Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siti Nurbaya dan Kawin Paksa Politik, Siapa Untung?

2 Agustus 2018   18:33 Diperbarui: 2 Agustus 2018   18:50 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernah membaca novel atau menonton sinetron Sitti Nurbaya? Mungkin benang merah yang sebagian orang tangkap dari karya sastra besar karangan Marah Roesli yang terbit sekitar tahun 1920 tersebut adalah ketika Siti Nurbaya harus mau dinikahkan ( kawin paksa) dengan saudagar kaya tetapi tua yang tidak dia cintai sama sekali, Datuk Maringgi. Hanya karena keterpaksaan atas nama pengabdian kepada orang tua serta kekuatan harta yang membuat segalanya menjadi mungkin dilaksanakan.

Semua pastinya setuju pada akhirnya kawin paksa bukan cara yang terbaik untuk membina mahligai rumah tangga, rumah tangga harus dibangun atas dasar cinta, saling menghargai, saling menghormati dan yang terpenting adalah komitmen kedua belah pihak untuk terus bersama sampai ajal menjemput baik dalam suka dan duka.

Memilih pasangan seharusnya bukan ditentukan oleh pihak pihak lain, yang paling utama yang menentukan adalah si pasangan calon itu sendiri, karena pada hakekatnya dia yang paling tau dan paling tepat siapa yang cocok ya si "pengantin" itu sendiri.

Suhu kondisi perpolitikan tanah air saat ini dan beberapa hari kedepan, boleh dibilang cukup menghangat, ketika batas waktu pendaftaran calon presiden dan wakil calon presiden untuk 2019, mendekati batas waktu. Sampai saat ini diyakini akan terjadi pertarungan ulang antara Presiden petahana melawan penantangnya di pilpres 2014 lalu.

Walaupun untuk saat ini nama calon presiden sudah mengerucut menjadi 2 nama, tetapi yang menarik justru adalah mencari pendampingnya yakni calon wakil presiden. Istilahnya, pengantinnya sudah siap tinggal mencari pengantin wanitanya.

Dan inilah yang menjadi masalah saat ini, baik di kubu petahana maupun di kubu penantang. Pilihan atas calon wakil presiden saat ini bukan domain seluruhnya dari sang calon presiden. 

Hal ini dikarenakan tidak ada satupun partai politik yang bisa mengusung sendiri calon mereka karena batasan 20 % persen suara yang diperoleh pada pemilu 2014. Namun walaupun bisa sendaianya meraih 20 % partai nampaknya juga harus bersekutu dengan partai lainnya, karena tidak mungkin juga mengusung sendiri, dengan kebutuhan logistik yang begitu besar.

Secara tidak langsung calon presiden sebenarnya tersandera kepentingan para partai politik dengan segala macam ambisinya masing -- masing.  Idealnya adalah setiap calon presiden menyerahkan 1 nama, paling banyak 2 nama yang menurut dia pribadi paling ideal mendampingi diriya. Dari nama tersebut kemudian di komunikasikan ke partai pendukung untuk dievalusi dan diterima dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan begitu presiden nantinya bisa bekerja dengan lebih tenang karena orang terdekatnya adalah pilihannya sendiri.

Namun, kondisinya seperti terbalik saat ini. Proses pemilihannya bukan dari sang calon presiden yang mengajukan, tetapi dari para partai politik yang mengajukan. Dan susahnya kalo setiap partai pendukung mempunyai jagonnya masing -- masing serta tak mau kalah. Jargon "pokoknya" menjadi senjata terakhir. Kami ikut dengan syarat kepentingan kami diakomodir atau kami cabut dukungan.

Di kubu petahana hal ini nampaknya sudah selesai, karena para partai pendukung pemerintah sudah bisa duduk satu meja untuk mengajukan satu nama, dan sepertinya nama tersebut sudah disetujui oleh calon presiden, tinggal tunggu waktu yang tepat melihat hari baik untuk mengumunkan kepada publik.

Di kubu penantang, situasi agak sedkit rumit, walupun sudah ada kesepakatan siapa yang akan menjadi calon presiden,tetapi untuk calon wakil masih menjadi perebutan antar partai pendukung. Setiap partai tentunya mempunyai pertimbangan serta alasan tersendiri mengapa calon yang diajukannya paling layak mendampingi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun