Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Inspirasi dari Perjuangan Indro Warkop Mendampingi Istrinya

10 Oktober 2018   08:32 Diperbarui: 10 Oktober 2018   09:12 3004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istri dari Indro Warkop yang berjuang lawan kanker paru-paru. (instagram/indrowarkop_asli)

Inna Lillahi wa inna ilayhi raji'un. Kabar duka datang dari komedian legendaris, Indro Warkop. Sang istri, Nita Octobijanthy yang sejak Agustus 2017 lalu berjuang melawan kanker paru, meninggal dunia pada Selasa (9/10/2018) pada pukul 20.22 WIB. Tentu, urusan kematian adalah ketetapan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Namun, dari setiap kabar duka, kita bisa mengambil secuil hikmah. Termasuk dari perjuangan Nita Octobijanthy dalam melawan kanker paru stadium 4 yang menggerogoti kesehatannya dalam setahun terakhir. Termasuk juga perjuangan Indro Warkop dan keluarga dalam mendampingi istrinya yang membuat haru, sekaligus menginspirasi.

Dari foto-foto yang dibagikan Indro Warkop di akun Instagramnya selama mendampingi istrinya terbaring sakit, mudah untuk menyimpulkan bahwa pelawak senior yang akrab disapa Om Indro maupun Pakde Indro ini salah satu figur suami hebat.  

Om Indro dan anak-anaknya hampir selalu menemani ikhtiar penyembuhan istrinya. Pun, di sela-sela kesibukan, dia menyempatkan menjenguk sang istri. Bahkan ketika keluar kota, ia maish menyempatkan menelepon lewat video call sembari bertekad segera kembali menjenguk setelah kesibukan di luar kota benar-benar sudah kelar.

Seperti postingannya pada tanggal 22 September lalu, Om Indro menulis begini: "Alhamdulillah. Pagi ini dipercaya jadi saksi nikah terus masih sempat langsung ke RS nemenin cintaku sebentar sekitar 1,5 jam sebelum harus ke bandara untuk berangkat ke Bali. Udah wanti-wanti sama (putrinya) kalau cintaku lagi aman kondisinya mau video call".  

Sejak 25 September lalu, dari postingan-postingannya, Indro menjalani hari-harinya di rumah sakit, mendampingi istrinya.

Wajahnya terlihat tegar ketika ada banyak selebriti bergantian datang menjengkuk. Termasuk mantan Menteri Perhubungan, Agum Gumelar bersama istri, Linda Gumelar.

Salah satu postingan foto yang paling sukses membuat haru diunggah pada 27 September lalu. Foto itu sepertinya diambil oleh anak Indro-Nita. Tampak Indro yang tengah keletihan, tertidur sambil duduk disamping istrinya yang juga tertidur bersandar bantal di tempat tidurnya. Tangan mereka berpegangan. Plus sebuah narasi "hanya maut yang bisa pisahin aku sama kamu, Thy. Yuk berjuang terus #kalahkannkanker".

Bagi yang pernah merasakan lelahnya seharian--hingga tertidur duduk disamping bed rumah sakit-- demi mendampingi istri, ataupun orang tua ketika tengah dirawat di rumah sakit atau minimal mendampingi istri berjuang melahirkan, pastinya paham bahwa apa yang dilakukan Indro Warkop itu hebat.

Hebat karena menunggu anggota keluarga yang tengah dirawat opname di rumah sakit itu bukan sekadar menunggu. Tetapi sebuah perjuangan yang membutuhkan kesabaran, kekuatan dan juga keikhlasan untuk mendampingi. Sebab, selain berdoa untuk kesembuhannya, kita juga harus siap wara-wiri  bila mendadak ingin memanggil perawat, lalu berkonsultasi dengan dokter atau sekadar membeli makanan. Pun, di malam hari kita 'lupa' tidur. Tentu saja capek. 

Karenanya, mereka yang tabah menunggu orang sakit, itu luar biasa. Terlebih bagi orang super sibuk, awet terkenal dan punya banyak jejaring seperti Indro Warkop yang jadwal kerjanya pastinya padat. Namun, dia mau dan bisa "rehat dari pekerjaan" demi mendampingi istrinya.  

Bagi saya, parameter seorang suami hebat itu bukan hanya mereka yang telah bekerja seharian demi menjadi sumber penghasilan bagi keluarganya. Tentu saja mereka hebat karena mencari nafkah demi keluarganya. Namun, ukuran hebat bukan hanya seperti itu.

Tetapi juga mereka yang selain bekerja, tetap bisa menomorsatukan waktunya untuk keluarga. Bisa lebih mementingkan istri dan anak-anaknya ketimbang "me time" nya sendiri. Karenanya, merujuk paramater ini, perjuangan Indro Warkop dalam mendampingi istrinya, layak menjadi teladan.  

Dalam ranah yang lebih kecil, saya memiliki tetangga hebat. Seorang suami yang kisahnya tidak kalah hebat dengan Indro Warkop. Beliau ini pasangan abdi negara. Istrinya sudah pensiun sejak dua tahun lalu. Sementara suaminya kini tengah memasuki masa purna tugas dan tahun depan baru pensiun. Mereka kini tinggal berdua setelah dua anak mereka sama-sama bekerja di Jakarta.

Dalam satu tahun terakhir, sang istri tergolek sakit. Stroke. Bahkan sempat tidak bisa berbicara/pelo. Beliau sempat cerita telah membawa istrinya berobat ke beberapa rumah sakit. Sempat membaik, tetapi kondisi istrinya lantas kembali stagnan seperti sebelumnya.

Selama setahun itu, dia pun lebih banyak menghabiskan waktu mendampingi istrinya. Dia mengorbankan waktu "me time" nya. Semisal sebelumnya di malam minggu bisa bermain tenis meja bersama bapak-bapak lainnya, kini lebih memilih di rumah bersama istri. Pun, ketika pagi sebelum bekerja, dia seringkali mengajak istrinya jalan-jalan, mendorongnya dengan kursi roda. Sungguh menginspirasi.

Dan memang, setiap kita pasti punya pengalaman berbeda dalam meluangkan waktu untuk mendampingi istri, ibu, bapak dan keluarga. Setiap orang pastinya punya kisah baik yang bisa menginspirasi orang lain.

Bicara "me time", ini bukan hanya hak ekslusif perempuan/istri. Laki-laki pun punya "me time". Semisal ngopi bersama rekan sejawat di warung kopi, main futsal atau bulutangkis, ataupun aktivitas lainnya. Namun, ketika sudah berkeluarga, sudah seharusnya "me time" bersama kawan-kawan tersebut dikurangi. Bukan lantas dihilangkan, tetapi dikurangi.

Dulu ketika sebelum menikah, karena bekerja sampai malam, saya terbiasa untuk tidak cepat-cepat pulang. Ketika pekerjaan selesai, ada tambahan aktivitas. Ada jadwal futsal bersama teman-teman kantor yang dimulai pukul 21.00 hingga pukul 23.00 WIB. Ada jadwal main bulutangkis. Ataupun jadwal nonton bareng. Belum termasuk 'acara' ngopi di warung kopi depan kantor.

Namun, ketika sudah beristri, aktivitas tambahan itupun pelan-pelan saya kurangi. Bisa dikurangi durasi jamnya, bisa dikurangi frekuensi kegiatannya. Tanpa harus menghilangkan pertemanan dan jejaring dalam aktivitas di luar kerja.

Dalam frame pikiran saya, semua itu ada masanya. Dan ketika sudah berkeluarga, masa "me time" selepas bekerja itu sudah seharusnya berganti menjadi "we time". Apa sih senangnya menikmati waktu sendiri dibanding menikmati waktu bersama keluarga. Apa sih hebatnya berlama-lama bersama kawan di luar rumah sementara istri di rumah menunggu kepulangan kita.

Pendek kata, ketika sudah berkeluarga, diri kita bukan hanya milik kita. Bahwa, istri dan anak-anak juga memiliki hak untuk melihat suami/ayahnya lebih lama di rumah. Karenanya, selepas bekerja, bila tidak ada lagi urusan yang penting, apakah ada yang lebih penting selain langsung ke rumah dan bertemu keluarga.

Perihal kedekatan dengan istri ini, saya jadi teringat cerita ketika kali pertama mendampingi istri periksa kehamilan anak pertama di dokter kandungan, sekira pada awal 2011 silam.

Selepas dari ruang dokter dan puas bertanya-tanya lalu beranjak pulang, ketika di tempat parkir kendaraan, pandangan saya tertuju pada pasangan suami istri yang juga hendak memeriksa kehamilan. Yang membuat saya heran, ternyata hanya istrinya saja yang masuk ke ruang dokter. 

Sementara si suami malah duduk santai di atas tempat duduk motornya. Seolah tidak ada keinginan untuk mendampingi istri masuk ke ruang dokter, meski hanya sekadar mengobrol untuk menunggu antrean. Lha, ini 'usaha' nya bersama kok seolah istrinya saja yang menanggung sendirian kehamilannya. Astaga. 

Tetapi memang, pasangan suami dan istri yang 'berjarak' seperti ini, ternyata masih ada. Mereka yang tidak hanya seolah berjarak dalam hal berkomunikasi. Bahkan, mereka juga berjarak dalam pembagian peran sebagai pasangan. Seolah-olah tugas suami hanya bekerja di lua rumah dan urusan rumah menjadi kewenangannya istri. Padahal, rumah ditempati berdua, seharusnya juga memberesi pekerjaan rumah berdua.

Karenanya, dari kisah perjuangan Indro Warkop mendampingi istrinya yang sakit hingga dipanggil Yang Maha Kuasa, kita seperti diajari. Kita diajari tentang cinta sejati itu masih ada. Bahwa cinta sejati itu tidak hanya indah di awal-awal saja, tetapi dibuktikan (diperjuangkan) sepanjang usia dengan kesetiaan. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun