Mohon tunggu...
Gus Dis
Gus Dis Mohon Tunggu... -

Seseorang yang hanya ingin hidup nyaman

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Buku Putih Persebaya

3 Januari 2014   23:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:11 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah yang Sesungguhnya

Oleh: Sang Penyaksi

Seperti diketahui, Persebaya didirikan Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927, dengan nama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Dalam perjalanannya, hingga tahun 1943 SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Dan pada tahun 1960, pada era perserikatan, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya).

Singkat cerita, di era 2000-an, Persebaya meraih Trophy pada kompetisi PSSI tahun 2004. Saat itu Ketua Umum Persebaya dijabat Walikota Surabaya Sunarto Sumoprawiro.

Gejolak dan gonjang-ganjing Persebaya dimulai saat Persebaya dipimpin Bambang Dwi Hartono dengan Manajer Saleh Ismail Mukadar. Saat itu pada kompetisi tahun 2005, Persebaya menyatakan MUNDUR, sekali lagi MUNDUR, dalam babak 8 besar, yang mengakibatkan Persebaya mendapat sanksi dari PSSI berupa Degradasi ke Divisi Satu. (awalnya diskorsing dua tahun, tetapi dikurangi menjadi 16 bulan, dan kemudian dikurangi lagi menjadi degradasi ke Divisi Satu).

Bambang DH selaku Ketua Umum Persebaya diskorsing 10 tahun. Sedangkan Manajer Persebaya saat itu, Saleh Ismail Mukadar, diskorsing dua tahun.

Kedua orang inipun lantas meninggalkan Persebaya dalam keadaan terpuruk berada di kompetisi amatir, Divisi Satu. Beruntunglah ada Arif Afandi yang akhirnya bersedia menjadi Ketua Umum Persebaya untuk menjalani kompetisi Divisi Satu. Dan pada 2006, Persebaya berhasil menjadi Juara Divisi Satu, dan Promosi ke Divisi Utama.

Namun pada kompetisi Divisi Utama tahun 2007, Persebaya berada di posisi ke-14, Wilayah Timur, sehingga tidak lolos ke Super Liga, dan harus kembali kelas di Divisi Utama.

Rupanya ada pihak yang tidak puas, dan meminta Arif Afandi mundur. Arif pun mundur, dan digantikan Saleh Ismail Mukadar. Mantan Manajer Persebaya yang pernah diskor dua tahun dan membawa Persebaya terpuruk ke Divisi Satu.

Pada kompetisi Divisi Utama 2008, Persebaya di bawah Saleh Ismail Mukadar, berada di peringkat ke-4. Mengalahkan PSMS Medan dalam babak Playoff lewat drama adu penalti di Stadion Siliwangi Bandung. Kemudian, secara otomatis Persebaya lolos ke Indonesia Super League (ISL).

Untuk mengikuti ISL, dalam statuta PSSI, klub peserta disyaratkan berbadan hukum dan tidak menerima APBD. Karena itu, Persebaya di bawah Saleh Ismail Mukadar, mendirikan badan hukum yang bernama PT Persebaya Indonesia. Dengan komposisi saham, 80% perorangan (yang terdiri dari Saleh Ismail Mukadar 55% dan Cholid Goromah 25%), sisanya 20% milik Koperasi Mitra Surya Abadi, dimana sahamnya dipercayakan kepada Suprastowo.

Terdaftarlah Persebaya di bawah PT Persebaya Indonesia di Badan Liga Indonesia sebagai klub profesional peserta kompetisi Indonesia Super League. Saat itu pula Saleh Ismail Mukadar menerima dana Rp11 miliar lebih dari APBD Kota Surabaya untuk menjalankan klub ini. Maklum saat itu Saleh dikenal sebagai orang dekat Walikota Bambang Dwi Hartono. Sehingga, meskipun Persebaya telah berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) tetap saja mendapat dana hibah dari APBD Pemkot Surabaya.

Namun, meski telah digelontor uang APBD belasan miliar, tetap saja Persebaya tidak berprestasi. Pada kompetisi 2009, Persebaya kembali terdegradasi ke Divisi Utama. Saleh Ismail Mukadar saat itu berdalih, bahwa hasil yang diterima Persebaya adalah akibat ketidakbecusan dan kesewang-wenangan pengurus PSSI Pusat.

Karena itu, Saleh Ismail Mukadar saat itu menyatakan TIDAK akan mengikuti kompetisi PSSI tahun berikutnya, yakni kompetisi 2010/2011.

Penolakan untuk mengikuti kompetisi PSSI tentu dapat dianggap sebagai pelanggaran Statuta PSSI. Mengingat dalam Statuta jelas disebutkan bahwa kewajiban anggota PSSI (dalam hal ini klub) adalah mengikuti kompetisi yang digelar PSSI.

Akibat penolakan Saleh Ismail Mukadar untuk mengikuti kompetisi PSSI tahun 2010, maka status Persebaya yang terdaftar melalui PT Persebaya Indonesia pada 2009, sebagai klub anggota PSSI Pusat terancam dikeluarkan dari keanggotaan. Seperti terjadi pada Persema dan Persibo yang memilih tidak mengikuti kompetisi PSSI dan memilih mengikuti kompetisi di luar PSSI atau breakaway league, yang saat itu bernama Liga Primer Indonesia (LPI).

Menyusul penolakan tersebut, Saleh Ismail Mukadar yang juga Ketua Pengurus Cabang PSSI Kota Surabaya mendapat sanksi dari Komisi Disiplin Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur berupa pembekuan Pengurus Cabang (Pengcab) PSSI Kota Surabaya.

Caretaker Pengcab PSSI Kota Surabaya akhirnya memilih Wishnu Wardhana sebagai Ketua Pengcab PSSI Kota Surabaya Muscablub pada 7 Juni 2010.

Setelah Wishnu Wardhana terpilih sebagai Ketua Pengcab PSSI Kota Surabaya, sejumlah pengurus klub anggota Persebaya MEMINTA Wishnu Wardhana selaku Ketua Pengcab PSSI Kota Surabaya agar menyelamatkan Persebaya dari ancaman pencoretan dari keanggotaan PSSI Pusat dengan jalan membentuk kepengurusan Persebaya yang baru, sekaligus membentuk tim Persebaya dengan tujuan untuk menyiapkan dan mengikuti kompetisi di level Divisi Utama yang diselenggarakan PSSI.

Akhirnya, upaya sejumlah pengurus Persebaya itu membuahkan hasil. PSSI mengakui kepengurusan baru Persebaya di bawah kepemimpinan Wishnu Wardhana. Sehingga pada kompetisi 2010, Persebaya tercatat sebagai peserta wilayah III Kompetisi Divisi Utama.

Atas hal itu, Persebaya terselamatkan dari sanksi pemecatan dari keanggotaan PSSI, seperti  diberikan kepada Klub Persema Malang dan Persibo Bojonegoro, yang nyata-nyata menolak mengikuti kompetisi PSSI dan memilih mengikuti kompetisi di luar PSSI, yaitu kompetisi LPI.

Saleh Ismail Mukadar, bukannya berterima kasih kepada Wishnu Wardhana yang telah menyelamatkan Persebaya dari pencoretan keanggotaan PSSI, tetapi malah mendirikan klub baru yang diberi nama Persebaya 1927 untuk ikut berkompetisi di breakaway league LPI.

Mengapa disebut klub baru, sebab pada Februari 2011, sesaat setelah didaftar di LPI, Persebaya pimpinan Saleh Ismail Mukadar ini tidak bisa mendapat ijin kegiatan dari negara, dalam hal ini kepolisian, dengan alasan tidak boleh ada dua klub dengan nama yang sama. Persebaya dan Persebaya. Satunya Persebaya anggota PSSI yang diketuai Wishnu Wardhana, dan satunya Persebaya yang keluar dari PSSI yang diketuai Saleh Ismail Mukadar.

Alhasil, Saleh Ismail Mukadar mendirikan klub baru yang bernama Persebaya 1927, dengan logo yang berbeda dengan Persebaya Surabaya yang sebelumnya.

Sejak saat itulah, lahir sebuah klub baru bernama PERSEBAYA 1927, yang diakui oleh Saleh Ismail Mukadar saat itu sebagai tim sepakbola modern di luar PSSI dan mengikuti kompetisi yang lebih baik, yakni di Liga Primer Indonesia (LPI).

Saleh Ismail Mukadar bersama  Cholid Goromah mengusung semua pemain dan ofisial tim Persebaya ke dalam Persebaya 1927 untuk mengikuti kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI).

Sebaliknya Wishnu Wardhana yang sudah menjalankan Persebaya Surabaya sebagai peserta Divisi Utama menghadapi kenyataan pahit yakni tidak memiliki pemain dan ofisial tim. Atas bantuan pegiat sepakbola Vigit Waluyo, Wishnu Wardhana mendapatkan skuad pemain dari mantan skuad Persatuan Sepakbola Kutai Barat (Persikubar).

Kompetisi pun berjalan. Tim yang dipersiapkan mendadak dan asal-asalan tentu tidak akan menghasilkan sesuatu yang memuaskan. Hasilnya, Persebaya tidak mampu promosi ke ISL, dan harus mengulang di kasta Divisi Utama.

Publik pun kecewa dengan Wishnu Wardhana. Suporter setia Persebaya mulai meninggalkan Persebaya Surabaya. Mereka beralih menyaksikan pertandingan Persebaya 1927 di kompetisi LPI. Wishnu pun angkat tangan. Tak kuat melunasi gaji para pemain. Nasib klub Persebaya makin terpuruk dan hancur.

Namun angin segar kembali menyapa Persebaya. Sebuah perusahaan di Surabaya melirik Persebaya, dan siap mendanai dan merangkul Wishnu Wardhana. Gaji pemain pun dilunasi dan siap untuk menyongsong kompetisi berikutnya. PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB) yang dipimpin Diar Kusuma Putra, inilah yang menyelamatkan keuangan Persebaya kala itu.

Semua tunggakan gaji klub terhadap para pemain mantan skuad Persikubar itu dilunasi, dan kontrak diputus. Era baru Persebaya dimulai lagi. Wishnu kembali sibuk menyiapkan pemain. Kali ini tidak instan seperti sebelumnya. Satu per satu pemain mengikuti seleksi.

Sementara itu, di belahan yang lain, Persebaya 1927 untuk sementara berhenti merumput. Karena kompetisi LPI ternyata berhenti di tengah jalan. Hanya setengah musim. Maklum kompetisi tersebut hanya digunakan sebagai alat perjuangan menurunkan Nurdin Halid, sebagai Ketua Umum PSSI. Dan setelah gerakan anti-Nurdin membesar kompetisi LPI pun dihentikan sementara.

*****

Pada 9 Juli 2011, Kongres Luar Biasa PSSI di Solo berhasil memilih Ketua Umum dan Komite Eksekutif PSSI yang baru, untuk masa kerja 2011 hingga 2015.

PSSI hasil KLB Solo memutuskan bagi klub peserta kompetisi LPI yang akan mengikuti kompetisi PSSI memiliki DUA OPSI pilihan. Yakni, meleburkan diri (MERGER) dengan klub PSSI yang tercatat di Divisi Utama/ISL, atau daftar tunggu (waiting list) di kompetisi yang akan datang.

Dari sini jelas, seharusnya Persebaya 1927, yang dimiliki Saleh Ismail Mukadar, yang merupakan klub peserta kompetisi LPI, melakukan merger dengan Persebaya Divisi Utama, sebagai klub peserta kompetisi PSSI tahun sebelumnya. Atau, memilih tidak mengikuti kompetisi PSSI.

Tetapi langkah tersebut TIDAK dilakukan oleh pengurus Persebaya 1927. Yang terjadi justru Ketua Pengcab PSSI Kota Surabaya, Cholid Goromah, menggelar rapat pleno untuk memutuskan nasib Persebaya pimpinan Wishnu Wardhana, yang masih eksis dan aktif.

Padahal, pengurus Persebaya pimpinan Wishnu Wardhana mengajukan surat kesediaan mengikuti kompetisi PSSI tahun 2011/2012. Bahkan, untuk memenuhi syarat, Wishnu Wardhana telah berbadan hukum dengan nama PT Mitra Muda Inti Berlian, pada 30 Juli 2011.

Semua fakta empirik tersebut tidak dijadikan faktor dalam rapat pleno Pengcab PSSI Kota Surabaya. Dalam rapat pleno tersebut, disepakati klub-klub anggota Persebaya membentuk panitia kecil, untuk melakukan mosi tidak percaya kepada Ketua Umum Persebaya Divisi Utama Wisnhu Wardhana. Sekaligus untuk meminta Ketua Pengcab PSSI Kota Surabaya Cholid Goromah untuk menjadi Ketua Umum Persebaya Divisi Utama.

Penggantian Wishnu Wardhana ke Cholid Goromah dilakukan melalui forum yang disebut Musyawarah Anggota Luar Biasa (Musanglub) pada tanggal 10 Agustus 2011 di Wisma Persebaya Surabaya, TANPA melibatkan pengurus Persebaya Divisi Utama. Bahkan Wishnu Wardhana diundang dalam kapasitas pribadi, bukan sebagai Ketua Umum Persebaya Surabaya.

Setelah Musanglub, Persebaya pimpinan Cholid Goromah mengajukan pendaftaran ikut kompetisi PSSI 2011/2012. Anehnya, meski Persebaya pimpinan Wishnu Wardhana, dengan badan hukum PT Mitra Muda Inti Berlian telah mendaftar, namun, PSSI melalui Komite Kompetisi menerima pendaftaran Persebaya pimpinan Cholid Goromah, yang menggunakan PT Persebaya Indonesia, yang pada 2010, menolak mengikuti kompetisi PSSI.

Atas Musanglub yang dinilai cacat tersebut, pengurus Persebaya Divisi Utama pimpinan Wishnu Wardhana mengadu ke Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur, sebagai kepanjangan tangan PSSI Pusat.

Dilaporkan, bahwa Musanglub 10 Agustus tersebut cacat hukum dan melanggar Peraturan Organisasi PSSI tentang Musyawarah.

Beberapa hal yang diadukan terkait Musanglub 10 Agustus 2011 tersebut adalah:

a)     Undangan Musanglub Persebaya menggunakan kop surat Persebaya, ditandatangani oleh Sdr, Suprastowo, M.Si, yang tercatat sebagai Wakil Sekretaris Pengcab PSSI Kota Surabaya, dan BUKAN pengurus Persebaya.

b)     Undangan Musanglub Persebaya menggunakan kop surat Persebaya, namun nomor surat menggunakan nomor surat Pengcab PSSI Surabaya, yaitu: 206/Pengcab.Sby/ VIII/2011.

c)     Undangan Musanglub menggunakan stempel Persebaya 1927.

d)     Isi surat undangan Musanglub, tertulis; Sehubungan adanya Permintaan Klub Anggota Pengcab PSSI Surabaya, BUKAN, Permintaan Klub Anggota Persebaya.

e)     Undangan Musanglub Persebaya ditujukan kepada Yth. Ketua Klub Anggota Pengcab PSSI Surabaya, BUKAN kepada Klub Anggota Persebaya.

f)      Undangan Musanglub Persebaya ditujukan secara pribadi kepada Yth. Sdr. Ir. H. Wishnu Wardhana, SE, MM. BUKAN kepada Ketua Umum Persebaya Surabaya.

g)    Undangan Musanglub Persebaya sengaja dibuat sangat mendadak, undangan dibuat dan dikirim tanggal 9 Agustus 2011, dan diselenggarakan tanggal 10 Agustus 2011, pukul 14.00 Wib. Posisi Sdr. Wishnu Wardhana, tanggal 9 s/d 11 Agustus 2011, dinas di Jakarta dan tidak dihubungi sama sekali.

h)     Di dalam acara undangan Musanglub Persebaya sudah dicantumkan pembentukan Pengurus Persebaya. Dengan sengaja ada niatan untuk melakukan penyerobotan/ pengambilalihan Pengurus Persebaya.

i)      Sesuai skenario, Musanglub memilih Cholid Goromah sebagai Ketua Umum Persebaya.

Atas hal tersebut di atas, Pengurus Persebaya Divisi Utama melaporkan Suprastowo ke Polda Jawa Timur sebagai pelaku tindak Pidana Umum pemalsuan surat. Mengingat Suprastowo adalah pihak yang menandatangani undangan Musanglub. Namun karena pihak pelapor kurang menyertakan bukti-bukti yang kuat, Polda Jatim tidak bisa meningkatkan status laporan tersebut.

Menyusul Musanglub tersebut, Cholid Goromah, menyatakan diri sebagai Ketua Umum Persebaya, dan menyatakan secara terbuka bahwa pihaknya siap mendaftarkan Persebaya sebagai peserta Kompetisi PSSI 2011/2012. Dengan tidak mengindahkan bahwa Pengurus Persebaya pimpinan Wishnu Wardhana telah membentuk Badan Hukum dan telah mendaftarkan diri sebagai peserta kompetisi PSSI 2011/2012.

Atas hal tersebut, Ketua Umum Persebaya Wishnu Wardhana dan pengurus Persebaya mengadu ke Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur sebagai kepanjangan anggota PSSI Pusat.

Atas hal tersebut, Ketua Umum Pengprov PSSI Jawa Timur berencana memanggil kedua pihak untuk duduk bersama.

Pada tanggal 25 Agustus 2011, PSSI Pusat melalui Komite Kompetisi Sihar Sitorus memanggil Wishnu Wardhana dan Cholid Goromah ke kantor PSSI Pusat. Dalam pertemuan itu, dengan disaksikan pula Ketua Umum PSSI Djohar Arifin dan Wakil Ketua Umum Farid Rahman serta Ketua Komisi Disiplin Benhard Limbong, dan Sekretaris Pengprov PSSI Jawa Timur Akhmad Munir. Diputuskan agar Wishnu Wardhana dan Cholid Goromah melakukan mediasi dengan mediator Ketua Umum Pengprov PSSI Jatim, yang juga Ketua Komite Hukum PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti.

Atas tugas tersebut La Nyalla Mahmud Mattalitti mengundang kedua pihak dan semua klub anggota Persebaya untuk bertemu di Hotel Singgsana Surabaya pada 28 Agustus 2011. Namun, Cholid Goromah dan sejumlah klub anggota Persebaya yang menyatakan mendukung Cholid Goromah TIDAK hadir. Pertemuan hanya dihadiri satu pihak, yakni Wishnu Wardhana dan 7 klub anggota Persebaya.

Di sejumlah media massa, Cholid Goromah dan sejumlah pengurus klub anggota Persebaya menyatakan bahwa pihaknya merasa tidak perlu lagi membahas konflik Persebaya, karena Persebaya dianggap tidak ada masalah. Persebaya, menurut pihak Cholid dari dulu satu. Yaitu Persebaya yang dipimpinnya. Persebaya yang didirikan melalui PT Persebaya Indonesia, sejak 2009 lalu.

Yang membingungkan publik atau paradoksal adalah, di satu sisi Cholid Goromah menyatakan Persebaya sejak dulu satu, yaitu Persebaya yang didirikan dengan badan hukum PT Persebaya Indonesia. Padahal Persebaya dengan badan hukum PT Persebaya Indonesia, tidak mengikuti kompetisi PSSI pada 2010/2011, dan menyatakan keluar dari PSSI.

Cholid juga tidak mengakui pengurus Persebaya versi Wisnhu Wardhana, yang dianggap lahir karena‘konspirasi’ Wishnu Wardhana dengan Ketua Umum PSSI (saat itu) Nurdin Halid. Namun di sisi lain, klub anggota Persebaya menggelar Musanglub untuk mengganti Wishnu Wardhana dengan Cholid Goromah.

Jika mengikuti logika bahwa Persebaya hanyalah Persebaya yang didirikan melalui badan hukum PT Persebaya Indonesia, yang dipimpin duet Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Goromah di awal 2010 lalu, maka seharusnya Persebaya mendapat sanksi pemberhentian status keanggotaan dari PSSI karena tidak mengikuti kompetisi PSSI 2010/2011. Seperti yang terjadi terhadap Persema dan Persibo.

Dan jika mengikuti logika di atas, seharusnya sejak PT Persebaya Indonesia berdiri pada 2009 silam, saat Persebaya berlaga di ajang kompetisi ISL yang digelar PSSI, maka pengurus Persebaya saat itu, telah melanggar hukum karena mendapat dana hibah dari PSSI Surabaya, melalui KONI Surabaya yang bersumber dari APBD Kota Surabaya.

Dan jika masih mengikuti logika di atas, seharusnya tidak pernah ada Musanglub yang digelar klub anggota Persebaya untuk mencopot paksa Wishnu Wardhana dan menggantikan dengan Cholid Goromah pada 10 Agustus lalu. Sebab, Persebaya bukan lagi Perkumpulan/Perserikatan. Tapi telah berbadan hukum Perseroan Terbatas. Baik badan hukum yang didirikan Persebaya Wishnu Wardhana pada 30 Juli 2011. Maupun sebelumnya, Persebaya Saleh Mukadar yang mendirikan PT Persebaya Indonesia untuk mengikuti kompetisi 2009/2010.

Tetapi rupanya karena PSSI di pusat ‘telah dikuasai’ orang-orang yang dulu menggagas lahirnya Liga Primer Indonesia (LPI) maka semua yang terlibat dalam perjuangan LPI menjadi ‘anak emas’. Begitu pun Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Goromah. Persebaya 1927 yang nyata-nyata klub baru, dijelmakan  kembali menjadi Persebaya Surabaya dan seolah-olah tidak pernah keluar dari PSSI. Bahkan seolah-olah Saleh dan Cholid meneruskan Persebaya Wishnu Wardhana yang tahun sebelumnya berkompetisi di Divisi Utama PSSI.

Aneh memang. Tetapi itulah hasrat dan nafsu. Demi apapun untuk melakukan apapun dengan cara apapun.

Sejumlah anggota Komite Esekutif PSSI tentu adalah para pejuang LPI dan kelompok yang dulunya menggulingkan Nurdin Halid, atau dkenal dengan sebutan Kelompok 78. Sehingga tidak berat bagi Saleh dan Cholid untuk kembali menguasai Persebaya dan berkompetisi di PSSI kembali. Toh, LPI yang kemarin breakway league sudah pasti akan diakomodasi oleh PSSI.

Dan benar, PSSI melalui Komite Eksekutif memutuskan kompetisi top tier PSSI akan dijalankan oleh operator yang dulu memutar LPI. Nama dan orang-orangnya pun sama.

Kebijakan serta merta dan mendadak ini tak ayal membuat sejumlah klub anggota PSSI terhentak. Konflik pun mulai terjadi. Puncaknya pada 12 Oktober 2011, dimana sejumlah klub ISL menolak mengikuti kompetisi Liga Prima Indonesia (LPI) yang diputar oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo.

Perpecahan pun terjadi. Kompetisi menjadi dua. Satu kompetisi LPI, satunya ISL.

Di mana posisi Persebaya?

Persebaya Surabaya pimpinan Wishnu Wardhana yang ditelikung oleh Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Goromah, dengan tidak mengindahkan anjuran Exco untuk Merger, akhirnya memilih untuk tetap menjalani kompetisi Divisi Utama di bawah operator Liga Indonesia, pemutar ISL.

Dari tahun 2011/2012 hingga 2013/2014 Persebaya tetap ada dua. Satunya Persebaya Surabaya yang berkompetisi di Divisi Utama, dan di tahun 2013 berhasil menjadi juara DU dan promosi ke ISL. Dan satu lagi Persebaya 1927 yang berkompetisi di LPI.

Namun sayang, lagi-lagi badai masalah menerpa LPI. Keuangan Persebaya 1927 defisit dan tidak sehat. Hak pemain pun tidak dibayar. Sialnya, operator LPI lagi-lagi gagal memutar dan menuntaskan kompetisi. Akibatnya, kompetisi LPI 2012/2013 gagal ending. Tidak ada juara.

Di sisi lain, konflik PSSI berakhir atas direktif FIFA dan AFC. Enam anggota Komite Eksekutif dipecat dari PSSI. Termasuk Wakil Ketua Umum Farid Rahman. Yang posisinya kini digantikan La Nyalla Mahmud Mattalitti.

Kongres di Jakarta memutuskan klub-klub LPI yang duplikat (dualisme), termasuk Persebaya 1927, Arema LPI dan Persija LPI, dan semua yang duplikat tidak dimasukkan dalam skema unifikasi Liga ISL 2014. Gagasan ini disetujui semua peserta Kongres. Keputusan ini pun tertuang dalam SK Kongres terkait format Kompetisi Penyatuan Liga.

Kompetisi LPI yang tidak berakhir akhirnya diambil alih oleh PSSI. Demi melindungi kepentingan anggotanya, PSSI harus meneruskan kompetisi LPI ini dengan biaya dari PSSI. Karena apapun, peserta Kompetisi LPI juga anggota PSSI. Maka tugas PSSI untuk melindungi kepentingan anggotanya.

*****

Kompetisi ISL 2014 sudah di depan mata. Persebaya Surabaya yang promosi dari Divisi Utama sudah siap kembali ke ISL. Pelatih Rahmad Darmawan dan sejumlah pemain bintang telah dikontrak. Slogan Persebaya Is Back sudah dipasang dimana-mana. Namun di sisi lain, kelompok pendukung Persebaya 1927 masih ada.

Bonek pun terpecah. Masih ada yang bertahan sebagai pendukung Persebaya 1927, meskipun pemainnya sudah tidak ada dan klubnya meningalkan tunggakan hutang di mana-mana.

Para loyalis 1927-er ini terus menggunakan penyesatan isu dengan menyatakan bahwa Persebaya Surabaya yang promosi ke ISL bukanlah Persebaya asli  melainkan Persikubar. Hal ini karena pada 2010 lalu, Wishnu Wardhana memang mengambil skuad Persikubar untuk bermain di Persebaya. Namun, para loyalis itu menafikan keterbatasan waktu menyiapkan tim. Tetapi fakta bahwa sejak 2011 telah tidak ada pemain Persikubar tidak pernah dilihat. Bahkan sederet nama pemain bintang yang kini bertengger di Persebaya seolah coba ditutupi dengan isu Persikubar.

Saleh Ismail Mukadar melalui media sosial facebook dan sesekali melalui surat kabar terus mengimbau bonek agar mengambil sikap dengan tetap berada di sisi Persebaya 1927. Bahkan Bonek seolah terus dipompa semangatnya untuk turun ke jalan, demo dan memaksa semua pihak agar PSSI mengakomodasi Persebaya 1927 untuk ikut kompetisi di PSSI.

Padahal tahun 2010 lalu, memilih keluar dari PSSI dengan alasan didzolimi, dan memilih mengikuti kompetisi LPI di luar PSSI. Mengapa sekarang tidak menggelar kompetisi sendiri saja, seperti yang lalu? Toh jalan itu terbukti efektif sebagai alat perjuangan mengganti rezim kepemimpinan di PSSI.

Namun semua orang tahu, jalan itu tak bisa ditempuh lagi. Tidak ada lagi dana untuk itu. Dulu ada Arifin Panigoro sebagai sponsor, yang memang berhasrat untuk menggantikan atau menggulingkan Nurdin Halid. Namun setelah belakangan Arifin Panigoro merasakan hanya membuang uang untuk orang-orang yang tidak jelas ideologinya, ia pun memilih mundur. Bahkan Arifin Panigoro sempat menawarkan Konsorsium LPI kepada pengusaha media Harry Tanoesoedibjo untuk diambil alih senilai Rp80 miliar. Namun Harry Tanoe tak  mengiyakan.

Kini, publik dan stakeholder sepakbola Surabaya, mulai dari Walikota, anggota DPRD, hingga wartawan seyogyanya menyikapi apa yang terjadi dengan fakta yang ada. Buku Putih ini hanya menyajikan fakta apa adanya. Dengan harapan sepakbola tidak lagi (lagi dan lagi) menjadi kendaraan politik bagi politisi di era pemilihan. Sekian dan terima kasih.

Surabaya, Desember 2013

Menikmati Tahun Baru

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun