Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sekali Lagi, 'Typo' yang Menggelikan di 'Kompas'

27 Desember 2011   08:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:42 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_152068" align="aligncenter" width="640" caption="(ilust misplacedboy.wordpress.com)"][/caption]

Akhir tahun adalah saat yang tepat untuk mawas diri alias introspeksi. Mawas sebenarnya adalah sejenis monyet, jadi idiom mawas diri mungkin diciptakan untuk mengiaskan ’monyet yang sedang menyeringai di depan cermin’. Suratkabar ’Kompas’ yang meneguhkan dirinya sebagai pengampu bahasa Indonesia yang cermat ternyata tak luput dari kekhilafan ejaan yang menggelikan dan saya sudah menuliskannya pada beberapa artikel. Sebelum menutup tahun 2011, saya ingin menghadiahkan ’Kompas’ sebuah ’cermin’ untuk menertawakan diri sendiri. Mengapa? Karena typo (salah ketik) yang akan saya paparkan berikut ini memang lucu, kocak dan menggelikan.

Pada edisi Kompas 9 Desember 2011, ada berita berjudul ’Sisa Jembatan Kartanegara Dirobohkan Pascaevakuasi’. Di situ bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari menyatakan bahwa tiang jembatan atau pylon akan dirobohkan setelah evakuasi selesai dilaksanakan. Saya kutipkan kalimat pada paragraf tiga sebagai berikut : Menurut Rita, ada dua cara untuk merobohkan empat pylon yang masih berdiri, yakni diledakkan dan ditarik menggunakan kapal tanda atau tug boat. Tak perlu berpanjang lebar saya menerangkan, Anda pun tahu bahwa dia seharusnya tertulis dengan ’kapal tunda’.

Pada edisi Kompas 2 Desember 2011, terbaca sebuah judul ’Arroyo Diperintahkan Pindah’. Beritanya mengenai keputusan pengadilan Filipina yang memerintahkan mantan presiden Gloria Arroyo untuk pindah dari rumah sakit mewah yang bertarif 1.100 dollar sehari. Inilah kutipan pada paragraf pertama: Sebuah pengadilan di Filipina, Kamis (1/12), memutuskan memberi waktu lima hari kepada mantan Presiden Gloria Macapagal-Arroyo untuk pindah dari sebuah rumah sakit eksklusif ke sebuah fasilitas media yang dikelola militer. Kalau Anda membaca sepintas, mungkin akan kebingungan membayangkan mengapa Arroyo yang sakit tulang leher itu diperintahkan pindah ke ’fasilitas media’. Rupanya si editor kecolongan mengoreksinya dan seharusnya tertulis dengan ’fasilitas medis’.

Pada edisi Kompas 19 Desember 2011 tersua judul berita (Penyakit Sinusitis) ’Jangka Panjang Bisa Membahayakan Otak’. Di artikel ini dikupas pengaruh penyakit sinusitis yang dapat menjalar ke organ mata dan otak. Juga disebutkan bahwa sinusitis merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyakit asma sulit untuk diobati. Selanjutnya saya kutip kalimat pada paragraf terakhir sebagai berikut : Beberapa penyakit lain yang dapat memicu asma menjadi berat dan sulit dikontrol adalah gastroesophageal reflux disease (gangguan saluran cerna), obesitas, gangguan fungsi peta suara, gangguan psikis, alergi saluran napas, dan penyakit gangguan tidur berat. Anda pasti dapat menebak penulisan yang benar yaitu ’pita suara’.

Pada edisi Kompas 16 November 2011 ada tulisan mengenai kehidupan suram kaum transmigran asal Atambua di desa Wioi Timur, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Judul tulisan ini adalah ’Tak Seindah Janji Sebelum Berangkat’. Pada paragraf tujuh terbaca : Kehidupan transmigran menjadi terpinggirkan sejak pemerintah menghentikan pemberian jatah hidup berupa beras dan lauk pauk. Setiap keluarga transmigran mendapat beras sekitar 30-45 kilogram per bulan beserta ikan asing dan kacang hijau. Hah, ikan asing? Kenapa bukan ikan lokal saja? Ternyata si kuli tinta ’salah ketik’ lagi dan seharusnya tertulis ’ikan asin’. Mungkin sang wartawan terpengaruh oleh logat Sulawesi yang mengakhiri setiap kata dengan bunyi sengau (’ng’). Di sana, konon ’ibu bidan’ diucapkan dengan ’ibu bidang’ dan seterusnya. Dan untuk kesekian kalinya, nampaknya bung editor kecolongan meluruskan typo ini sebelum turun mesin cetak.

Seperti pada tulisan saya terdahulu, perlu dinyatakan bahwa typo ini memang tak mungkin dihilangkan sama sekali pada penerbitan koran. Dia merupakan bagian inheren dari tugas para insan pers. Jadi tak perlu dimasukkan dalam hati, dan cukup disikapi dengan senyum simpul, karena bukankah ada pepatah yang mengatakan ’tak ada gading yang tak retak’.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun