Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Serunya Berburu "Ote-Ote", Takjil Favorit yang Tak Lekang oleh Waktu....

17 Mei 2018   22:25 Diperbarui: 17 Mei 2018   22:50 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apa nama jajanan ini di tempat sampean (Anda). Di tempat saya, namanya

Tidak banyak dari anggota "keluarga besar" gorengan yang memiliki nama berbeda-beda di setiap daerah. Ambil contoh pisang goreng. Di manapun, pisang yang digoreng dengan balutan tepung, ya namanya pisang goreng, tahu yang diisi sayuran ya namanya tahu isi. Begitu juga tempe goreng, di mana-mana ya tempe diselimuti tepung bumbu lantas digoreng.  

Namun, beda dengan ote-ote. Jajanan gorengan yang diolah dari beragam sayuran seperti wortel, toge (kecambah) dan kubis dicampur tepung yang kemudian digoreng ini ternyata punya banyak nama. Ote-ote adalah nama jajanan ini di tempat saya di Sidoarjo dan juga Surabaya. Sementara di kampung halaman istri saya di Betawi, namanya jadi bakwan atau juga bala-bala. Lalu di Malang, tempat saya kuliah dulu, namanya jadi weci. Awalnya berpikir kok namanya unik, tetapi pas tahu rupa nya, ternyata ote-ote.

Sebenarnya, penjula ote-ote ini bisa ditemui setiap hari. Namun, di bulan Ramadan, nilai keenakan ote-ote ini seolah berlipat dua level. Serasa ada kenikmatan lebih setelah berbuka puasa terus nyemil ote-ote. Dan memang, ote-ote ini menjadi takjil favorit yang tak lekang oleh waktu. Sejak zaman saya masih bocah hingga kini sudah punya dua bocah. Dari harganya hanya 100 rupiah, kini sebiji ada yang dijual 2000 rupiah.  

Di Sidoarjo, tepatnya di lokasi di dekat rumah, ada puluhan penjual gorengan yang menjual ote-ote, baik yang penjual lama maupun penjual musiman yang hanya berjualan memanfaatkan momentum Ramadan. Dan, sering mencicipi (baca: membeli) berbagai ote-ote membuat saya tahu, tidak semua penjual bisa menciptakan ote-ote yang kegurihannya sesuai standar.  Ada yang bikinnya terlalu kering, terlalu tipis dan paling parah biasanya rasanya hambar karena terlalu banyak tepung dan sedikit bumbu. Biasanya, semakin berumur penjualnya, semakin enak gorengan ote-ote nya. Meskipun tidak semuanya.

Karena sering mencicipi itupula, saya akhirnya menemukan penjual yang kemudian menjadi langganan tetap. Namanya Bu Ngateni (55 tahun). Sudah lebih dari 20 tahun, dia berjualan aneka macam gorengan. Namun, ote-ote gorengannya paling menggoda. Selain paduan sayur dan tepungnya pas, bentuknya cukup besar, rasanya juga gurih. Cabe nya masih segar. Dan satu lagi, petis nya mantap jiwa. Pedas dan masih hangat.

img-20180517-172838-5afda048caf7db6834394534.jpg
img-20180517-172838-5afda048caf7db6834394534.jpg
Di bulan Ramadan seperti ini, merujuk pada tahun lalu, teras rumah yang dia sulap menjadi tempat jualan, nyaris selalu penuh jelang ba'da Maghrib. Ada banyak orang yang datang silih berganti dan rela mengantre demi mendapatkan tempe goreng, singkong goreng, tahu isi, pisang goreng dan tentu saja, ote-ote.

Maka, demi mendapatkan takjil favorit itu, saya pun menyusun rencana. Rencananya, sore di hari pertama puasa, satu jam sebelum waktu buka puasa, saya sudah harus berangkat dari rumah sehingga ketika sampai di rumah bu Ngateni, tidak perlu antre lama untuk mendapatkan ote-ote sembari memfoto aktivitas dan juga beragam jenis gorengan jualannya. Semakin cepat dapat, tentunya bisa tenang pulang ke rumah sembari menunggu waktu berbuka puasa.

Dan, sore tadi, Kamis (17/5/2018), saya berangkat bersama istri sesuai jam yang direncanakan. Begitu hampir sampai, saya lihat dari kejauhan tidak ada motor yang terparkir di rumahnya. Dalam hati saya bergumam, "asyik, berarti belum banyak orang yang beli sehingga nggak perlu ngantre lama". Namun, begitu sampai di rumahnya, ternyata Bu Ngateni tidak berjualan. Pantesan sepi. "Besok (hari kedua) baru jualan mas. Sekarang menikmati puasa hari pertama dulu," ujar beliau.

Daripada kecewa, saya pun memutuskan untuk membeli ote-ote di penjual lain. Walaupun rasanya tidak segurih ote-ote langganan, tetapi yang penting keinginan untuk menikmati takjil favorit di hari pertama puasa bisa terpenuhi.

Otw-ote bersama
Otw-ote bersama
Namun, ada yang lebih penting dari keseruan berburu takjil favorit. Yakni nilai kebersamaan bersama istri dan bocah-bocah. Ya, untuk tahun ini, sejak memutuskan "pensiun dini" dari pekerja kantoran dan menjadi 'freelance' di awal tahun ini, saya jadi lebih bisa menikmati Ramadan tahun ini bersama istri dan anak-anak. Bisa berburu takjil bareng dan Insya Allah bisa setiap hari berbuka puasa bareng. Salam.     

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun