Fajar menyingsing mengiringi perjalanan kami menuju destinasi selanjutnya setelah sebelumnya kami mengeksplorasi kawasan pabrik gula Jatiroto, mobil berjalan perlahan melewati beberapa perkampungan kecil dan area perkebunan tebu yang cukup luas, sejauh mata memandang hanya ada pepohonan rindang dan perkebunan tebu yang sudah siap untuk di panen, dibeberapa petak kebun juga sudah mulai dilakukan pemanenan oleh pekerja pabrik.
Sepanjang jalan menuju lokasi ini kami berpapasan dengan beberapa truk tebu dengan ukuran yang cukup besar sedang membawa hasil panen yang disusun menjulang tinggi, dan ada bekas jalur lori pabrik gula yang kini sudah tidak dipergunakan, dahulu lori tersebut membawa hasil panen melintasi persawahan yang cukup luas melintasi desa-desa disekitar pabrik bahkan hingga berbeda kecamatan, sayang modernisasi pengangkutan tebu menjadikan moda pengangkutan dengan lori sudah tidak dipergunakan lagi dengan dalih efisiensi
Tiba di lokasi tujuan kami disuguhkan pemandangan yang cukup membuat mata terbelalak lebar, tak disangka ditengah ladang perkebunan tebu terdapat sekumpulan rumah era kolonial yang cukup megah, asri dan terawat ini. nama daerah ini adalah Persil Rojopolo, lahan perkebunan yang masih dikelola oleh PG Jatiroto hingga saat ini.Â
Setelah memarkirkan kendaraan di halamannya yang sangat luas dan rindang, langkah kaki membawa kami menuju salah satu rumah dinas yang sedang terbuka dan terdapat beberapa peralatan tukang serta di bagian belakang terdapat beberapa tukang mengerjakan perbaikan di area rumah tersebut, setelah berbincang dengan beberapa tukang kemudian kami dipersilahkan melihat-lihat keindahan bangunan tersebut. kayu kayu kayu dimanapun kami mengamati rumah ini semuanya terbuat dari kayu, termasuk tangga, dinding dan lantainya, bahkan ini masih asli sejak jaman kolonial.Â
Menurut hemat kami mengapa rumah dinas di area Jatiroto ini dibuat menjadi rumah panggung tidak seperti rumah dinas lainnya yang menapak tanah, karena daerah ini masuk kedalam kategori tanah basah dan rawa, serta lokasinya yang dikelilingi pegunungan menjadikan daerah ini adalah lembah dan tanah cekung.Â
Mengapa kami berasumsi seperti itu? karena disebelah selatan daerah Rojopolo ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Rowokangkung yang mana hingga kini masih menjadi langganan banjir, dan jika dilihat dari toponiminya yang berarti rawa yang ditumbuhi tanaman kangkung. Maka dari itulah pihak kolonial membangun rumah dinas ini dengan konsep rumah panggung dan dilengkapi dengan kanal-kanal tempat penampungan air
Hingga kini beberapa rumah di area ini masih difungsikan oleh perusahaan sebagai kantor dan bengkel alat berat seperti Traktor dan truck pengangkut tebu, terlihat dari beberapa pekerja yang sedang memperbaiki alat berat dihalaman rumah lainnya. oh ya meskipun rumah ini sudah berdiri seabad yang lalu tetapi tidak ada kerusakan berarti pada bangunan tersebut, mengingat bangunan ini full kayu bahkan dindingnya terbuat dari gedek / sesek bambu yang dilapisi oleh semen dan tidak menggunakan batu bata sama sekali.Â