Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena "Human Dancing" yang Tidak Etis

13 Januari 2023   16:03 Diperbarui: 13 Januari 2023   16:13 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Human Dancing merupakan fenomena yang lumrah pada zaman now. Perkembangan teknologi dan pertumbuhan masyarakat yang semakin pesat di berbagai pelosok dunia memicu berbagai perubahan dalam diri manusia. Tanpa mendiskreditkan aplikasi tertentu dalam social media network, kita dapat melihat bagaimana orang-orang menjadi sangat luwes akhir-akhir ini. Orang menjadi lebih mudah untuk menggerakkan tubuh atau mengekspresikan perasaannya lewat berbagai gerakkan yang ditawarkan dalam beberapa aplikasi SMN (social media network).

Dapat disebutkan salah satu aplikasi tersebut ialah Tik Tok. Sejauh perkembangannya, aplikasi ini dulunya dikenal dengan sebutan Douyin. Nama ini serta merta menunjukkan asal muasalnya. Dengan mudah dapat ditebak jika ia berasal dari China. Aplikasi ini dulunya sebuah platform yang berguna untuk memutar musik (asal Tiongkok/China) saja. Dan selanjutnya dalam pertumbuhkembangannya menjadi platform paling terkenal yang mendunia. Bahkan sampai saat ini pun Tik Tok mampu menjadi platform dengan pengguna terbanyak yang pernah ada. 

Seiring perkembangan zaman yang terjadi, dan munculnya pandemi covid-19, membuat aktivitas untuk keluar rumah dibatasi di berbagai belahan dunia. Hal ini justru membuat banyak orang menjadi frustrasi dan terjebak bahkan terkurung hanya dirumah saja. Padahal manusia pada dasarnya adalah makhluk yang selalu bergerak (moving). Mereka yang berada dibalik aplikasi Tik Tok sungguh membaca hal tersebut dan kemudian menghadirkan berbagai konten menarik, efek, dan musik menarik, serta koreografi tarian yang dapat diikuti oleh setiap orang. 

Tarian atau gerakkan yang sederhana dapat ditiru dan diikuti oleh setiap orang. Justru hal itu menjadi apa yang selanjutnya dapat disebut sebagai proses penguraian semua emosi yang ada. Ekspresi emosi yang dipicu karena pembatasan pada fisik manusia tersebut. Dan terlebih lagi, orang dapat saling terhubung dengan siapa saja tanpa harus kontak fisik. Maka, hal yang lumrah ketika kita sekarang dapat melihat orang dengan mudahnya melakukan gerakkan di depan HP yang terhubung pada platform Tik Tok. 

Orang zaman now melihat ini sebagai hal yang biasa saja. Orang bahkan tidak malu dan dengan terang-terangan menari dan melakukan gerakkan seperti yang ada dalam platform tersebut di tempat umum. Orang pun dengan mudah melakukan gerakkan koreografi ketika lantunan musik diputar begitu saja. Sampai saat ini, setiap orang di pelosok dunia manapun dapat dipengaruhi dengan perkembangan atau trending yang ada pada platform Tik Tok.  Inilah fenomena yang pantas untuk ditelusuri lebih lanjut. Dan lebih baik lagi diteliti dari berbagai sudut bidang studi ilmiah. Namun, saat ini kita membatasi uraian atas problem di atas dalam bingkai refleksi filosofis.

Secara filosofis, manusia harusnya mampu mempertanyakan semua hal yang ada baik di dalam diri maupun di luar dirinya. Proses untuk mengajukan pertanyaan merupakan langkah paling dasar yang harus dilewati oleh setiap manusia yang adalah manusia. Bahkan lebih dari itu, hidup yang dimiliki oleh manusia harusnya direfleksikan agar hidup itu menjadi penuh makna. Karena hidup yang tidak mampu direfleksikan merupakan hidup yang tak berarti. Untuk sampai pada tahap tersebut, dibutuhkan kesadaran. 

Manusia perlu membangun kesadaran akan segala sesuatu yang dihadapinya. Kesadaran bahwa ia sedang mengalami berbagai kemalangan, penderitaan, bahkan keterbatasan karena pandemi dan lainnya. Kesadaran itu, selanjutnya perlu diberi bobot atau dimaknai. Fenomena pandemi covid-19 dan lock down atau pembatasan yang terjadi, sesungguhnya tidak boleh membatasi pola pikir yang penuh etis. Artinya, kita perlu tahu mana ruang privat dan publik. 

Mana hal-hal yang perlu dibagikan dan hal-hal yang tidak perlu dibagikan. Di sana kesadaran untuk bertanya sangatlah penting. Karena dengan demikian kita dapat mengontrol perilaku sosial kita ketika berada di lingkungan publik. Memang, benar bahwa realitasnya kita seperti dibatasi selama kurang lebih 2 tahun. Namun kesempatan yang diberikan tidak boleh disia-siakan begitu saja bahkan menempatkan kita pada ketidaksadaran sebagai seorang manusia.

Tanpa menyalahkan platform Tik Tok yang menawarkan berbagai kreativitas dan bahkan membantu manusia untuk mampu mengekspresikan emosinya, manusia itu yang hadir di sana, yang kemudian menjadi user, perlu sadar. Sadar bahwa ia yang mengontrol platform tersebut, dan dia yang mengatur dirinya, bukan platform yang mengatur dan mengarahkan dia.

Semoga kita mampu meng-handle fenomena "human dancing" yang sudah menggerogoti setiap seluk beluk hidup manusia. Semoga kita mampu menempatkan diri dan bersikap layaknya manusia yang mampu memanusiakan manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun