Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Guru - Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di BBS, lulusan Antrop UNPAD tinggal di Bogor. Mari berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sengketa Tanah, Blokir atau Tutup Jalan?

16 Maret 2021   19:34 Diperbarui: 16 Maret 2021   19:48 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto koleksi Kompas.com

Tentunya miris membayangkan hal seperti ini. Satu satunya kesadaran yang harus selalu diingat kita akan mati. Tanah yang kita miliki, bahkan sewa, hanya berukuran 1x 2m. Itulah rumah masa depan kita.

Pertanyaan saya mengapa negara yang memiliki filosofis agung yaitu Pancasila, sering justru masalahnya hal-hal yang bertentangan dengan nurani kita.  Seolah sudah kehilangan jati diri.

Teliti Sebelum Membeli Tanah dan Rumah

Masih ingat kasus mafia tanah yang menimpa keluarga mantan wakil menteri luar negeri?

Tanah dan rumah yang sudah jelas kepemilikannya saja bisa pindah apalagi jika masih sengketa.

Pemiliknya bukan orang sembarangan, bayangkan betapa banyak tanah milik orang kecil yang diambil paksa.

Oleh karena itu saat akan membeli tanah pastikan:

  1. Bukan sengketa, cek sendiri ke BPN dan sebisa mungkin tidak melalui perantara atau calo, kecuali yang memiliki izin kelembagaan.  Meskipun tentunya akan menjadi lebih mahal.
  2. Selain memastikan kondisi tanah dan rumah, tanyakan secara detil akses jalan. Jangan sampai kejadian seperti yang di Pemalang.
  3. Jika ternyata kita duluan membeli di tempat itu, tetapi tiba-tiba tanah di sekelilingnya kita ditembok, selalu pastikan hak kita saat membelinya. Selalu hitam di atas putih untuk menghindari lari dari tanggung jawab.

Negara harus Hadir

  1.  Setiap membangun rumah pastikan pemiliknya mau memberikan akses jalan jika di sekelilingnya sudah ada rumah.  Kalau tidak IMB-nya tidak akan terbit dan wajib dibongkar.
  2. Kepemilikan tanah ini unik, misal punya 2 meter persegi saja, tetapi ke, atasnya kan tidak dibatasi, seperti contoh kasus pembangunan tembok beton di Ciledug.  Seandainya membangun 3 meter pun karena merasa tanah sendiri bisa dilakukan.

Kebetulan kakek saya dulu anemer/pemborong yang dididik jaman Belanda, bagaimana hak tetangga sangat dihormati ketika salah seorang warga akan membangun rumah.  Sangat detil, sampai sampai talang air pun dipikirkan agar tidak menjadi cipratan yang mengenai orang lain. Sekarang bisa lihat sendiri, air hujan langsung dijatuhkan ke tanah, tak peduli orang yang lewat akan kebasahan.

Untuk mengatasi masalah seperti ini pemerintahan di paling bawah harus menjadi garda terdepan.  Lurah atau Kades harus memiliki wibawa dan mempunyai kewenangan menindak langsung.

Kembali ke masalah tanah, nasehat terbaik tetap kematian. Rumah masa depan kita hanya 1x2 meter, dan itu pun pada umumnya menyewa, karena keluarga tidak mau mengubur kita di depan rumahnya.!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun