Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Trihari Suci bagiku di tengah Pandemi Covid-19

28 September 2021   09:35 Diperbarui: 28 September 2021   09:46 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa makna Trihari Suci bagiku di saat sementara menghadapi krisis virus Corona?

Perayaan Trihari Suci merupakan perayaan iman yang selalu saya nantikan untuk dirayakan bersama dengan keluarga maupun dengan para konfrater. Perayaan ini selain inti dari perayaan iman Gereja juga merupakan perayaan untuk memperbaharui semangat iman dalam diri saya. Ketika dosen Liturgi Khusus memberikan pertanyaan reflektif di atas kepada saya, muncul kesadaran yang mendalam di lubuk hati saya. 

Kesadaran akan pentingnya makna dari peryaan Trihari Suci bagi saya, terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang sedang menjadi masalah bagi dunia ini. Saya sebagai bagian dari anggota komunitas di Biara Hati Kudus Skolastikat MSC Pineleng, harus mengikuti segala ketentuan yang telah dibuat oleh para Pembina di dalam rumah bina ini. Ketentuan dan kesiapan untuk mengikuti perayaan ini pun dibuat sesuai dengan arahan pemerintah dan Gereja lokal. 

Perayaan Trihari Suci tahun ini, sangatlah berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kami merayakan perayaan secara sederhana, dengan tidak dihadiri oleh umat selain, karyawan komunitas. Saya sendiri mengikuti Perayaan Kamis Putih dan Malam Paskah di unit Manado, sedangkan Jumat Agung di Kapel Besar komunitas. Ketika mengikuti perayaan yang penuh berahmat di unit Manado, saya turut mempersembahkan diri dan juga keluarga serta semua orang yang sedang dilanda penyakit yang mematikan ini. 

Waktu mengikuti Jumat Agung di Kapel Besar bersama para pastor dan karyawan komunitas, saya mengambil bagian dalam tugas liturgi untuk membaca Kisah Sengsara. Dalam keadaan yang demikian, saya menyadari betapa kurang semarak dan meriahnya perayaan yang sakral ini (Trihari Suci). 

Kurangnya partisipasi dari umat juga mempengaruhi psikologi iman dalam perayaan ini, namun tidak mempengaruhi penghayatan iman saya. Kesadaran akan realitas yang ada, di mana banyak umat yang berada di luar tembok biara ini, tidak dapat mengikuti secara langsung perayaan iman baik Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paskah, membuat saya pun akhirnya memutuskan untuk mulai bersyukur. 

Ya, saya bersyukur karena masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk dapat merayakan Trihari Suci secra langsung, bahkan dapat berpartisipasi aktif dalam perayaan tersebut, entah sebagai pemazmur, lektor, atau juga pembaca Kisah Sengsara. Perayaan Trihari Suci tahun ini amatlah bermakna bagi saya, karena saya diajarkan untuk mempersiapkan diri dengan baik sebelum tampil dan menjalankan tugas. Saya juga merasa semakin bertanggungjawab atas intensi doa-doa yang diharapkan oleh keluarga atau kenalan saya di luar yang tidak sempat mengikuti perayaan yang sakral ini secara langsung.

Perayaan Trihari Suci dalam masa pandemi ini, mengajarkan saya bagaimana semangat untuk berkorban bagi orang lain. Pengorbanan yang saya maksudkan ialah berkorban dalam doa dan tugas tanggungjawab yang dipercayakan. Saya belajar untuk menjadi pendoa yang baik bagi mereka (umat) yang membutuhkan berkat dan rahmat Tuhan bagi hidup mereka. 

Saya juga memposisikan diri sebagai perwakilan umat ketika hadir secara langsung dalam perayaan Ekaristi yang dipersembahkan dalam Perayaan Trihari Suci baik di unit maupun di kapel Skolastikat. Saya sadar bahwa itulah panggilan saya ketika mengikuti perayaan yang sarat akan makna ini. 

Dalam Perayaan Trihari Suci, Kristus telah mengorbankan dirinya, rela wafat dan akhirnya bangkit pada hari yang ketiga, saya pun hendak belajar dari-Nya. Walaupun saya masih jauh dari kerelaan untuk berkorban yang ditunjukkan oleh Kristus sendiri. Kesadaran akan kelemahan saya ini, tidak membuat saya lalu menyerah dan tidak berbuat apa-apa atas krisis yang dialami oleh dunia ini. Saya akui bahwa rasa syukur amat begitu menguasai diri saya ketika mengikuti Trihari Suci dalam rumah bina ini. Saya juga semakin tergerak untuk selalu mendoakan mereka yang membutuhkan bantuan Kristus. 

Saya sendiri merasa tertantang untuk tetap setia kepada Kristus walaupun harus menghadapi kenyataan yang pahit ini. Saya melihat bahwa pengalaman mengikuti perayaan Trihari Suci tahun ini, menjadi pengalaman yang luar biasa dan amat mendalam. Saya pun tergerak untuk memaknai pengalaman spiritual saya ini, agar semakin setia lagi dalam mengikuti Kristus yang telah bangkit. Perayaan ini mengajarkan saya bahwa dibalik penderitaan dan pengorbanan yang kita lakukan dalam nama Tuhan, di sana ada keselamatan yang abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun