Mohon tunggu...
Agusto Reynaldo
Agusto Reynaldo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca

Pembaca yang sesekali menulis. Akan fokus di Cerpen dan Film. (Selain dua topik itu mungkin sedang sok tau saja)

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Game of Thrones" atau Lame of Thrones?

21 Mei 2019   18:22 Diperbarui: 21 Mei 2019   18:34 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisa Stark yang tersisa (apnews.com)

Daenerys Targaryen menghilang bersama naganya, Drogon.

Jon Snow (Aegon Targaryen) diungsikan ke The Wall.

Sansa Stark menjadi Ratu di Utara, mendeklarasikan diri sebagai wilayah independen di Westeros.

Arya Stark mengembara menuju barat, mencari tahu apa yang ada di barat Westeros. (What's west of Westeros?)

Bran Stark menjadi Raja, berdasarkan musyawarah para petinggi daerah setempat.

Tyrion Lannister menjadi tangan kanan Raja.

Itulah akhir kisah dari setiap tokoh berpengaruh di serial televisi HBO, Game of Thrones, yang diadaptasi (sebagian) dari rangkaian kisah "A Song of Ice and Fire" karya George R.R. Martin. Total 8 musim, 73 episode, telah mengudara untuk membawa kita menuju ke sebuah konklusi atas intrik politik yang terjadi di tanah Westeros.

Menurut saya, akhir kisah dari setiap tokoh berpengaruh di GoT sudah sangat pas. History repeats itself, kalimat kesukaan George R.R. Martin. Bagaimana Jon Snow, pria linglung yang selalu bingung di setiap kesempatan, berakhir di The Wall, bersama kaum terpinggirkan yang peduli setan dengan intrik politik, bahkan kehidupan bermasyarakat yang seharusnya. Daenerys Targaryen, wanita yang berambisi menjadi Ratu hanya karena garis keturunan dan suratan takdir, berakhir ditikam oleh pria yang selama ini dicintainya, karena sikap menghalalkan segala caranya yang sudah kelewat batas.

Bahkan Bran Stark, yang pengukuhannya sebagai Raja berhasil membuat warga internet terbelah dua reaksinya, menurut saya adalah orang yang paling pas untuk mengisi posisi tersebut. Karena, selain dia adalah orang yang paling tidak menginginkan kekuasaan dari semua kandidat yang ada, Bran juga memiliki pengalaman dan pengetahuan yang jauh di atas mereka. Kalau pengetahuan adalah kekuatan, Bran adalah yang terkuat di semesta Game of Thrones.

Adegan yang paling menyentuh hati (newsweek.com)
Adegan yang paling menyentuh hati (newsweek.com)

Tapi, yang menjadi kekecewaan saya dan hampir semua penggemar setia serial ini adalah bagaimana perjalanan menuju akhir cerita itu. Ketimbang mengajak kita melihat dunia melalui sudut pandang tiap tokoh lebih lama lagi, kita langsung dijejali kesimpulannya begitu saja.

Sebenarnya, penulis skenario tidak berkewajiban menjelaskan setiap pertanyaan atau keputusan yang diambil oleh tokoh di dalam dunianya, tetapi tentu saja harus masuk akal.

Sebagai penggemar cerita fiksi, apalagi yang bergenre fantasy, sebenarnya beberapa hal "kontroversial" yang terjadi sudah saya prediksi sebelumnya. Littlefinger dibunuh keluarga Stark, Danny menjadi Mad Queen, Jon tidak menjadi Raja seperti yang dijanjikan, kematian Cersei Lannister yang tidak mengenaskan, bahkan tahta yang pada akhirnya lenyap, semua sudah muncul di otak saya sebagai beberapa kemungkinan yang akan terjadi.

Yang tidak ada di otak saya adalah perubahan Daenerys Targaryen menjadi Mad Queen hanya dalam beberapa menit saja (beberapa episode kalau sikap plintat plintutnya dihitung). Atau bagaimana Cersei dan Jaime Lannister tewas tertimbun reruntuhan bangunan, padahal kalau mereka mau bergeser 5 langkah ke kiri, mereka akan sehat walafiat.

Dracarys! (latimes.com)
Dracarys! (latimes.com)

Hal-hal seperti itulah yang membuat Game of Thrones, kandidat kuat untuk menjadi serial televisi terbaik sepanjang masa, malah menjadi salah satu serial yang tergaring. Yang menjadi pertanyaan besar untuk saya, bagaimana bisa hal ini terjadi? Memiliki penggemar loyal yang masif dan kucuran dana yang bisa dibilang tidak terbatas, mengingat serial ini adalah andalan utama HBO, seharusnya tidak ada alasan serial ini dipaksa tamat begitu saja.

Setelah saya mencari tahu apakah ada masalah internal di tim produksi GoT atau tidak, saya baru tahu kalau D&D (David Benioff & Daniel Weiss) dipercaya untuk menyutradarai Star Wars, film kolosal yang jumlah penggemarnya bersaing, kalau tidak mau dibilang lebih banyak, dari Game of Thrones. 

Akhirnya banyak berita miring bermunculan tentang bagaimana D&D sengaja mempercepat akhir perjalanan Game of Thrones. Walaupun hal ini belum bisa diverifikasi, pernyataan George Martin yang berpendapat bahwa Game of Thrones masih bisa berlanjut 4 sampai 5 season lagi makin membuat kabar burung itu diamini oleh pihak-pihak yang kecewa oleh season terakhir ini.

Benar atau tidaknya kabar tersebut, Game of Thrones sudah tamat.

Serial yang kita semua sayangi, serial yang membuat hari Senin kita sedikit berwarna, serial yang menginspirasi banyak orang bahwa dunia sudah siap dengan genre fantasy, di mana sihir, naga, zombie, dan semua yang ajaib di sekitarnya, apabila dikemas dengan baik mampu menarik perhatian banyak orang.

Para pemeran di Season 8 (inquisitr.com)
Para pemeran di Season 8 (inquisitr.com)

Sepertinya saya akan membeli rangkaian "A Song of ice and Fire" setelah ini, tenggelam dalam semesta Westeros lagi. Ditambah unsur sihirnya yang jauh lebih banyak dibanding yang ditampilkan di serial televisi, tidak ada alasan untuk saya tidak menghabiskan buku itu, sembari menunggu George Martin menyelesaikan 2 buku terakhir untuk melengkapi rangkaian tersebut.

Mungkin pembaca memiliki rekomendasi serial televisi atau buku yang tidak jauh beda kisahnya dengan Game of Thrones?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun