Mohon tunggu...
Money Pilihan

Distribusi Industri Gula Tak Semanis Rasanya

2 Oktober 2016   22:01 Diperbarui: 6 Oktober 2016   15:09 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sedang ngopi bareng ngudud di pojokan kota tiba tiba hati ini risau ngebaca twit mas @aguspakpahan, awalnya menggelitik waktu beliau ngetwit kutipan tempo tentang mendag yang nggak paham masalah konsumsi gula di sektor industri makanan.

Memang masalah ini  lucu, setidaknya hal ini membuktikan bahwa pengelolaan, distribusi, ekspor dan import gula di bidang industri makanan dan minuman tidak menunjukkan adanya transparansi.

Terus terang memang sangat sulit mengetahui bagaimana memperoleh data yang paling lengkap untuk melihat transaksi intersektoral plus mengetahui dampak final demandnya konsumsi gula pada sektor ini.

Saya Sependapat dengan mas @aguspakpahan, beliau menggunakan data Input - Output ekonomi di suatu negara untuk menganalisa dan membedah masalah ini. mas agus menggunakan tabel I-O Indonesia hasil BPS.

Tidak diragukan lagi, BPS kaya akan tabel IO sejak tahun 1985 sampai 2010 yang tiap lima tahun sekali di produksi. Untuk IO 2015 mungkin segera terbit kata mas agus.

Didalam tabel IO data gula dan tebu dipisahkan, di IO 1985 gula dan tebu merupakan sektor unggulan yang didasari atas multiplier yang lebih tinggi dari nilai rata rata multiplier nasional.

Pada tahun 2010, sektor tebu menghilang dari sektor yang di unggulkan karena import raw sugar atau gula yang melesat bagaikan roket soviet. Padahal, sebelum 1998 import gula kurang dari 500 ton. Pada 1998 import besar besaran terjadi,  import gula pada 1999 mencapai 2 juta ton, dan pada 2013 mencapai lebih dari 3 juta ton. Mengapa?

Banyak ekonom negeri ini berpendapat bahwa tingginya  permintaan di industri makanan dan minuman dan kualitas gula dalam negeri yang "ngehe" menjadi penyebab tingginya import.

Pada 2010 penggunaan gula di sektor makanan dan minuman hanya 2,5 % sedangkan pada 1995 rasionya 5,1 %. Jadi dari 1995 ke 2010 rasionya turun dari 5.1% ke 2,5%. Dari hasil disagresasi industri pengolahan dan pengawetan makanan 1,5%, industri makanan lain 1,3% dan industri  minuman 9,9 %.

Struktur input indusrti pengolahan dan pengawetan makanan di 2010 hanya 2,3%  Posisi gula pada industri makanan lainnya 4.73% dan pada industri minuman 14.24%. Dari data ini bisa disimpulkan bahawa distribusi dampak kenaikan pada pengolahan dan pengawetan makanan tidak tampak. Sedangkan pada distribusi kenaikan makanan tterhadap gula hanya tampak 1,68%, minuman terhadap gula hanya 4,47%.

Kesimpulannya, berdasarka tabel IO BPS 1998 - 2010 output penggunaan gula di industri makan minuman semakin kecil,

Keterkaitan antara industri makanan minuman tehadap produksi gula minim, lonjakan import max 500 ribu ton 1998 menjadi 3 juta ton pada 2013.

Yang menjadi masalah, lalu apakah 3 juta ton import gula sudah tepat dampak serta jumlahnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun