Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Setelah Era Owi/Butet, Berharap Cemas pada Ganda Campuran di 2019

1 Januari 2019   21:01 Diperbarui: 2 Januari 2019   16:17 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan Hafiz Faizal/Gloria Widjaja diharapkan semakin berkembang di tahun 2019/Foto: Twitter Antoagustian

Tahun 2019 akan menjadi periode mendebarkan bagi bulu tangkis Indonesia. Utamanya untuk sektor ganda campuran. Sebab, Indonesia akan ditinggal pensiun oleh salah satu pahlawan terbesarnya di ganda campuran.

Pasangan senior ganda campura, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang merupakan peraih medali emas Olimpiade 2016, juara dunia dua kali (2013 dan 2017) dan juara All England tiga kali, tidak akan lagi tampil bersama di tahun 2019 ini.

Informasinya, keduanya memang masih dijadwalkan tampil di Indonesia Masters pada Januari ini sebagai pertandingan "perpisahan". Setelah itu, Liliyana yang kini berusia 33 tahun, akan gantung raket.

Tanpa Tontowi/Liliyana tentunya akan menjadi kehilangan besar bagi Indonesia di sektor ganda campuran. Sebab, meski tidak muda lagi, tetapi Owi/Butet masih menjadi pasangan yang diandalkan untuk memburu gelar.

Ada perasaan harap-harap cemas, apakah ganda campuran Indonesia bisa berjaya di tahun 2019. Berharap tetapi di sisi lain juga cemas. Lho, selain Owi/Butet, bukankah Indonesia masih punya beberapa pasangan ganda campuran berkualitas?

Memang benar. Penampilan sektor ganda campuran Indonesia di tahun 2018 lalu sejatinya tidak buruk. Dari total 38 rangkaian turnamen BWF World Tour di 2018, pasangan ganda campuran Indonesia berhasil meraih lima gelar atau terbanyak kedua setelah sektor ganda putra.

Lima gelar tersebut diraih lewat pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di Indonesia Open Super 1000 (level tertinggi selain All England dan China Open). Mereka juga jadi finalis di Indonesia Masters dan Singapore Open.

Dicari, penerus Tontowi/LIliyana/Foto: Olahraga Kompas
Dicari, penerus Tontowi/LIliyana/Foto: Olahraga Kompas
Kemudian ada Hafiz Faizal/Gloaria Emanuelle Widjaja yang menjuarai Thailand Open Super 500, Alfian Eko Prasetya/Marsheilla Gischa Islami di Taipei Open Super 300, serta dua pasangan muda Akbar Bintang Cahyono/Winny Oktavina Kandow di Hyerabad Open Super 100 dan Rinov Rivaldy/Pitha Mentari yang juara Babel Indonesia Masters Super 100.

Selain lima ganda peraih gelar tersebut, Indonesia juga masih punya dua pasangan tenar yang baru dipasangkan di tahun 2018. Yakni Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Ricky Karanda/Debby Susanto. Sayangnya, keduanya belum mendapatkan gelar. Pencapaian terbaik Praveen/Melati adalah finalis di India Open. Juga masih ada pasangan Ronald Alexander/Annisa Saufika yang juga menjadi runner-up Lingshui Masters 2018.

Indonesia sejatinya tidak kekurangan pemain potensial di sektor ganda campuran. Namun, harus diakui, belum ada pasangan yang mampu selevel dengan zamannya Tontowi/Liliyana ketika masih muda dulu. Selevel dalam artian secara teknik permainan dan juga mentalitas.

Memang, semuanya butuh proses. Mereka butuh waktu untuk mematangkan permainan dan juga mentalitas ketika tampil di lapangan. Terlebih, beberapa pemain usianya masih terbilang muda.

Ambil contoh pasangan Hafiz Faizal (24 tahun) dan Gloria Emanuelle Widjaja (25 tahun). Mereka sebenarnya punya prospek bagus. Di tahun 2018, mereka pernah mengalahkan Owi/Butet di All England dan berhasil lolos ke BWF World Tour Finals 2018. Meski gagal lolos ke semifinal, mereka sempat mencatatkan kemenangan atas ganda Jepang juara All England 2018 asal Jepang, Yuta Watanabe/Arisa Higashino.

Indonesia juga punya pasangan Rinov Rivaldy dan Pitha Mentari yang merupakan juara dunia junior 2017. Di tahun 2018 lalu, pasangan berusia 19 tahun ini mulai 'naik kelas' dengan tampil di turnamen level senior dan beberapa kali masuk babak penting. Di antaranya jadi finalis Syed Modi International Super 300 serta meraih gelar di Babel Indonesia Masters Super 100.

Diharapkan bisa merusak dominasi ganda campuran Tiongkok

Di tahun ini, bila terus menempa diri dan mengevaluasi apa saja yang masih harus diperbaiki berdasar penampilan di 2018 lalu, keduanya bisa semakin berkembang. Begitu juga Praveen/Melati yang diharapkan bisa 'meledak' di tahun kedua.

Masalahnya, ketika pemain kita masih berproses, ganda negara lain sudah matang. Utamanya ganda campuran Tiongkok. Di tahun 2018 lalu, kita tahu, sektor ganda campuran didominasi oleh dua ganda campuran Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilu Huang Dongping. Keduanya kini menempati rangking 1-2 dunia ganda campuran.

Siwei/Yaqiong meraih 7 gelar BWF World Tour, gelar juara dunia dan medali emas di Asian Games 2018. Sementara Yilu/Dongping meraih gelar juara di BWF World Tour Finals dan medali emas Kejuaraan Asia 2018.

Saking mendominasinya, dua pasangan ini bahkan seringklai bertemu di final. Yakni empat kali di BWF World Tour 2018 dan juga final BWF World Championship alias Kejuaraan Dunia 2018.

Dan yang patut menjadi perhatian, usia pasangan ganda campuran Tiongkok ini juga masih sangat muda. Zheng Siwei baru berusia 21 tahun, Huang Yaqiong 24 tahun. Sementara Wang Yilu juga masih berusia 24 tahun dan Huang Dongping 23 tahun.

Karenanya, ada perasaaan harap-harap cemas, apakah ganda campuran Indonesia bisa merusak dominasi dua ganda campuran Tiongkok ini di tahun 2019. Termasuk ganda kuat lainnya seperti Yuta Watanabe/Arisa Higashino (Jepang), Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai (Thailand) serta Thang Chun Man/Tse Ying Suet dari Hongkong.

Kita hanya bisa berharap, ganda campuran Indonesia mengalami peningkatan performa di tahun 2019 mendatang. Saya pribadi berharap, pemain kita bisa merusak dominasi Tiongkok.

Selain mengandalkan pasangan yang sudah ada, kita juga boleh berharap PBSI sebagai induk bulu tangkis Indonesia, bisa melahirkan kejutan. Semisal memasangkan Tontowi Ahmad dengan pasangan yang cetar. Siapa tahu akan bisa lahir The New Owi/Butet. Racikan baru PBSI inilah yang menarik ditunggu.

Mudah-mudahan, tahun 2019 ini akan ramah bagi pebulu tangkis-pebulu tangkis Indonesia. Mudah-mudahan pemain kita bisa tampil konsisten di sepanjang turnamen BWf World Tour 2019 dan rutin meraih gelar.

Ah ya, tulisan ini merupakan seri terakhir dari judul besar review pencapaian dan evaluasi bulu tangkis Indonesia selama tahun 2018. Sebelumnya, tulisan dari empat sektor lainnya, yakni dari tunggal putra, tungal putri dan ganda putra, ganda putri, sudah tayang di Kompasiana. Yakni Dicari, Stategi Jitu Jinakkan Ganda Putri Jepang; Tiongkok Ciptakan Batu Krypton Demi Setop Dominasi Marcus-Kevin; Semoga Bermunculan Gregoria-Mariska Baru; [Sebuah Evaluasi] Tunggal Putra Indonesia yang Masih Labil 

Mudah-mudahan bulu tangkis Indonesia semakin berjaya di tahun 2019. Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun