi ganda campuran Tiongkok.  

"Pemain lawas' di final tunggal putri dan ganda putri

Dua final lainnya juga menyajikan 'lagu lama'. Di sektor tunggal putri, juara bertahan, Carolina Marin, kembali tampil di final. Marin yang baru kembali dari cedera, lolos ke final usai mengalahkan pemain Jepang, Sayaka Takahashi.

Marin akan bertemu pemain Taiwan, Tai Tzu-ying. Kemarin, mantan rangking 1 dunia ini melakoni duel ketat melawan andalan tuan rumah, Chen Yufei. Di game pertama, Yufei menang telak 21-6. Gambaran ulangan final China Open 2018 antara Marin dan Yufei, sepertinya akan jadi kenyataan.

Namun, Tai Tzu-ying (TTY) menolak 'skenario'. Di gama berikutnya, mental pemenangnya bicara. Dia menang 21-13 di game kedua. Keduanya kejar-mengejar poin di game penentuan, sebelum sebuah smah tajam, membuat TTY menang 22-20.

Sementara di ganda putri, final akan mempertemukan dua 'pemain lawas'. Yakni ganda putri Jepang, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi melawan ganda putri Tiongkok, Chen Qingchen/Jia Yifan. Memang, ini akan menjadi pertemuan pertama bagi mereka di final tahun ini.

Namun, keduanya sudah bolak-balik bertemu. Tahun 2018 lalu, mereka bertemu di final Malaysia Open dan final Asian Games 2018. Hasilnya, skor pertemuan mereka tahun lalu 1-1. Misaki/Ayaka menang di Malaysia Open. Tapi, kalah tipis di Asian Games 2018.

Pada akhirnya, selamat menyaksikan laga final China Open 2019. Semoga televisi yang menyiarkan China Open, 'berbaik hati' menyiarkan kelima laga final tersebut. Sebab, di semifinal kemarin, tidak semua pertandingan disiarkan. Beberapa laga pun terpaksa dipantau lewat livescore. Aah, apapun itu, semoga Indonesia bisa meraih dua gelar di China Open 2019. Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun