Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Rafinasi... Oh... Rafinasi!

23 Desember 2010   07:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:28 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1293088355877818013

[caption id="attachment_79633" align="aligncenter" width="425" caption="(ilust balancingmotherhood.com)"][/caption]

Hari-hari belakangan ini anda tentu agak sering membaca berita soal ‘gula rafinasi’. Mulai dari soal keputusan pemerintah untuk membuka keran impor gula rafinasi, soal protes keras petani tebu akan kekhawatiran membanjirnya gula rafinasi di pasaran yang akan mematikan industri gula tebu dalam negeri beserta polemik yang menyertainya. Saya sendiri tidak begitu memahami persoalan teknis gula rafinasi ini, bahkan istilah ini terdengar asing di telinga saya. Yang sedikit saya ketahui adalah, gula rafinasi ini warnanya lebih putih dari gula pasir dari tebu dan tidak bisa dicernakan oleh tubuh manusia karena ketiadaan enzym untuk mengolahnya. Istilah ’rafinasi’ yang bunyinya terasa genit ini mendorong saya untuk mencari referensi tentang seluk beluk jati dirinya.

Berpijak pada asumsi akan kelatahan masyarakat untuk ’sedikit-sedikit dan ramai-ramai’ mengindonesiakan istilah asing dengan akhiran –asi ( misalnya eliminasi, konfirmasi, gratifikasi, kriminalisasi, remunerasi, elaborasi, privatisasi, sosialisasi, mitigasi dan sebagainya), maka saya mencari kata rafination dalam kamus. Ternyata pencaharian saya tidak membuahkan hasil. Istilah ini tidak ada (non existent) dalam wacana bahasa Inggris. Selidik punya selidik, ternyata nama jenis gula dimaksud dalam bahasa Inggris adalah raffinose. Pada definisinya disebutkan raffinose adalah trisakarida (tiga serangkai sakarida) fruktosa, glukosa dan galaktosa yang biasanya disarikan dari gula bit (sugar beet), biji kapas (cotton seed) dan biji-bijian (cereals) yang lain.

Seperti kita ketahui, gula dalam susunan kimianya dapat berupa monosaccharide (contohnya glukosa, fruktosa, dan galaktosa), disaccharide (contohnya sukrosa alias ’gula pasir’, laktosa dan maltosa), trisaccharide (misalnya raffinose). Yang menjadi tanda tanya bagi saya adalah, mengapa raffinose ini diterjemahkan menjadi ’rafinasi’. Padahal nama-nama keluarga gula lainnya diterjemahkan dengan akhiran –osa, misalnya glucose menjadi ’glukosa’, fructose menjadi ’fruktosa’, sucrose menjadi ’sukrosa’, lactose menjadi ’laktosa’. Jadi sebagai konsekuensi logis, raffinose seharusnya diterjemahkan dengan rafinosa. Repotnya (kalau mau dikatakan repot), dalam pedoman penyerapan istilah-istilah asing di KBBI dengan akhiran (suffix), tidak dicantumkan aturan untuk kata-kata yang berakhiran dengan –ose ini. Jadi serupa dengan ’nasib’ raffinose, saya juga ingin mempertanyakan bagaimana kita mengindonesiakan kata cellulose, adipose dan prose.

Membincangkan kata-kata serapan berakhiran –asi yang nampaknya menjamur pemakaiannya di zaman kini, membuat sebagian besar dari kita seringkali ’kelimpungan’. Mengapa? Karena kata-kata yang dipandang elitis dan bergengsi ini justru membuat otak kita jadi blank (karena tidak memahami maknanya), padahal sesungguhnya istilah-istilah ini sudah mempunyai padanan yang bagus dan pas dalam bahasa Indonesia. Jadi menurut saya, pengumbaran kata-kata serapan asing (umumnya dari bahasa Inggris) ini, cuma untuk gaya-gayaan dan sok pamer kepintaran dari pengucapnya belaka. Ambillah contoh kata yang cukup trendy dipakai oleh para akademisi dan politisi yaitu ’negasi’. Istilah ini diambil dari kata Inggris negation yang sudah lama mempunyai padanan apik dalam bahasa Indonesia yaitu ’penafian’ atau ’penyangkalan’. Setiap kali saya membacadi koran ada penulis yang mengatakan menegasi, ingin rasanya saya berseru kepadanya : pakailah kata ’menafikan’ atau ’menyangkal’.

Anda mau tahu istilah-istilah lain yang sebenarnya sudah memiliki padanan bahasa Indonesia yang bagus? Inilah beberapa contoh diantaranya : eliminasi = penyisihan, eradikasi = pemberantasan, mobilisasi = pengerahan, elaborasi = penjabaran, kolaborasi = persekutuan, deforestasi = penggundulan hutan, mitigasi = peringanan, konfirmasi = penegasan, akreditasi = pengukuhan dan sebagainya. Alangkah indahnya kalau kita mendahulukan dan mengutamakan kata-kata Indonesia sebelum menjatuhkan pilihan kepada serapan kata-kata asing yang seringkali tidak berpijak pada bumi. Dan yang paling penting, inilah bukti kecintaan kita kepada bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun