Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Dari "Kaka" Turun ke "Kakus" dan "Pekok"

26 Juni 2018   12:16 Diperbarui: 26 Juni 2018   12:32 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.youthmanual.com

Menyambangi cucu yang baru lahir di Kanada beberapa minggu berselang, saya mendapat pencerahan bahasa yang menurut saya cukup unik. Sebagaimana lazimnya pada bayi yang baru lahir, kami semua disibukkan dengan rutinitas ganti popok (diaper change), manakala dia "pipis" dan "eek".

Dua kata "pipis" dan "eek" ini adalah bagian dari sekumpulan kosakata balita yang dicirikan dengan pengulangan dua suku kata yang sama (atau hampir sama). Contoh lain misalnya "mimik" (minum), "nenen" (menyusu), "bobok" (tidur), "sisi" (buang ingus) dsb. Ternyata bahasa balita dengan pengulangan silabel yang sama ini juga ada pada bahasa-bahasa lain di dunia. Dan yang ingin saya soroti di sini adalah kata "kaka".

"Kaka" ternyata adalah sebutan untuk "eek" (faeces) yang ada pada popok (diaper) seorang bayi dan umumnya membuat bayi menangis karena merasa tidak nyaman. Jadi kalau sudah ada 'kaka" berarti kita harus segera melepas popok, membersihkan wilayah pantatnya dengan tisu basah dan menggantinya dengan popok yang baru dan kering. Jadi berulang kali saya mendengar kata "kaka" ini diucapkan oleh anak atau menantu saya manakala cucu saya menangis pertanda minta popoknya diganti.

Semula saya mengira istilah "kaka" ini dari bahasa Yunani (Greek) atau bahasa latin semata. Namun ternyata istilah "kaka" ini diadopsi oleh banyak bahasa-bahasa Eropa dan karena negara Kanada sangat multirasial, kata "kaka" ini boleh dibilang sudah terserap juga ke dalam bahasa Inggris.

Hasil pencaharian saya di Google menunjukkan bahwa istilah "kaka" dipakai dalam bahasa Ceko, Lithuania, Italia (dieja 'cacca'), Portugis (dieja 'cc'), Turki, Hongaria, Rusia, Spanyol (dieja 'caca'), Romania, Hibrani, Albania, Jerman (dieja 'kacken'), Belanda, Yunani (dieja 'kakke'), bahkan dari bahasa Inggris kuno 'cakken'.

Karena tangan kiri biasanya dipakai untuk cebok, maka dalam bahasa Inggris kuno ada sebutan "cack-hand". Orang yang kidal dalam bahasa Inggris disebut dengan "cack-handed". Dalam bahasa Belanda ada istilah "kakhuis" ('kak' = tahi, 'huis' = rumah') yang merujuk kepada "toilet" atau "WC". 

Uniknya, kata Belanda "kakhuis" ini diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi "kakus". Dalam bahasa Tamil ternyata juga ada istilah "kakkoos" yang juga merupakan serapan dari bahasa Belanda "kakhuis". Tak mengherankan karena di sebagian kawasan India, Belanda juga pernah berkiprah sebagai penjajah (kolonialis).

Yang lebih menarik lagi, dalam istilah slang Belanda ada "poppekak" ('pop' = boneka, 'kak' = tahi). Jadi secara harfiah dia berarti "tahi boneka". "Poppekak" dipakai sebagai kiasan untuk "hal-hal yang nonsens". 

Mungkinkah istilah "poppekak" ini lantas diserap ke dalam bahasa jawa "pekok"? Sangat mungkin. Kalau kita mengolok seseorang dengan "pekok", bukankah maksudnya kita ingin mengatakan bahwa orang itu "suka mengatakan hal-hal yang nonsens" alias "bloon"? Uniknya bahasa Inggris juga menyerap istilah Belanda ini menjadi "poppycock". 

Umpatan "poppycock" ini tentu saja terdengar usang, dan orang lebih suka menggunakan kata makian yang lebih modern "shit" atau "bullshit" (kita semua mafhum kan bahwa "shit" bermakna "tahi").

Dari kata "kaka" yang berarti "kotoran pada bayi" saya bisa berkelana ke pelbagai kata turunan seperti "kakus" (dari kata Belanda 'kakhuis') dan "pekok" (dari kata Belanda "poppekak"). Mengulik bahasa memang tak habis-habisnya membuat kita terpesona. Selalu ada hal-hal baru yang dapat dipelajari dan digali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun