Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maharani Shima

26 Agustus 2014   03:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:34 5518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14089735141232549598

Sekali waktu, Ratu Shima menguji kesetiaan lingkaran elitnya dengan menukarkan posisi pejabat penting di lingkungan istana. namun puluhan pejabat yang digantikan ditempat yang tak diharap, maupun yang dipensiunkan, tak ada yang mengeluh barang sepatah kata. semua bersyukur, kebijakan Ratu Shima sebetapapun memojokkannya, dianggap memberi barokah, titah titisan Sanghyang Maha Wenang.

Berita tentang Ratu Shima yang adil beserta negerinya yang makmur dan rakyatnya yang jujur telah terdengar sampai China dan sampai di telinga Raja Ta-che. Raja Ta-che penasaran kenapa kerajaan Holing (Kalingga) bisa begitu terkenal akan kejujurannya hingga sampai terdengar di China yang terbilang sangat jauh dari Jawa. Akhirnya Raja Ta-che ingin membuktikan kebenaran dari kejujuran rakyat Kalingga.Ia pun mengirim utusann untuk membuktikan hal itu. Utusan Raja Ta-che diperintah untuk menaruh pundi-pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar. Berhari-hari, berbulan-bulan, hingga sampai tiga tahun pundi-pundi itu ternyata tetap di tempat semula tak ada yang menyentuh apalagi memindahkannya.

Hingga suatu hari anak tertua dari Ratu Shima saat berjalan melewati pasar, tak sengaja kakinya menyenggol pundi-pundi tersebut. Salah seorang (pengawas utusan) melihat kejadian tersebut, lalu melaporkan kepada pemerintah kerajaan akan kejadian tersebut. Segera setelah mendapatkan laporan tersebut Ratu Shima langsung memerintahkan hukuman mati kepada pelakunya, yang tak lain adalah anaknya sendiri.

Beberapa Patih kerajaan tidak setuju dengan keputusan Ratu Shima. Mereka mengajukan pembelaan untuk Sang Putra Mahkota. Pembelaan mereka yaitu, Sang Putra Mahkota menyenggol pundi-pundi tersebut karena tidak sengaja dengan kakinya, maka lebih baik cukup kakinya saja yang dipotong, tidak perlu dihukum mati karena tidak ada unsur kesengajaan.

Setelah melalui perdebatan yang panjang, Ratu Shima menyetujui pembelaan dari Patih kerajaan. Sang Putra Mahkota pun akhirnya hanya dihukum potong jari dari kaki yang telah menyenggol pundi-pundi tersebut. Akhirnya uusan Raja Ta-che kembali ke china setelah melihat kebenaran tentang adilnya Ratu Shima yang mau menghukum anaknya yang telah melakukan kesalahan dan kejujuran rakyat Holing (Kalingga) yang benar-benar luar biasa.

Catatan tentang kerajaan Kalingga bisa dirunut dalam Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti ini bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dalam Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Serayu (Sarayu, dalam bahasa Devanagari atau Kota Dewa) adalah sungai kuno yang mengalir di daerah yang kini disebut Uttar Pradesh di India. Sungai ini merupakan satu dari tujuh mata air yang disucikan (sungai Gangga, sungai Sindhu, sungai Saraswati, sungai Wipasa, sungai Kausika, sungai Yamuna, dan sungai Serayu).

Sungai Sarayu di India juga memainkan peran penting untuk kota dan kehidupan Ayodhya, dan menurut wiracarita Hindu Ramayana, sungai ini adalah tempat Rama, Awatara ketujuh Wishnu memasukkan dirinya untuk kembali ke bentuk abadinya, bentuk Mahawisnu ketika ia mengundurkan diri dari takhta Kosala. Sarayu juga merupakan sungai, dimana tepinya adalah tempat Raja Rama lahir.

Menurut para sejarahwan candi dieng dibangun pada abad ke-7 Masehi. Perintah membangun candi diberikan oleh Ratu Shima dari Dinasti Sanjaya yang memerintah Kerajaan Kalingga. Tujuannya sebagai tempat pemujaan. Ratu Shima juga mendirikan beberapa candi lain di kawasan Dieng, seperti Candi Gatotkaca di bukit Pangonan, Candi Dwarawati di kaki Gunung Prahu, dan Candi Bima yang merupakan candi terbesar di Dieng. Candi-candi yang berada di luar kompleks tersebut pada umumnya terletak menyendiri dan dikelilingi pepohonan.

Apabila melihat dari namanya, Kerajaan Kalingga kemungkinan didirikan oleh sekelompok orang India yang mengungsi dari sebelah timur India ke Nusantara. Dugaan ini didasarkan pada laporan tentang penghancuran daerah Kalingga di India Raja Harsja. Orang Kalingga yang tersisa melarikan keluar negeri. Mereka berasal Orrisa yang kerajaannya dihancurkan oleh maharaja Asoka.

Kalingga di India adalah sebuah negeri yang bangga akan kemerdekaannya. Negeri ini bisa dikatakan sebuah pengecualian di Bharata Kuna, karena di sana ada konsep Rajadharma, yang berarti kewajiban para pemimpin, yang secara dasar bersatu-padu dengan konsep keberanian dan Ksatriyadharma. Kesejarahan semacam inilah yang nampaknya atau mungkin saja mengilhami Maharani Ratu Shima dalam mengatur pemerintahannya saat itu.

Ting........entahlah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun