Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Indonesia Tinggal Berharap Ganda Putra, Target Satu Gelar Memang Realistis

20 Juli 2019   08:25 Diperbarui: 20 Juli 2019   12:11 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marcus/Kevin berhasil lolos ke semifinal. Harapan gelar kini tinggal di ganda putra/Foto: Twitter BadmintonIna

"Satu gelar saja. Jadi tuan rumah kok pesimistis hanya menargetkan satu gelar." 

Ketika PBSI melalui Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi, Susy Susanti mengumumkan target satu gelar di Indonesia Open 2019 sekira bulan lalu, beragam komentar memang bermunculan. 

Ada yang berkomentar, target itu memperlihatkan bahwa Indonesia--tepatnya PBSI, sebagai tuan rumah, kurang percaya diri dengan kemampuan atlet-atletnya. Apa iya dari lima nomor yang dipertandingkan, Indonesia hanya berani menargetkan juara di satu nomor saja.

Lha wong tahun lalu saja, Indonesia berhasil meraih dua gelar di Indonesia Open 2018 di nomor ganda putra lewat Marcus Gideon/Kevin Sanjaya dan ganda campuran lewat Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Masak tahun ini targetnya malah satu gelar. Itu namanya penurunan dong.

Apalagi, penampilan beberapa pemain Indonesia tengah on fire menyusul penampilan bagus di New Zealand Open dan Australia Open yang digelar sebulan sebelum Indonesia Open. Di dua turnamen itu, tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie tampil sebagai juara. Bukankah dia acapkali tampil hebat di Istora? Pun, di ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva, mampu beruntun masuk final meski akhirnya harus puas menjadi runner-up. 

Dengan pertimbangan-pertimbangan itu, menjadi wajar bila ada yang mengkritisi satu target itu sebagai bentuk ketidakpedean PBSI terhadap atlet-atletnya sendiri. Toh, dengan menargetkan beberapa gelar, itu akan menjadi motivasi bagi atletnya untuk tampil semaksimal mungkin.

Namun, ada juga yang menyebut target satu gelar di Indonesia Open 2019 itu memang paling realistis. Bukannya tidak percaya diri, tetapi target satu gelar itu memang masuk akal dan tidak berlebihan.

Saya termasuk yang mengamini bila target satu gelar itu memang sudah tepat. PBSI pastinya sudah melakukan hitung-hitungan matang perihal target yang ingin dicapai di Indonesia Open 2019.

Ada beberapa pertimbangan yang membuat saya merasa target satu gelar itu masuk akal. Bahkan, meski tidak disebutkan target satu gelar itu diharapkan datang dari mana, fans bulutangkis pastinya paham bahwa sektor itu adalah ganda putra.

Pertimbangan pertama, memang beberapa pemain Indonesia tengah dalam form bagus menyusul hasil di New Zealand Open dan Australia Open. Namun, perlu diingat. Dua turnamen itu levelnya berbeda dengan Indonesia Open 2019. 

Membandingkan turnamen level Super 300 dengan level Super 1000 jelas berbeda. Bedanya ada pada pemain-pemain yang tampil. Bila di turnamen level Super 300, pemain yang tampil umumnya ranking menengah. Beberapa pemain ranking top 5 dunia, memilih tidak tampil. Namun, di level Super 1000, hampir semuanya tampil, kecuali bila cedera.

Bila seperti itu, level persaingannya jelas lebih ketat. Ambil contoh di tunggal putra, Jonatan Christie akan bersaing dengan nama-nama top seperti Kento Momota, Shi Yuqi hingga Chou Tien-chen. Begitu juga di ganda campuran, ganda andalan Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong yang selama ini "rakus gelar" juga bakal tampil.

Pertimbangan lainnya, kita tahu, dua gelar Indonesia tahun lalu, salah satunya diraih lewat kolaborasi pemain senior, Tontowi Ahmad/Liliyan Natsir. Nah, tahun ini, Liliyana pensiun. Tentu saja, pensiunnya Liliyana berpengaruh pada kekuatan ganda campuran Indonesia.

Beberapa pasangan penerus seperti Praveen/Melati dan Hafiz Faizal/Gloria Widjaja juga Tontowi bersama pasangan barunya, Winny Octavina, harus diakui masih sering tampil labil dan belum mampu mengimbangi ganda campuran top dunia. 

Pada akhirnya, semua perdebatan itu menemukan jawabannya di babak perempat final, Jumat (19/7) kemarin. Bahwa, target satu gelar yang dicanangkan PBSI di Indonesia Open 2019 itu memang terbukti.

Marcus/Kevin dan Hendra/Ahsan memperlihatkan kematangan
Di babak perempat final kemarin, asa Indonesia untuk meraih gelar, masih ada harapan di tiga sektor. Yakni tunggal putra lewat Jonatan Christie, ganda campuran lewat Tontowi/Winny dan selebihnya ganda putra yang masih memiliki tiga wakil.

Pada akhirnya, (lagi-lagi) hanya ganda putra yang berhasil menjaga peluang juara. Marcus/Kevin dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan berhasil lolos ke semifinal. Keduanya bahkan berpeluang menciptakan final sesama Indonesia.

Kemarin, Marcus/Kevin bermain matang ketika menghadapi 'rival lama' mereka, Zhang Nan yang kini berpasangan dengan anak baru, Ou Xuan Yi. Jelas terlihat, chemistry Zhang Nan dan Ou Yuan belum nyetel. Berbeda ketika Zhang dipasangkan dengan Liu Cheng yang membuahkan gelar juara dunia 2017.

Marcus/Kevin mendominasi sepanjang pertandingan. Malah, Kevin sempat membuat "prank" di tengah pertandingan ketika seolah menaruh raketnya di pinggir lapangan lantas memungutnya kembali. Minions--julukan Marcus/Kevin pun menang 21-12, 21-16 hanya dalam waktu 31 menit.

Beda dengan Marcus/Kevin, pasangan Hendra/Ahsan melakoni salah satu pertandingan paling seru di perempat final kemarin. Mereka terlibat duel rubber game selama 1 jam 3 menit melawan ganda Jepang juara Asia 2019, Yuta Watanabe/Hiroyuki Endo.

Hendra/Ahsan memperlihatkan kematangan saat mengalahkan ganda Jepang/Foto: Twitter Badminton Ina
Hendra/Ahsan memperlihatkan kematangan saat mengalahkan ganda Jepang/Foto: Twitter Badminton Ina
Ahsan/Hendra yang merupakan juara dunia 2013 dan 2015 dan kini kembali tampil seperti muda lagi, menang 21-15 di game pertama. Namun, pasangan Jepang yang memiliki "defense kelas dewa" ini mengamuk di game kedua. Mereka menang telak 21-9.

Pertandingan ketat terjadi di game ketiga. Ahsan/Hendra sempat memegang kendali. Mereka sempat unggul lima poin 19-14. Namun, siapa sangka, Watanabe/Endo mampu mengejar dengan meraih lima poin beruntun. Bahkan, mereka membalik situasi dengan lebih dulu mencapai angka 20. Satu angka lagi mereka ke semifinal.

Toh, "slogan class is permanent" itu memang benar adanya. Dalam situasi seperti itu, Hendra/Ahsan memperlihatkan kematangan mereka. Diawali menyamakan skor 20-20. Lantas, serangan bertubi-tubi yang membuat Watanabe dan Endo terkapar di lapangan, membuat skor 21-20. Lantas, bola pengembalian yang keluar dari pasangan Jepang itu, membuat Hendra/Ahsan memenangi pertandingan, 22-20.

Melihat ekspresi Watanabe di akhir pertandingan yang seolah tak percaya, menjadi cerminan betapa serunya laga itu. Seolah rollercoaster yang naik turun dan tidak tahu siapa yang akhirnya akan menang. Toh, seusai laga, Hendra/Ahsan yang sepantaran dengan Endo, bisa bercanda akrab.

Jonatan kali ini kalah dari lawan yang "favoritnya"
Sayangnya, setelah perjuangan heroik Hendra/Ahsan itu, kita mendapatkan kabar pahit beruntun. Diawali Tontowi/Winny yang dikalahkan pasangan senior Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying 11-21, 21-14, 14-21. Dulu, ketika Owi bersama Liliyana, mereka seringkali unggul atas Chan/Goh. Termasuk di final Olimpiade 2016. Namun, Owi kini memang masih harus 'ngemong' Winny.

Di laga berikutnya, Jonatan Christie menghadapi pemain Taiwan, Chou Tien-Cen (CTC) yang merupakan ulangan final Asian Games 2018 lalu. Jonatan lebih diunggulkan karena punya rekor bagus, 6-1 dalam tujuh pertemuan melawan CTC. Pendek kata, CTC adalah lawan favorit Jonatan.

Rekor apik itu sepertinya akan berlanjut ketika Jonatan menang 21-16 di game pertama. Namun, di game kedua, CTC "meledak'" Dia sempat unggul jauh, 7 poin dan akhirnya menang 21-18 untuk memaksakan rubber game.

Lagi-lagi pertemuan mereka diakhiri rubber game. Seperti halnya di final Asian Games 2018 lalu saat Jojo menang di game pertama, kalah di game kedua dan akhirnya menang. Atau juga di Australia Open awal Juni lalu. Jojo juga menang 22-20 di game pertama, kalah 13-21 di game kedua dan akhirnya menang 21-16 di game penentuan. Namun, kali ini ceritanya berbeda. CTC tampil lebih kalem. Dia bisa mengalahkan Jojo 21-14 untuk melaju ke semifinal.

Menariknya, seusai laga, Chou menyebut kemenangannya karena terinspirasi Jojo. "Jojo pemain yang bagus. Saya banyak belajar dari dia karena tipenya yang tidak mau menyerah. Maka dari itu kali ini saya bisa menang dari dia," ujarnya.

Satu lagi pemain Indonesia yang tumbang di perempat final kemarin adalah pasangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Runner-up Asian Games 2018 ini takluk straight game dari ganda Jepang, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi.

Pasangan Jepang inilah yang akan menjadi lawan Hendra/Ahsan di semifinal, Sabtu (21/7) siang nanti. Merujuk pada kemenangan Hendra/Ahsan atas Watanabe/Endo, seharusnya Daddies--julukan Hendra/Ahsan bisa menang atas Hoki/Kobayashi yang noatabene merupakan "pemain baru" di ganda putra level atas.

Bagaimana Marcus/Kevin?

Ini yang menarik. Mereka akan menghadapi ganda putra terbaik Tiongkok, Li Junhui/Liu Yuchen. Penggemar bulutangkis pastinya akan menunggu laga ini. 

Bahkan, beberapa menyebut rivalitas mereka bak laga el classico di sepak bola. Mereka cukup sering bertemu dan pertemuan mereka selalu menarik karena ada 'bumbu' ketengilan Kevin.

Pertemuan mereka yang patut dikenang terjadi di final All England 2017 yang dimenangi Marcus/Kevin dan menjadi gelar All England pertama mereka. 

Berlanjut di final Indonesia Masters 2018 dan Japan Open 2018 yang kembali dimenangi Marcus/Kevin. Namun, di pertemuan terakhir di BWF Final Word Tour pada akhir tahun lalu, Marcus/Kevin kalah 18021, 22-24 dari pasangan berjuluk "duo menara" yang merupakan juara dunia 2018 ini.

Menarik ditunggu perjuangan dua ganda putra Indonesia di babak semifinal hari ini. Andai keduanya berhasil lolos ke final, Indonesia dipastikan meraih satu gelar. 

Ganda putra lagi-lagi akan menyelamatkan "wajah" Indonesia. Bahwa, ganda putra-lah yang memang paling bisa diharapkan untuk memenuhi target satu gelar di Indonesia Open 2019. Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun