Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sistem Zonasi dan Anak-anak yang Gembira Bersepeda ke Sekolah

6 Juli 2019   06:31 Diperbarui: 6 Juli 2019   07:32 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak bersepeda menuju sekolah/Foto: hipwee

Adakah kebijakan yang diambil oleh seorang pimpinan, bisa menyenangkan semua orang yang merasakan dampak kebijakan tersebut?

Rasanya sulit untuk menemukan model kebijakan semacam itu. Yang ada adalah kebijakan yang diambil karena didasari pertimbangan bisa memberikan lebih banyak kemanfaatan bagi banyak orang dibandingkan keburukannya. Meski mungkin tidak semuanya.

Ambil contoh bila sampean (Anda) menjadi ketua RT ataupun lurah di kampung. Saya yakin, dalam membuat keputusan yang menyangkut kepentingan warga kampung, sampean pastinya tidak berniat untuk menyengsarakan mereka. Meski, tidak semua warga mungkin senang dengan keputusan yang sampean buat tersebut.

Nah, berkorelasi dengan pengandaian tersebut, seperti itulah kiranya kebijakan sistem zonasi pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan pemerintah. Kita tahu, sistem zonasi yang merujuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB ini memunculkan pro dan kontra.

Bahwa, sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib memberikan kuota sebanyak 90 persen dari keseluruhan murid yang diterima, untuk calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat. Hanya 10 persen sisanya, yang boleh diberikan untuk siswa di luar daerah provinsi sekolah itu.

Zonasi, dikeluhkan juga diharapkan 

Di beberapa tempat, beberapa wali murid yang merasa keberatan, bahkan turun ke jalan. Para orang tua ini berdemo menyoal sistem zonasi yang menurut mereka merugikan anak-anak mereka yang 'naik sekolah' dan berharap mendapatkan sekolah yang diinginkan (baca sekolah favorit).

Saya cukup sering mendengarkan keluh kesah beberapa kawan yang merasakan langsung penerapan sistem zonasi ini. Diantaranya, mereka merasa dirugikan dengan zonasi karena beranggapan anak mereka sudah bersusah payah belajar dan berprestasi, tetapi tidak bisa melanjutkan ke sekolah yang berkualitas hanya karena persoalan jarak.

Dari mendengar keluhan mereka ataupun membaca curhatan mereka di media sosial, seolah sistem zonasi ini buruk dan tidak ada bagus-bagusnya. Apa iya?

Padahal, tidak mungkin sebuah kebijakan diambil tanpa ada dampak positifnya. Begitu juga sistem zonasi. Silahkan menuliskan "kelebihan sistem zonasi" di mesin pencari Google, sampean akan menemukan banyak sekali tautan berita yang berkisah tentang sisi positif zonasi.

Beberapa kelebihan dari penerapan zonasi, diantaranya berdampak bagus pada pemerataan kualitas sekolah. Sekolah tidak lagi terpolarisasi oleh embel-embel kata "favorit" dan "pinggiran". Namun, saya kurang tertarik mengulas sisi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun