Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Money Politics "No", Uang Saku "Yess"

29 Desember 2018   10:36 Diperbarui: 29 Desember 2018   10:40 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hasil olahan pribadi

Sebuah percakapan terjadi pagi ini di sebuah pasar tradisional antara pedagang telur dan seorang timses yang mengabarkan akan kehadiran salah satu tokoh peserta Pilpres 2019 di pasar itu esok paginya. Dan kemudian dialogpun terjadi seperti ini.

"Besok pagi salah satu dari pasangan Pilpres akan kesini Mbok. Senang tidak?"

"Entahlah," jawab Mbok pedagang santai.

"Lhah kok adem-adem saja. Harusnya senang dong," lanjut sebut saja Timses.

"Untuk saya berharap menetasnya telur itu lebih masuk akal daripada mengharap-harap kapan menetasnya harapan yang sampeyan sampaikan itu," kata si pedagang kalem dan tanpa gubris.

Dialog serupa di atas, sejatinya adalah fenomena umum yang terjadi di masyarakat. Entah Pilpres, Pileg, Pilkada, atau singkatan berawal "Pil-Pil" lainnya sikap masyarakat hari ini cenderung sama. Tidak urus, entahlah, atau iya kalau sempat. Itu jawaban jujur.

Boleh saja kita berkata bahwa kita sedang belajar demokrasi hingga wajar kalau masih muncul ketidak sempurnaan di sana sini. Boleh saja kita berandai-andai akan datangnya perubahan sikap dari para wakil kita jika kemudian nanti terpilih, tetapi fakta bahwa sejauh ini begitu banyak para wakil kita yang kemudian masuk bui adalah wajah keniscayaan yang membuat masyarakat kemudian bersikap antipati.

Demokrasi menuntut kesadaran dari segenap warga bangsa untuk ikut terlibat dalam partisipasi, tetapi demokrasi hari ini tidak cukup memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengenal masing-masing bakal calon entah anggota Legislatif, DPD, maupun pasangan Pilpresnya. Kalaupun toh ada, itu hanya sekelebatan informasi yang muncul melalui media online, media cetak dan televisi.

Padahal banyak kalangan masyarakat yang jarang menyentuh keseluruhan media disebut di atas untuk menggali informasi. Masyarakat melihat televisi untuk mencari hiburan. Selebihnya waktu mereka lebih tersita untuk mengurusi aktivitas sehari-hari.

Posisi ini yang kemudian membuat seluruh caleg, ataupun timses harus jemput bola dalam menyampaikan informasi. Dan ketika kondisi yang demikian terjadi, apa yang kemudian muncul sebagai praktek-praktek politik transaksional jelas sulit dihindari.

Fenomena seperti dialog diawal tidak bisa dikatakan rakyat hendak mengingkari tanggung jawabnya sebagai warga bangsa. Disebabkan rakyat juga tahu belaka, keseluruhan instrumen demokrasi bisa berjalan dan terselenggara sejauh ini karena adanya anggaran yang memadai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun