Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

BJ Habibie, Ia Telah Pergi Menemui yang Dicintai

11 September 2019   20:43 Diperbarui: 12 September 2019   10:55 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hasil olahan pribadi

Saya mengenal Pak Habibie sebagaimana orang Indonesia mengenal secara umumnya. Imajinasi orang pintar yang menciptakan pesawat, hingga menjadi frasa paling mudah bagi masyarakat umum untuk menyemangati anaknya bagaimana meraih cita-cita.

Wajah Pak Habibie, senyumnya, cara ia menatap bendera Sang Saka adalah wajah dan senyum Indonesia. Indonesia yang sebenarnya. Jarang-jarang saya melihat orang besar Indonesia yang bisa selamat dari sapuan kuas politik yang ada di negeri ini.

Ia menjadi Presiden bukan karena perjuangan penuh ambisi sebagaimana banyak orang berjibaku habis-habisan untuk mendapatkannya. BJ Habibie, benar-benar prototipe manusia Indonesia yang hidup dan mengabdi untuk dan pada ibu pertiwi.

Ia adalah satu dari orang Indonesia yang pernah menyandang jabatan politis tanpa benar-benar pernah pernah menjadi seorang politisi. Ia adalah pesawat terbang Indonesia yang tidak mau menjadi mesin industri. Ia, garuda yang sebenarnya.

Lahir di Parepare Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936, tak banyak saya mengenal cerita tentang Ir. B.J. Habibie. Saya hanya mengenal kebesarannya dari falsafah yang membesarkannya.

Kata Pak Habibie: "Saya tidak pernah tidak bekerja. Kalau orang pernah tanya sama saya Pak Habibie kamu kok bisa begitu, mentalitet apa itu. Saya mentalitet sepeda.

Kalau Anda naik sepeda Anda berhenti Anda jatuh. Jadi kalau saya berhenti bekerja saya mati. Umur 80, kalau ditanya Habibie umur berapa, 90 kurang 10. Tapi jiwanya 17 tahun.

Tidak ada bedanya saya umur 80 tahun. Kenapa? Karena alasan-alasan tadi yang saya bilang itu. Itu motivasinya. Yang penting motivasi Dik. Semangat saya itu datang atas keyakinan dan kesadaran bahwa saya ini manusia. Produk dari masyarakat dimana saya hidup.

Saya dan keluarga saya, dulu dan sekarang dan masa depan adalah bagian terpadu dari masyarakat ini. Kalau masyarakat ini makmur ya keluarga saya ikut makmur. Karena itu saya terus tidak mau berhenti.

Saya bilang, tidak ada gunanya Anda IQ-nya tinggi tapi pemalas, tidak memiliki disiplin. Forget it. Yang penting adalah Anda sehat. Mau berkorban untuk masa depan yang lebih cerah. Dan Anda konsisten, bekerja keras dan berdisiplin.

Saya bersyukur sejak saya lahir sampai sekarang saya mampu membuat sinergi positif. Antara elemen agama, budaya, dan pengertian ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya bersyukur bisa menyelesaikan semua masalah-masalah yang saya hadapi. Dan terasa orang di sekitar ikut menikmatinya. Itu filsafah yang diberikan oleh ayah saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun