Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Persembahan Paling Harum

25 Oktober 2017   18:23 Diperbarui: 27 Oktober 2017   01:33 2597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (agatemag.com)

Persembahan siapakah paling harum
Antara Kain dan Habel
Semerbaknya membungkus istana Tuan
Tuan memuji-muji jauh matahari
Menjadi jingkrak kijang kuda kancil sepanjang hari
Di hamparan padang rumput hijau

Sebab titah Tuan tidak tertuang pada
Dinding-dinding batu kulit-kulit kayu

Orang-orang mencari tanda dari rinai hujan
Bintang-bintang bulan-bulan
Dari musim-musim angin-angin
Dari jejak-jejak jingkrak
Di rumput-rumput rebah terinjak

Hanya musim panen adalah kemafhuman
Orang-orang mematok sebagai tanda Tuan berkenan
Seakan harga mati tepuk tangan pada tetesan keringat
Setiap gerak kaki tangan jadi liturgi sejati
Sedang uap tubuh jadi dupa termahal
Lalu semua ditatah rapi pada langit-langit mulut
Pada helai-helai rambut

Persembahan siapakah paling harum
Antara Kain dan Habel
Semerbaknya memekarkan senyum Tuan
Paling rekah penuh gairah dari segala kembang
Paling ranum penuh gelora dari sebagai buah
Paling pulen penuh geliat dari segala pepadian

Mengapa sekian lama Tuan diam saja
Ketika Kain mempersembahkan setangkup getah damar
Segala rempah menguar harum ke seluruh
Gunung lembah padang ladang

Mengapa lemak-lemak Habel malah menggirangkan Tuan
Tahta berjingkrak lebih semarak dari kijang kuda kancil

Bukankah persembahan puncak tetes keringat
Uap tubuh harum lebih dari dupa

Adam pun diam menyimpan kisah dalam getah
Daun-daun kulit-kulit kayu menyentuh tanah
Darah pertama melamur kulit menjadi jubah

Tersebab kisah kesah bersimbah kesal itukah
Tidaklah harum bebuahan dan pepadian
Tiada senyum untuk sedikit berpura-pura

Tuan mengeraskan hati mengeraskan tanah-tanah
Mencuatlah karang-karang di permukaannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun