Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Korupsi karena Gaji Rendah dan Wartawan "Bodrek"

18 Januari 2019   22:32 Diperbarui: 18 Januari 2019   22:36 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Gaji cukup memang perlu. Namun, terpenting sejatinya lebih kepada orangnya sendiri. Ya, selain gaji yang cukup, terpenting adalah merasa cukup. Gaji sebesar apapun tidak menjadi jaminan bisa memadamkan keinginan korupsi selama orangnya memang selalu merasa kurang. Ada sebuah analogi bahwa bila manusia diberi dua gunung emas, mereka tidak akan puas. Sebaliknya, mereka akan meminta gunung emas yang keempat dan kelima.

Beberapa tahun lalu, ketika masih bekerja di instansi pemerintah, saya pernah menghadiri seminar dengan salah satu narasumbernya berasal dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Saya lupa beliau siapa. Namun, dari sekian pesan bagus yang disampaikan, saya masih ingat salah satu pesan mulianya. Bahwa, agar tidak tergoda korupsi, seorang abdi negara harus sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Bahwa, ada banyak skill yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun, ada satu skill yang tidak boleh hilang dalam diri seorang pemimpin adalah memberikan contoh baik bagi yang dipimpinnya. Bukankah abdi negara merupakan pemimpin bagi masyarakat, pemimpin bagi keluarga dan dirinya sendiri?

Keteladanan dari pemimpin menjadi hal terpenting dalam upaya pencegahan tindakan yang mengarah pada korupsi. Pemimpin yang memiliki integritas akan dicontoh oleh anak buahnya. Bahkan lebih penting dari sistem tata kelola e-government demi mewujudkan pemerintahan yang bersih. Sebab, kalaupun sistemnya bagus, tetapi bila pengelola sistemnya mudah tergoda korupsi, sistem itu tidak ada gunanya.

Nah, untuk menjadi teladan yang bersih dari korupsi, seorang pemimpin harus selesai dengan dirinya sendiri serta tahu tujuan akhir hidupnya. Ketika pemimpin tidak lagi memikirkan dirinya sendiri dan sadar tujuan akhir hidupnya, mereka tidak akan tergoda oleh godaan korupsi.

Ah ya, berkaitan dengan tema korupsi karena gaji rendah ini, saya jadi teringat dengan mereka yang mengakunya para pencari berita tetapi juga merangkap pencari duit. Dalam bahasa populer, mereka ini acapkali disebut "wartawan bodrek".

Konon, istilah itu muncul karena oknum pencari berita sekaligus pencari uang ini acapkali membuat pusing kepala narasumbernya karena sering meminta uang. Jadilah istilah merk obat sakit kepala itu menempal pada para pencari berita. Karena menggunakan kata konon, saya tidak tahu apakah memang benar seperti itu.

Tetapi memang, ketika dulu bekerja di "pabrik koran", saya beberapa kali bertemu tipikal orang jenis ini. Kawan-kawan pekerja media biasanya sudah hafal orangnya. Kalau kata kawan-kawan dulu, mereka ini seperti punya 'banyak mata dan telinga' sehingga selalu tahu bila ada agenda seminar, rapat, jumpa pers atau kegiatan lainnya. Biasanya, mereka datang sendiri ataupun berkelompok (tanpa diundang) dan lantas susah pulang (karena menunggu pesangon dulu).

Mengapa mereka melakukan itu? Apakah karena gajinya memang sedikit? Mungkin iya. Tetapi yang jelas, gaji itu sejatinya soal kesekian. Sejatinya, mereka tidak punya ketulusan hati dalam bekerja. Sebab, kalau tulus, tentunya tidak akan mau menunggangi profesinya demi mendapatkan uang di luar gaji. Kalau merasa gajinya kecil, mengapa tidak mencoba alih profesi mencari gaji yang lebih besar.

Syukurlah, ada banyak kawan pekerja media yang masih bekerja dengan tulus. Mereka merasa cukup dengan gaji yang diterima dari kantor. Jangankan meminta, mereka berani menolak bila diberi uang karena khawatir uang tersebut akan merusak independensinya dalam menulis.

Sebab, yang paling bahaya dari mendapatkan 'uang besar dalam waktu cepat' ini adalah munculnya adalah pola pikir yang keliru. Pelakunya akan berpikir bahwa mendapatkan uang dalam jumlah besar itu ternyata mudah tanpa harus bekerja keras dan menunggu lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun