Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bunga-bunga Ungkapan Rasa

29 April 2017   15:05 Diperbarui: 30 April 2017   00:40 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.suara.com/news/2017/04/29/081100/fadli-zon-dapat-kiriman-bunga-pembalasan-dari-pendukung-ahok

Ungkapan “katakan dengan bunga-bunga” (say with flowers) seringkali dikaitkan dengan suatu penyampaian rasa simpati atau suka terhadap siapa atau apa. Setangkai bunga, seringnya, ditujukan pada seseorang untuk menyatakan rasa suka, ikut berbahagia, dan seterusnya. Karangan bunga, tentunya, berbeda lagi, termasuk pembukaan suatu tempat usaha.

“Bunga-bunga selalu membuat orang lebih baik, lebih bahagia, dan lebih berguna; bunga-bunga adalah matahari, makanan, dan obat bagi jiwa,” tulis Robert Adhi (Kompas,26 April 2017), yang mengutip kalimat Luther Burbank. Tulisan tersebut berkaitan dengan banjir karangan bunga di Balaikota Jakarta yang tertuju kepada Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Wakil Gubernur Djarot Hidayat dalam masa penghujung jabatan mereka pasca-kekalahan Pilkada 2017 putaran kedua.

Banjir karangan bunga. "Sampai pukul 14.20 WIB, karangan bunga yang kita terima sudah 4.206 buah," kata Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri, Mawardi kepada wartawan, Jumat (28/4/2017). Sebelumnya, pada 26 April, Mawardi menyebutkan angka sekitar 1.000.

Itu baru di Jakarta. Masih ada lagi yang jauh di luar Jakarta, meski jumlahnya tidaklah banyak. Dan itu merupakan suatu pengungkapan rasa yang luar biasa, dan memang di luar kebiasaan, jika dikaitkan dengan masa akhir jabatan beserta kekalahan yang pernah dialami gubernur sebelum-sebelumnya.

Setangkai bunga saja sudah terlihat indah, apalagi dirangkai dalam sebuah karangan, yang berdampak psikologis “selalu membuat orang lebih baik, lebih bahagia, dan lebih berguna” dan berfilosofi “bunga-bunga adalah matahari, makanan, dan obat bagi jiwa”. Terlebih jika bernilai sekian ratus ribu rupiah per karangan.

Tetapi, ternyata, sesuatu yang indah bagi seseorang tidaklah menjadi indah bagi orang lain. Rasa suka seseorang terhadap siapa tidaklah selalu berdampak suka bagi orang lain. Seorang pemuda memberi setangkai bunga mawar untuk seorang pemudi yang disukainya memang tidaklah selalu membuat pemuda-pemudi lainnya suka. Cemburu, iri hati, atau dengki, tentulah begitu sebab tidak sukanya.

"Saya rasa masyarakat sudah tahulah. Itu bisa bukan efek positif yang didapat, tapi efek negatif, apalagi kalau ketahuan sumbernya itu-itu juga. Jadi pencitraan murahan," kata Politikus Fadli Zon di gedung MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (26/4/2017).

Efek negatif. Negatif, sepakat atau tidak, bukanlah suatu efek, dampak, atau hasil sampingan. Negatif sudah berasal dari dalam diri seseorang, meski sebenarnya lingkup wewenangnya jauh lebih luas (nasional) daripada secuil wilayah (regional).

Bunga yang indah bisa menjadi tidak indah bagi seseorang yang selalu menghidupkan sisi negatif hidupnya terhadap orang lain. Tentu berbeda apabila seseorang penghayat negatif tersebut mendapat karangan bunga bahkan ribuan dari para penyuka atau simpatisannya, ‘kan? Sayangnya jika seseorang tersebut adalah tokoh publik, yang disebut sebagian orang sebagai “tokoh panutan” (public figure). Apalagi, selama sekitar 2-3 tahun sebagian orang terdoktrin bahwa Ahok bermulut comberan, dan sangat tidak patut menjadi panutan sehingga Ahok kalah dalam pilkada kemarin.

Doktrin tentang bunga. Doktrin tentang suka. Doktrin tentang positif-negatif. Doktrin tentang tokoh atau pejabat publik. Doktrin tentang comberan. Dan doktrin-doktrin umum lainnya. Semuanya seringkali mendadak berhadapan dengan kebalikan dari doktrin umum. Buktinya apa, coba?

Pada 28 April sebuah karangan bunga masuk gedung DPR RI, bukan lagi Balaikota Jakarta. "Dear BP. Fadli Zon Mohon Titip Bunga Di sini yaa!! Karena Balaikota Sudah Penuh. Tim Pencitraan," demikian tulisan dalam papan bunga itu.

Ternyata “katakan dengan bunga” tidak bisa lagi mewakili satu ungkapan rasa, dan hanya terdoktrin pada satu nilai. Bukankah beginilah realitas hidup dengan rasa sering berbeda antarorang hingga sebagian orang pun sering pula mengungkap rasa dengan frasa “rasain lu!”?

*******

Panggung Renung Balikpapan, 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun