Mohon tunggu...
Guruh Pratama
Guruh Pratama Mohon Tunggu... wiraswasta -

Menjadi baik dan berusaha menjadi lebih baik. Carpe Diem

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Elektabilitas Jokowi Menurun?

25 April 2014   18:42 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:12 2128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mulai kemarin, perbincangan di media sosial mengenai elektabilitas Capres dari PDI-P, Jokowi, yang mengalami penurunan terdengar mulai ramai. Menurut Direktur Pusat Data Bersatu (PDB) Didik J Rachbini, elektabilitas Jokowi turun hampir 5% menurut perbandingan data survei yang dihimpun PDB bulan November dan saat ini. Jokowi pun menanggapi hal ini dengan menganggap hal ini biasa terjadi dalam tahun politik dan berencana mencari Cawapres yang populer, walaupun dia sendiri pernah mengutarakan bahwa tidak masalah jika harus menggandeng Cawapres yang tidak populer.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Elektabilitas Jokowi menurun? Menurut Didik J Rachbini, penurunan Elektabilitas Jokowi disebabkan oleh banyaknya permasalahan di Ibu Kota DKI Jakarta yang tidak kunjung terselesaikan. Dengan masalah yang belum terselesaikan, masyarakat menjadi kritis terhadap Jokowi.

Memang masalah di DKI Jakarta ini tidak mudah dan butuh proses. Namun nyatanya pada saat ini, penduduk Jakarta seperti kehilangan apa yang mereka harapkan pada saat mereka mulai optimis dengan apa yang dikatakan oleh Gubernur DKI Jakarta yang saat ini menjadi calon Presiden dari PDIP. Rakyat Jakarta seakan rindu dengan pemberitaan-pemberitaan yang melimpah mengenai Jokowi yang sedang mengurusi Jakarta dan blusukan ke sana- ke sini.

Nyatanya terdapat beberapa hal yang masih menjadi keluhan dari Rakyat Ibukota. Diantara lain, Pasar Tanah Abang yang kembali semrawut karena terdapat parkir liar dan beberapa pedagang yang dahulu direlokasi ke Blok G mulai kembali ke pinggir jalan karena setelah berjalan Blok G memang sepi pengunjung. Padahal, penyelesaian kasus inilah yang selanjutnya Jokowi katakan sebagai modal untuk maju menjadi Cawapres. Selanjutnya juga banjir yang tidak kunjung terselesaikan. Hebatnya pada beberapa waktu belakangan ini, baru hujan beberapa saat, maka beberapa ruas jalan dan daerah di Ibukota menjadi tergenang. Selanjutnya juga masih ada dari kasus tender Bus Trans Jakarta sebesar Rp. 1,5 Triliun yang masih mengaitkan dirinya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Beberapa hal inilah yang diperkirakan menjadi faktor turunnya elektabilitas Jokowi. Oleh karena itu Jokowi harus mencari Cawapres yang dapat menaikan kembali elektabilitasnya. Beberapa nama pun mulai bermunculan untuk dijadikan Cawapres bagi Jokowi. Mulai dari Sri Mulyani, Jusuf Kalla, hingga Ryamizard Ryacudu. JK yang sebelumnya mengaku ingin pensiun seusai gagal pada tahun 2009 lalu, kembali bernafsu untuk duduk lagi menjadi Cawapres.

Selanjutnya terdengar nama Sri Mulyani Indrawati, mantan Menteri Keuangan ini dikabarkan telah bertemu dengan Jokowi untuk membicarakan mengenai Cawapres untuk Jokowi. Dan selanjutnya muncul nama mantan Kepala Staf TNI AD era Megawati, Ryamizard Ryacudu (RR). Nama Jenderal senior ini kurang dikenal oleh publik, namun RR ini memiliki kiprah yang luar biasa dalam bidang militer dan banyak di gadang-gadang cocok menjadi pasangan Jokowi.

Dari tiga nama tersebut, kemungkinan bersaing ketat antara JK dan RR untuk dipasangkan dengan Jokowi. Bahkan bisa jadi, RR dapat menjadi pasangan Jokowi, mengingat nasionalisme RR yang dikatakan beberapa pihak sangatlah tinggi. Jikalau saja RR yang menjadi pasangan Jokowi, apakah ini dapat menaikan elektabilitas Jokowi? Bukankah Jokowi menginginkan Cawapres yang populer, sementara itu RR kurang dikenal oleh masyarakat era saat ini?

Setidaknya meskipun JK, RR, atau SMI menjadi pasangan Jokowi, agak sulit melepaskan Jokowi dengan masalah yang masih terjadi di Ibu Kota DKI Jakarta ini. Karena sebenarnya masih banyak tugas Jokowi di Jakarta yang belum terlaksana, manajemen yang tidak dilakukan dengan baik, akibat sibuk dengan aktifitas pencapresan yang dilakukan.

Jokowi seperti menelantarkan janji-janji yang sudah diucapkannya bahwa akan mengurusi Jakarta 5 tahun, walaupun banyak berkilah bahwa ini untuk kepentingan yang lebih besar, namun apakah kepentingan yang lebih besar itu? Jabatan yang lebih besar mungkin iya. Saya membayangkan Jokowi akan bersikap sama ketika melakukan kampanye mengutarakan 'visi' yang muluk-muluk, namun dalam pelaksanaannya nanti tidak bisa memenuhi.

Saya pikir layak untuk mempertimbangkan capres selain Jokowi, seperti Aburizal Bakrie (ARB) dan Prabowo Subianto, karena saya merasa Jokowi ini tiba-tiba saja tiap hari menjadi bahan pemberitaan karena gaya blusukannya. Saya yakin tokoh seperti Prabowo yang punya wawasan nasional yang lebih luas dan pengalaman yang lebih matang, atau ARB yang memang menjalankan bisnis dengan skala yang sangat luas dan pengalaman organisasi atau pemerintahan yang jauh lebih bagus dibanding pekerjaan blusukan yang melekat dengan Jokowi selama ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun