Mohon tunggu...
Taufiq Hidayat
Taufiq Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

anak kemarin sore dalam dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Humor

Memahami Cerita Rakyat Nenek Moyang yang Menyebalkan dan Bikin Untung

15 Juli 2020   22:50 Diperbarui: 3 November 2020   11:08 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa bulan belakangan ini semenjak dirumahkannya berbagai aktifitas di kehidupan, mungkin hampir atau bahkan seluruh orang dapat pembelajaran yang dalam banget maknanya, mulai dari berpikir ngapain terus-terusan overthinking---berpikiran jauh keangkasa berharap itu terwujud dengan cara hanya rebahan, toh hidup ini bukan tentang terus menghayal, sampai dengan berpikir bahwa baru kerasa ada manfaat juga yah dari ocehan atau intruksi orang tua yang sering kali keluar dari mulutnya.

Tidak sedikit orang mengalami hal yang demikian termasuk saya--ya ampun sebegitu datar hidup saya selama pandemi ini. Tapi lewat tulisan yang ingin saya bagi ini, semoga sedikitnya bisa mengubah pola pikir temen-temen pembaca tentang cerita rakyat nenek moyang.

Aneh kedengarannya ketika cerita rakyat zaman dulu bisa diterima sama anak-anak zaman sekarang, yang kadang dianggap sepele dan bahkan diabaikan begitu aja, bagaimana tidak? Soalnya saya pernah merasakan hal yang demikian dan semenyebalkan mendengarnya, begini ceritanya;

Suatu hari ketika saya pergi ke rumah nenek untuk mengambil ayakan---dalam bahasa sunda; alat kecil, bentuknya bundar untuk menyaring pasir, karena ada sesuatu yang harus dikerjakan sama bokap, terjadi percakapan ringan dengan Nenek, sebut saja Nek Ijah: "Nek minjem ayakan buat di rumah" ucap saya, langsung dengan gesit Nek Ijah mengambilkan ayakan lalu diberikan kepada saya.

Ketika ingin pulang ke rumah secara impulsif saya langsung menaruh ayakan di atas kepala saya karena waktu itu saya bawa motor dan sangat ribet dan susahnya ngebawa ayakan. Lagi-lagi terjadi percakapan ringan dengan si Nek Ijah: "A, ayakan jangan ditaro di atas kepala, pamali" kata Nek Ijah, sontak saya langsung merespon dengan lantang "kenapa Nek?", "pamali" dengan cepatnya Nek Ijah menjawab.

For your information, pamali itu kata bahasa sunda yang sering digunakan untuk melarang hal-hal yang berbau mistis. Karena ribet dan susahnya ngebawa ayakan, saya tidak menggubris kata-kata Nek Ijah karena sedikit menyebalkan, toh tidak ada salahnya bukan untuk menaruhnya di atas kepala, pikir saya.

Setelah sampai dirumah dan ngasih ayakan nya ke bokap, saya langsung berkontemplasi, memikirkan kata-kata dari Nek Ijah yang melarang untuk menaruh ayakan diatas kepala. Saya berusaha berpikir se-rasional mungkin untuk menggubris perkataan Nek Ijah.

Apa mungkin kalo menaruh di atas kepala akan mengganggu pengendara motor lain atau mungkin kalo dipakai di atas kepala akan mendapat anggapan seperti orang yang terganggu kejiwaanya---karena tidak memakai helm malah memakai ayakan. Yah begitulah buah dari pikiran saya yang berusaha untuk berpikir rasional.

Setelah kejadian itu, saya langsung teringat dengan cerita rakyat nenek moyang yang lain seperti; larangan untuk tidak melakukan aktifitas apapun didepan pintu, larangan untuk tidak tiduran dengan posisi tengkurap, larangan untuk tidak duduk di atas meja, larangan untuk tidak boleh bersiul malam-malam didalam rumah sampai dengan larangan untuk tidak boleh bermain gendang didalam rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun