Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kosakata Siluman di KBBI Itu Adalah "Setop"

7 Maret 2015   15:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:01 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Hari ini, saya terpana, terkesima, terperanjat, manakala membaca judul berita “Polri Harus Setop Kriminalisasi”. Yang membuat saya terbelalak mata adalah pengejaan kata “setop”. Pikiran yang pertama-tama terbetik dalam benak saya adalah mungkin ini kesalahan eja dari si wartawan yang kurang teliti berbahasa. Namun setelah saya telusuri pada berbagai media daring (online) yang lain (detik, tempo, vivanews, merdeka, inilah, solopos), ternyata semuanya menuliskan kata “setop” pada judul pemberitaan yang sama. Kepenasaran saya semakin terpicu, sehingga saya membuka buku Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke empat (termutakhir) untuk mendapatkan klarifikasi soal “setop” ini. Tergundahlah hati saya (to my dismay) mendapatkan di situ, bahwa penulisan yang baku memang adalah “setop”, bukan “stop”.

Saya belum menyerah menghadapi kenyataan yang ada di depan mata saya ini. Saya masih memiliki satu buku KBBI lagi, yaitu edisi ke dua dan pada kamus inilah saya menaruh harapan bahwa kata “stop” memang ada. Perjuangan saya memang tidak sia-sia, karena pada KBBI edisi kedua ini lema “stop” ini ada dan diberi definisi “berhenti”. Ihwal mana ejaan yang tepat, “stop” atau “setop” tentu masih terbuka untuk diperdebatkan, namun saya terus terang mempunyai prasangka, bahwa ada sejumlah kosakata siluman yang diselundupkan pada KBBI edisi terbaru, persis seperti kecurigaan Gubernur Ahok akan penyelundupan mata anggaran siluman pada RAPD DKI Jakarta.

Untuk membuktikan tudingan saya ini memang membutuhkan waktu yang lama dengan mencermati satu persatu kosakata yang ada pada KBBI edisi kedua dan keempat dan idealnya saya bisa memaparkan semua kosakata yang “siluman” itu. Dan itu saya akui belum saya lakukan. Namun demikian, saya sudah mempunyai petunjuk awal (wah, gaya bahasa pakar hukum nih) bahwa tengara saya ini memang ada. Kita perbincangkan sekarang mengenai “setop” dan “stop”. Di dalam kamus kita jumpai kata “stok” dan “staf”. Mengapa KBBI tidak mengejanya dengan “setok” dan “setaf”? Mengapa ada perbedaan perlakuan? Kebetulan pada hari ini, di koran Kompas halaman 1 (headline) saya membaca judul “Kriminalisasi Benar-benar Distop”. Saya mengangkat topi kepada Kompas yang berani “mbalelo” dengan tidak menuliskan “Disetop”, melainkan menuliskannya dengan “Distop”.

Ada satu kata lain yang yang membuat saya penasaran dengan KBBI edisi keempat ini. Kata itu adalah “romo”, sebutan yang sudah sangat akrab bagi pastor di kalangan penganut agama Katolik. Pada KBBI edisi kedua, kosakata “romo” ini masih ada, dan diberi tanda panah (→) “rama” untuk memberi petunjuk agar kita mencarinya pada lema “rama”, namun pada KBBI edisi keempat kata “rama” ini dihilangkan. Pada KBBI edisi kedua kata “rama” ini diberi definisi: 1. ayah 2. Kat padri, pastor 3. Kat panggilan untuk pastor. Pada KBBI edisi keempat, kata “rama” ini lenyap. Sesungguhnya, disamping penghilangan kata “rama” (yang saya anggap perbuatan siluman juga), ada lagi yang tidak “sreg” bagi saya yaitu pengejaan “rama” itu. Mengapa tidak dieja “romo” saja? Ada yang berargumentasi bahwa mengingat ini dari bahasa Jawa maka huruf “a” dilafalkan dengan vokal “o”. Terus terang, apabila “kaidah” ini memang berlaku, maka akan menimbulkan kebingungan, misalnya apakah kita menulis “kuno” dengan “kuna”, “legowo” dengan “legawa”. Jadi, saya mengusulkan pada pusat bahasa bilamana kelak akan menerbitkan edisi KBBI terbaru, memasukkan kembali lema “romo”, bukan “rama”. Sebetulnya, ada dua kosakata “siluman” yang pernah saya temukan pada KBBI edisi keempat ini, yakni “rudapaksa” yang diselewengkan dari makna “kekerasan, kekejaman” (pada KBBI edisi kedua) menjadi “paksa, perkosa” (pada KBBI edisi keempat) dan kata “lesung pipi” (pada KBBI edisi kedua) diubah menjadi “lesung pipit” (pada KBBI edisi keempat). Kedua kata yang bermasalah ini sudah pernah saya bahas pada posting yang lalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun