Mohon tunggu...
Gwyneth Mandala
Gwyneth Mandala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

luscus cultricem.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menguak Kisah Bejat di Balik Gemilangnya Produk H&M dari Bilik Cultural Jamming.

30 Maret 2021   21:42 Diperbarui: 30 Maret 2021   22:10 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Elegant banget ya produk itu ?

Hah ? H&M lagi Sale Up To 50% ? Gas !

Mendengarkan nama produk yang satu ini tentu bukan hal baru lagi dikalangan masyarakat atas hingga bawah. Brand fashion asia satu ini sudah berhasil merintih 62 negara dengan jumlah toko mencapai lebih dari 4500an. Di Indonesia sendiri gerai H&M sudah menyebar di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Bali, Solo, Batam, Medan, Yogyakarta juga Surabaya.

Lalu ada apa dengan logo H&M ? Mengapa diplesetkan seperti itu ?

Apakah ini bagian dari bentuk protes ? Lalu protes mengenai apa ?

        Sebelum lebih jauh melihat kisah pelik di balik gemilangnya brand fashion ternama ini, mari simak melalui sudut culture jamming!

        Berbicara dari sisi media tentunya identik dengan berita, dimana sejak awal media selalu dianggap dapat menyediakan sumber terpercaya, karena sudah sebagaimana mestinya seorang jurnalis media dituntut untuk menyodorkan informasi kepada publik berdasarkan fakta yang ada. Pada dasarnya hal ini seperti sudah diatur media agar mampu mempengaruhi pikiran masyarakat sebagai seorang penikmat media atau audience. Semenjak adanya media baru sebagai audience tentu lebih mudah untuk mengakses informasi secara instan, permasalahannya hanya apakah informasi itu benar sesuai fakta atau hanya hoax pencari sensasi ? Pasalnya masih banyak pengguna sosial media dan internet yang tidak bijak, langsung percaya begitu saja apa kata internet, tidak dicari atau difilter terlebih dahulu kebenarannya.

Media seharusnya hanya mengekspos kebenaran semata, tidak dilebihkan, tidak dikarang, tidak subjektif, maupun berdasarkan asumsi sendiri, semuanya harus berdasarkan fakta yang ada dan harus mendapatkan izin untuk menyebarkan berita tersebut dari sumber informasi tersebut atau yang bersangkutan. Bukan hanya itu, media baru sekarang juga bisa menjadi tempat untuk berpendapat, berkritik secara bebas namun tetap memiliki aturan, bentuknya biasanya bisa seperti meme yang bahasanya cenderung sarkastik dan menyentil pembacanya. Apa yang masyarakat luapkan di media memiliki pengaruh dan dampak yang cukup besar bagi lingkungan kita, maka itu berbijaklah menggunakan media, dan sebisa mungkin tidak menyebarkan kebencian melalui sosial media.

A.    Makna Culture Jamming

Culture Jamming sendiri merupakan hal yang meneror masyarakat untuk melawan suatu lembaga atau corporate. Budaya artistik "terorisme" ditunjukkan terhadap masyarakat informasi dimana kita hidup. Budaya jamming ini menjadi suatu aliran alternatif dan bagian dari media baru. 

Culture jamming berperan dalam bentuk budaya populer, dimana budaya jamming mencoba untuk mengemas ulang suatu pesan sebelumnya menjadi suatu pesan baru yang berisi makna kiasan atau mengandung kritikan atau hal sarkasme dengan tujuan menjatuhkan dan mengkritik suatu budaya lainnya. Akan tetapi, secara sederhana dapat diartikan bahwa culture jamming sebagai suatu gerakan design yang keberadaan awalnya muncul didasarkan sikap anti kapitalisme, dan menjadikan desain untuk menjembatani sikap kontra mereka terhadap segala produk dari kapitalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun