Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Orang Awam Wajib Paham "Ilmu Basic Life Support"

17 Juni 2019   06:40 Diperbarui: 17 Juni 2019   13:10 1820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang awam wajib paham ilmu pertolongan emergency/Foto: Tempo.Co

Apakah sampean (Anda) pernah berangkat ke tempat bekerja lantas mendapati kecelakaan lalu lintas di jalan, semisal tabrakan antara dua pengendara motor? Ataukah sampean pernah mengalami situasi tidak biasa ketika ada orang di tempat kerja Anda mendadak ambruk ketika sedang bekerja dikarenakan serangan jantung?

Dua kejadian tersebut merupakan contoh kondisi gawat darurat. Korban kecelakaan di jalan ataupun mereka yang mendadak terkena serangan jantung, butuh pertolongan sesegera mungkin. Sebab, bila tidak segera ditolong, sangat mungkin mereka tidak akan tertolong alias meninggal. 

Nah, di Indonesia, ketika ada kejadian gawat darurat yang terjadi tiba-tiba seperti itu, hampir dipastikan korban tidak akan dibiarkan. Sebab, orang Indonesia itu sejatinya peduli dan suka menolong sesamanya. Semisal ada kecelakaan di jalan, tanpa disuruh, akan ada orang yang tergerak menghentikan kendaraannya untuk menolong korban kecelakaan. Bahkan mungkin bersedia mengantar korban ke rumah sakit.

Sayangnya, pertolongan pertama yang diberikan tersebut terkadang tidak tepat sasaran. Bahkan ada lebih banyak orang yang sekadar melihat. Bukannya tidak mau membantu, tetapi karena mungkin mereka bingung harus menolong bagaimana. Karena ketidaktahuan, orang yang menolong korban kecelakaan ataupun orang yang mendadak jatuh, terkadang hanya dikipasi saja.

Padahal, jantungnya mungkin berhenti dan harus segera ada tindakan. Sementara bila memanggil petugas medis, mereka pastinya butuh waktu untuk datang ke lokasi karena mereka tidak memiliki kemampuan teleportase. Sehingga, bukan tidak mungkin korban terlambat ditolong.

Dalam situasi seperti itulah, penting bagi orang awam seperti kita--yang bukan dari kalangan medis--menguasai pemahaman pertolongan kondisi kegawatdaruratan atau yang di luar negeri sana ngetop dengan sebutan basic life support (BLS). Bila kita paham ilmunya, kita mungkin bisa menyelamatkan nyawa orang lain.

Lalu, seperti apa penanganan basic life support ini?

Beberapa pekan lalu, saya kebetulan mewawancara seorang dokter senior di RSUD Dr Soetomo Surabaya yang selama bertahun-tahun bekerja di bagian kegawatdaruratan dan terbiasa menangani kondisi emergency yang mengancam nyawa. 

Selama kurang lebih satu jam, saya diceritani banyak hal terkait penanganan korban kegawatdaruratan. Bagi saya, wawancara dengan dokter tersebut tidak sekadar menarik sebagai bahan tulisan, tetapi saya juga mendapatkan 'ilmu gratis' yang berguna dan belum tentu bisa saya dapatkan bila sekadar membaca informasi di mesin pencari berita. 

Dari sekian penjelasan dokter spesialis anestesi tersebut, saya tertarik dengan salah satu statementnya bahwa penanganan emergency itu bukan hanya monopoli rumah sakit besar alias hanya bisa dilakukan pihak rumah sakit. Namun, orang awam pun seharusnya memahami penanganan emergency ini.

Pasalnya, namanya kondisi kegawatan bisa terjadi di mana saja, kapan saja dan bisa mengenai siapa saja. Karena itu, semua orang harus bisa menolong. Seperti halnya korban kecelakaan, orang yang tersedak maupun orang tenggelam.

"Walau sifatnya pertolongan awal, itu menentukan nasib korban. Benar nanti dibawa ke rumah sakit, tetapi ditolong agar hidup dulu," ujarnya.

Dia mencontohkan, ketika ada orang mendadak terkena serangan jantung atau stroke di rumah, secara teoritis sebenarnya masih bisa ditolong dan tidak menyebabkan kematian. 

Bila orangnya tidak sadar dan tidak bernafas, bisa dipijat jantung. Sembari menunggu tim medis datang, bisa dipijat dada. Sementara bila bernafas dan jantung masih detak, korban diposisikan dangak.

Begitu juga bila ada orang yang karena saking semangatnya makan bakso, kemudian tersedak bakso/pentol dan kesulitan bernafas, kita bisa melakukan pertolongan emergency dengan memukul di bagian punggungnya. Begitu juga ketika ada orang yang tenggelam, semestinya bisa ditolong.

Ironisnya, di Indonesia, karena masyarakatnya masih minimnya penguasaan ilmu penanganan kegawatdaruratan tersebut, kebanyakan orang yang mengalami situasi gawat darurat tersebut tidak tertolong (meninggal) karena ketidakmampuan orang-orang di sekitarnya untuk melakukan pertolongan awal.

Ada banyak orang mati mendadak di luar rumah sakit 

Kondisi itu berbeda dengan di luar negeri sana. Ada lebih banyak orang yang bisa melakukan pertolongan awal karena menguasai ilmu basic life support (BLS). Bahwa siapapun bisa menolong ketika ada insiden mendadak yang mengancam jiwa.

Tidak hanya teori, di luar negeri seperti di Amerika Serikat maupun di beberapa negara Eropa, orang awam memang bisa melakukan BLS. Sebab, mereka pernah mengikuti pelatihan penanganan emegergency tersebut. Pasalnya, di Amerika maupun di Eropa seperti di Swedia, Norwegia, ketika warganya mengambil SIM ataupun KTP, disyaratkan untuk memiliki sertifikat basic life support.

Sebenarnya, mengapa penting bagi orang awam untuk menguasai ilmu basic life support ini?

Saya lantas tercenung dengan jawaban pak dokter tersebut. Jawaban yang membuat saya lantas tergugah untuk ikut mempelajari basic life support ini. 

Menurutnya, kondisi mati mendadak di luar rumah sakit mencapai 64 persen lebih banyak daripada di dalam rumah sakit. Karena itu, siapapun orang awam, semestinya bisa menolong.

Bila dalam sistem perumah sakitan itu namanya code blue. Kalau ingin menolong, teriak code blue. Semua orang bisa membantu, semisal telpon ambulance ada code blue di lokasi A. Siapapun mestinya bisa. Penanganan code blue di rumah sakit di sini tidak jauh beda dengan di luar negeri. Aturan di rumah sakit, bahwa semua orang di rumah sakit harus mampu mengerti pertolongan pertama.

Semisal bila mendapati ada kejadian kegawatdaruratan di dekat kantin di rumah sakit, ada yang teriak code blue, juga ada yang segera menelpon contact center code blue di rumah sakit. "Bilang begitu saja semua orang sudah tahu ada kejadian emergency yang segera perlu pertolongan. Nah, sembari menunggu petugas, orang yang menjumpai korban ini memberikan pertolongan lebih dulu," jelasnya.

Mengajak masyarakat agar paham BLS

Sebenarnya, sejak beberapa tahun lalu, sudah muncul inisiatif untuk mengedukasi orang awam perihal penanganan emergency. Dokter yang saya wawancara tersebut mengisahkan, sekira sejak dua dekade lalu, dia bersama tim dokter sudah aktif melakukan sosialisasi basic life support di berbagai daerah maupun instansi.

Mereka hadir di lebih dari 20 provinsi. Masuk ke pusat-pusat pendidikan, karang taruna, juga pondok pesantren. Bahwa orang awam dilatih supaya mengerti penanganan kondisi kegawatdaruratan. Mereka dibekali ilmu untuk menolong berbagai kondisi yang semestinya tidak menyebabkan kematian.

Sudah ada ribuan orang yang mendapatkan pelatihan pertolongan yang mengancam nyawa. Semua itu demi harapan sederhana: agar orang awam di Indonesia walaupun bukan dari kalangan medis, bisa melakukan pertolongan pertama dengan benar.

Hanya saja, entah apakah mereka yang mengikuti pelatihan tersebut, lantas membagikan dan menyebarkan ilmunya ke masyarakat. Atau malah ilmunya sekadar untuk dirinya sendiri.

Karenanya, setelah mewawancara pak dokter tersebut, saya bersemangat untuk membagikannya kepada lebih banyak orang. Siapa tahu, dengan membaca tulisan singkat ini, ada banyak orang yang lantas tergugah untuk membaca lebih banyak referensi perihal pentingnya penanganan situasi kegawadaruratan. Sehingga, akan ada lebih banyak orang awam yang mampu memberikan pertolongan basic life support ini. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun