Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Zumi Zola, Pemimpin Muda yang Tak Kuasa Melawan Arus

18 April 2018   23:32 Diperbarui: 18 April 2018   23:41 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Jambi Zumi Zola menaiki mobil usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/1/2018). | Foto: tribunnews.com

Ada nasihat yang berkata bahwa kalau mau menguji integritas seseorang maka cara yang terbaik adalah berikan dia kekuasaan. Sesorang cenderung berubah dari seorang idealis menjadi opurtunis setelah kekuasaan ada dalam genggaman.

Naiknya Zumi Zola ke panggung politik dengan menjadi Gubernur Jambi melalui Partai PAN, awalnya memberikan harapan munculnya tokoh-tokoh muda yang akan membawa harapan lebih baik terhadap kehidupan perpolitikan di Indonesia. muda, ganteng (dari kalangan artis), terkenal  dan lumayan tajir. Adalah gambaran sosok Zumi Zola pada awalnya. Dengan modal begitu seharusnya dia lebih dari cukup untuk bisa berbuat banyak terhadap masyarakat Jambi.

Belum lagi kalau kita ingat ketegasannya saat melakukan sidak tengah malam di sebuah rumah sakit, dimana dia memarahi para perawat dan dokter jaga yang kedapatan sedang "isitirahat". Di luar pro dan kontra tentang sidak tersebut, harapan masyarakat sebenarnya membumbung bahwa sosok Zumi Zola ini memang pemimpin yang dibutuhkan masyarakat.

Waktu terus berjalan, sampailah pada berita mengejutkan bahwa Zumi Zola akhirnya menjadi tersangka korupsi. Zumo Zola dianggap mengetahui serta menyetujui penggunaan anggaran yang nantinya akan diberikan kepada para anggota DPRD sebagai "uang pelicin" atau lebih dikenal sebagai "uang ketok" untuk memuluskan pengesahan APBD.

Memang masih menjadi perdebatan siapa yang paling salah, apakah DPRDnya atau kah sang Gubernur. Yang jelas dua -- duanya salah kalau terbukti. Keberadaan "uang ketok" sepertinya sudah menjadi rahasia umum. Eksekutif dalam hal ini GUbernur/Bupati/Walikota sesuai prosedur memang harus mendapatkan persetujuan anggota dewan agar RAPBD mereka disetujui dan menjadi APBD. 

Bagi para anggota DPRD sendiri, momen bahwa kepala daerah minta tanda tangan DPRD untuk pengesahan , dianggap moment terbaik untuk mendapatkan uang tambahan. Tarik menarik kepentingan dan saling sandera sebenarnya menjadikan posisi Gubernur menjadi lemah. Apalagi kalau gubernur tersebut tidak mau ambi resiko berkonfrontadengan para anggota DPRD. Cenderung bermain aman sama -- sama mencari jalan tengah, walaupun sebenarnya hal tersebut merugikan masyarakat.

Zumi Zola akhirnya tunduk dan mengikuti  "aturan main" yang diciptakan oleh DPRDnya. Zumi Zola memang tidak segila dan senekad seorang Ahok yang sanggup melawan seluruh anggota DPRD dan menguliti semua RAPBD satu persatu sehingga ditemukan banyak penyimpangan. Zumi Zola tidak kuasa untuk melawan arus yang begitu kuat menerjangnya. Pilihannya untuk ikut harus harus dibayar mahal dengan menjadi tersangka kasus suap.

Saat ini Zumi Zola telah resmi menjadi tersangka dan sudah dikenakan rompi orange, sebagai rompi "kebesaran" bagi siapapun yang terkena jerat KPK. Sangat disayangkan memang bahwa karir politiknya yang sedang cemerlang harus berakhir di usia yang muda ini.

Belajar dari kasus Zumi Zola ini, bahwa kasus korupsi kadang bukan saja murni dari keinginan seseorang untuk memperkaya diri, tetapi bahwa system yang sudah sedemikian rupa terbentuk memang kadang susah untuk dilawan. Pilihan pahit memang melawan arus maka jalannya pemerintahan bisa tersendat, bahkan bisa juga dilengserkan dengan berbagai cara. Mengikuti arus juga ada resiko seperti tertangkap KPK. Seharunya diatas segala hal tersebut kepepimpinan yang bersih tetap menjadi nomor satu. Harus ada keberanian dan integirtas diri berdir diatas kepentingan yang lain.

Semoga Zumi Zola dapat menjalani segala proses hukumnya dengan tegar. Apapun keputusan nantinya harus diterima sebagai konsekuensi atas perbuatan yang telah dilakukan. Untuk para koleganya juga kalau terindikasi meminta uang suap juga harus ditindak lewat aturan hukum yang berlaku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun