Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Teladan Pak Habibie dalam Perannya Sebagai Suami

11 September 2019   22:14 Diperbarui: 11 September 2019   22:29 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua buku yang mengisahkan teladan pak Habibie dan Bu Ainun. Kehidupan rumah tangga Pak Habibie dan Bu Ainun, bisa menjadi teladan bagi siapa saja dalam membangun rumah tangga sakinah/Foto: Moh.Ali Mahrus

"Kami berdua suami-istri dapat menghayati pikiran dan perasaan masing-masing tanpa bicara. Malah antara kami berdua terbentuk komunikasi tanpa bicara, semacam telepati".

Dari pernyataan bu Ainun, saya juga belajar banyak perihal gambaran menjadi 'suami siaga' di rumah dalam artian sebenarnya. Bukan hanya kiasan suami yang siaga ketika istrinya sedang hamil.

Saya amat kagum membaca kalimatnya Bu Ainun yang ini: "Saya bahagia malam-malam hari berdua di kamar; dia sibuk diantara kertas-kertasnya yang berserakan di tempat tidur, saya menjahit, membaca atau berbuat yang lainnya. Saya terharu melihat ia pun banyak membantu tanpa diminta: mencuci piring, mencuci popok bayi yang ada isinya...".

Itu sungguh kalimat paling romantis yang pernah saya dengar. Tidak lebay, tanpa menye-menye atau apalah. Namun, langsung menghujam tepat sasaran. 

Bahwa seperti itulah gambaran romantis kehidupan suami istri yang punya cinta sejati. Apalagi bila sampean (Anda) sudah melihat film "Habibie & Ainun" dan tahu betapa berat perjuangan beliau di masa-masa awal menikah dan tinggal di Jerman.

Ada banyak kisah inspiratif perihal teladan Pak Habibie di buku itu. Namun, dari sekian banyak kisah hebat di buku itu, saya sungguh kagum dengan ketegaran dan kelembutan Prof Habibie ketika membaca cerita bagaimana beliau mendampingi Bu Ainun yang sakit pada bab-bab akhir.

Beliau rela kurang tidur berhari-hari. Berdialog dengan dokter-dokter yang menangani Bu Ainun. Menenangkan dan mendampingi Bu hingga tertidur. Juga rajin sholat Tahajud di samping Bu Ainun. Beliau juga yang membisikkan kalimat syahadat di telinga Bu Ainun di detik-detik terakhir Bu Ainun pergi ke 'dimensi lain" pada 21 Mei 2010.

Kisah-kisah luar biasa pak Habibie dan Bu Ainun di buku itulah yang sedikit banyak telah memberikan pengaruh postif bagi saya dan istri untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Tahun ini merupakan tahun kesembilan bagi kisah kami.

Selama itu, saya mencoba menerapkan teladan pak Habibie dalam kapasitas sebagai suami di rumah. Saya beranggapan, seharusnya tidak ada dikotomi peran antara suami dan istri dalam membereskan pekerjaan rumah tangga. Seperti mencuci piring, mencuci popok bayi dan sebagainya.

Dari berbagi pekerjaan itu, saya bisa merasakan nuansa mengapa diantara Pak Habibie dan Bu Ainun terbentuk komunikasi tanpa bicara tapi saling memahami pikiran dan perasaan seperti yang diungkapkan beliau di buku itu.

Melalui memasak bareng dan mengerjakan pekerjaan rumah bersama, ternyata ada ruang berkomunikasi yang lebih akrab dengan istri. Ada ruang untuk lebih dekat sehingga tidak melulu membicarakan urusan serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun