Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Berkat Polesan Pelatih Indonesia, Ganda Putra India Bisa Kalahkan Juara Dunia

5 Agustus 2019   11:27 Diperbarui: 5 Agustus 2019   18:52 11738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganda putra India, Rankireddy/Shetty, juara di Thailand Open dengan mengalahkan juara dunia 2018| Foto: Deccan Herald

Turnamen bulutangkis Thailand Open 2019, berakhir Minggu (4/8) kemarin. Lima juara dari lima nomor yang dipertandingkan di final, sudah naik podium pemenang. Menariknya, dari lima juara tersebut, ada salah satu yang tidak biasa.

Bila kita menyebut Chou Tien-chen (Taiwan) dan Chen Yufei (Tiongkok) yang menjadi juara di sektor tungga putra dan putri, itu biasa. Begitu juga Wang Yilu/Huang Dongping (Tiongkok) di ganda campuran, mereka memang sering juara.

Akhir Juli lalu mereka juga juara di Japan Open. Lalu, Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto di ganda putri. Lha Jepang memang langganan juara di sektor ini.

Namun, ketika menyebut juara ganda putra adalah pasangan asal India, Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty, kita pastinya akan bergumam, "kok bisa?".

Ya, akan ada banyak orang yang tidak percaya bila ganda putra India akhirnya bisa juara turnamen BWF World Tour level Super 500 setelah kemarin mengalahkan ganda putra nomor satu Tiongkok, Li Junhui/Lu Yuchen lewat rubber game 21-19, 18-21, 21-18 selama 1 jam 2 menit.

Wajar bila ada yang tidak percaya. Lha wong di Thailand Open, di ganda putra ada Marcus Gideon/Kevin Sanjaya yang menjadi unggulan 1. Juga ada Li/Lu yang merupakan juara dunia 2018, serta juara Asia 2018 asal Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe. Jangan lupakan juga ganda senior Indonesia, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.

Sementara Rankireddy/Shetty tidak termasuk dalam daftar delapan pemain unggulan. Jangankan unggulan, mereka malah lebih sering menjadi "penggembira" dalam beberapa turnamen. Sulit sekali bagi mereka untuk mencapai babak penting.

Namun, di Thailand Open 2019, ceritanya sangat berbeda. Mengutip petikan kutipan Paulo Coelho di buku The Alchemist, semesta seolah sedang mendukung ganda putra India ini untuk menjadi juara. Bila semesta sudah mendukung, siapa yang bisa menghalangi mereka juara.

Dukungan semesta itu berupa kejutan tersingkirnya beberapa pemain unggulan. Diantaranya Hendra/Ahsan out di babak pertama yang sebenarnya bisa menjadi lawan Rankireddy/Shetty di semifinal. 

Begitu juga tumbangnya Marcus/Kevin di perempat final yang bisa saja menjadi lawan ganda India ini di final. Sekadar informasi, ganda India ini tak pernah menang dari Marcus/Kevin di babak penting.

Juara bukan karena kebetulan, mampu kalahkan dua juara dunia 
Tapi, salah besar bila menyebut keberhasilan Rankireddy/Shetty menjadi juara di Thailand Open 2019 hanyalah sebuah kebetulan. Bila menengok siapa saja lawan yang mereka kalahkan dalam perjalanan menuju final, mereka sangat layak tampil di babak puncak.

Di babak kedua, pasangan yang berumur 18 tahun (Rankireddy) dan 22 tahun (Shetty) ini meraih kemenangan meyakinkan atas ganda putra Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Finalis Asian Games 2018 ini mereka taklukkan dengan skor 17-21, 19-21.

Ketika itu, warganet sempat mem-bully Fajar/Rian dengan menyebut "kok bisa-bisanya kalah dari ganda putra India". Padahal, Rankireddy/Shetty kala itu memang bermain lebih baik dibanding Fajri sehingga layak menang.

Di perempat final, Rankireddy/Shetty menyingkirkan ganda putra Korea, Choi Sol-gyu/Seo Seung-jae lewat rubber game. Lantas, tantangan berat ada di semifinal ketika mereka bertemu ganda putra senior Korea, Ko-Sung-hyun/Shin Baek-cheol yang merupakan juara dunia 2014 dan tahun ini juara di Australia Open serta US Open. Toh, mereka mampu mengoptimalkan kelebihan stamina dalam laga tiga game, 22-20, 22-24, 21-9.

Dan di final, Rankireddy/Shetty bertemu Li/Liu yang tentu saja menjadi favorit. Juara dunia 2018 ini ke final usai mengalahkan ganda Jepang, Yuta Watanabe/Hiroyuki Endo 21-13, 22-20 di sebelumnya. Sebelumnya, ganda Jepang inilah yang mengalahkan Marcus/Kevin di perempat final.

Hasilnya, ganda India ini memperlihatkan permainan cerdas. Mereka enggan memainkan bola-bola lob yang tentu saja jadi santapan gurih bagi Li/Liu dengan posturnya yang tinggi bak menara. 

Rankireddy/Shetty lebih memilih permainan drive dan adu net yang seolah men-fotocopy cara bermain Marcus/Kevin. Strategi itu berjalan maksimal karena didukung stamina mereka yang full batere. Pada akhirnya, mereka menang 21-19, 18-21, 21-18.

Dengan keberhasilan ini, Rankireddy/Shetty menjadi ganda putra pertama India yang juara di turnamen BWF World Tour Super 500. Untuk level Super Series, gelar ini mengakhiri "kemarau panjang" ganda putra India yang tak pernah bisa juara sejak tahun 2007 silam.

Berkat polesan pelatih asal Indonesia
Sebenarnya, tidak sekali ini Rankireddy/Shetty juara. Tahun lalu, mereka juara di Hyderabad Open Super 100. Tahun ini, mereka juga bisa juara di Brazil International. Namun, keduanya turnamen "level rendah". Berbeda dengan Thailand Open yang level Super 500 sehingga diikuti pemain-pemain top dunia.

Sebelumnya, mereka hanyalah berbicara di turnamen level Super 100 ataupun BWF International Challenge. Namun, usai sukses di Bangkok kemarin, Rankireddy/Shetty tidak bisa diremehkan. Mereka bisa membuktikan bisa bersaing dengan ganda putra elit dunia.

Apa yang membuat Rankireddy/Shetty bisa "naik kelas"?

Tanpa mengecilkan kemampuan dan semangat Rankireddy/Shetty yang telah berlatih keras, level permainan mereka harus diakui semakin meningkat setelah mendapat polesan pelatih asal Indonesia.

Dikutip dari media India, Telangana Today, sejak awal Maret lalu, Asosiasi Badminton India menunjuk mantan pemain spesialis nomor ganda asal Indonesia, Flandy Limpele untuk melatih sektor ganda India. Flandy ditemani Namrih Suroto.

Penunjukan Flandy dan Namrih ini merupakan respons cepat dari Asosiasi Badminton India (IBA) lewat sang Chief National Choach, Pullela Gopichand untuk mencari pengganti pelatih spesialis ganda, Tan Kim Her yang mundur mendadak.

Pelatih asal Malaysia berusia 47 tahun ini bergabung dengan tim Jepang. Nah, IBA tidak mau terlalu lama kursi pelatih ganda putra kosong karena Olimpiade 2020 semakin dekat.

Kita tahu, ketika menjadi pemain, Flandy merupakan peraih medali perunggu di Olimpiade Athena 2004 di nomor ganda putra. Kala itu, dia berpasangan dengan Eng Hian yang kini menjadi pelatih ganda putri Indonesia. Flandy yang kini berusia 45 tahun juga berpengalaman melatih di Jerman selama dua tahun dan lima tahun di Jepang.

Sementara Suroto pernah melatih di Thailand selama dua tahun. Total dia menghabiskan waktu delapan tahun di bulutangkis Thailand dengan melatih timnas dan juga level klub. 

Singkat kata, keduanya punya pengalaman cukup untuk memoles pemain menjadi pemain hebat. Mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk mengubah pemain biasa saja menjadi "naik kelas".

Nah, di awal melatih di Pullela Gopichand Badminton Academy di Gachibowli, India, Flandy menyampaikan bahwa secara kualitas, ganda India sejatinya punya standar bagus. Dia hanya menyebut perlu memperbaiki dari sisi aspek mental pemain.

Begitu juga Suroto yang menyebut ganda putra India punya kualitas bagus, meski untuk ganda putrinya masih membutuhkan banyak perbaikan. Dia menyebut telah mengamati Satwik dan Chirag Shetty sejak masih di turnamen junior.

"Standarnya sudah bagus. Kami telah beberapa kali melihat permainan mereka di turnamen-turnamen. Kami hanya ingin mereka menjadi pemain yang tak kenal takut. Mereka harus jadi lebih percaya diri. Saya pernah melihat mereka tampil tertekan di turnamen besar. Karena itu, kami datang untuk memperbaiki aspek itu. Jika mereka bisa menjadi pemain yang percaya diri, mereka bisa mendapatkan hasil bagus di turnamen besar," ujar Flandy dikutip dari Telangana Today.

Ditanya tentang metode latihan yang akan diterapkan di India, Flandy menyebut setiap pemain memiliki gaya main yang berbeda. Karenanya, dia tidak akan melakukan perubahan drastis. Dia menyebut akan lebih dulu mempelajari kekuatan dan kelemahan setiap pemain lantas memperbaikinya tahap demi tahap (step by step).

"Gopichand mengatakan kepada kami, bahwa kualifikasi Olimpiade merupakan target prioritas. Sementara ranking pemain masih sangat rendah. Karena itu, kami ingin mereka memperbaiki ranking sehingga akan mudah untuk lolos ke Olimpiade," sebut Flandy.

Hasilnya, pada awal Mei lalu, ganda putra India berhasil menjadi juara di Brazil International Challenge 2019. Di final yang digelar 5 Mei 2019, Rankireddy/Chirag Shetty mengalahkan ganda putra top Belanda, Jelle Maas/Robin Tabeling dengan skor meyakinkan, 21-14, 21-18.

Bila hari ini kita mendengar keberhasilan ganda putra India menjuarai Thailand Open Super 500, kita bisa langsung mengiyakan bahwa ucapan Flandy itu sudah terbukti. Ganda putra India memang punya potensi. Mereka hanya perlu tampil lebih percaya diri.

Bahkan, dikutip dari Badmintalk_com, pekan depan, Rankireddy/Chirag Shetty diprediksi akan segara masuk rangking 10 besar dunia. Artinya, tiket tampil di Olimpiade 2020 sudah ada di depan mata.

Hmmm ke depan, ganda putra Indonesia perlu mewaspadai sepak terjang pasangan muda asal India ini. Penggemar bulutangkis kini juga tidak boleh lagi meremehkan India. Salam bulutangkis!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun