Mohon tunggu...
Cak Kartolo
Cak Kartolo Mohon Tunggu... -

Iklan rokok membuat masyarakat kita permisif terhadap asap rokok. Pendukung gerakan anti-JPL (Jaringan Perokok Liberal). Penggagas hash tag #buangsajarokokmu

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Marwah Daud dan Marwah Para Perokok

5 Oktober 2016   20:19 Diperbarui: 5 Oktober 2016   20:35 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perokok miskin teradiksi nikotin rokok. Dokumentasi Pribadi

Banyak orang bertanya-tanya, bagaimana bisa orang sekaliber Marwah Daud, lulusan S3 dari Amerika Serikat, mantan anggota DPR, anggota dewan pakar ICMI, bisa demikian percaya kepada Kanjeng Dimas sang ahli pengganda uang? Bagaimana kita menyaksikan bahwa hasil pendidikan tinggi dan ilmu agama ternyata tidak mampu menangkal kepercayaan terhadap ilmu klenik dan mistik yang sejatinya adalah tipuan murahan belaka?

Jika kita telaah bersama, yang menjadi elemen penting dalam kasus sikap orang seperti Marwah kepada Kanjeng Dimas atau penyanyi Reza Artamevia kepada Aa Gatot adalah kepercayaan. Tidak berjalannya nalar orang-orang ini karena sebelumnya mereka diyakinkan oleh orang-orang sekitarnya (agen), misalnya teman dekat, keluarga, atau orang-orang yang mereka percayai, yang mungkin juga menjadi korban percaya dari orang-orang terdekat mereka sendiri. Sugesti lingkungan berperan besar terhadap kepercayaan yang dibangun dan kultur komunal masyarakat kita mempercepat sebaran sugesti lingkungan. Boleh dibilang sugesti lingkungan ini bekerja layaknya virus dan membuat mereka yang terpapar menjadi lumpuh.

Sugesti lingkungan inilah yang menutup rasio atau sikap skeptis mereka. Ada perasaan yang membuat mereka nyaman, tidak sendirian, merasa jika salah berjamaah tidak terlalu memalukan daripada salah sendirian, dst. Mereka dibuat tidak lagi kritis karena semua orang di sekitarnya juga melakukan hal yang sama, percaya dan tidak mempertanyakan. Ada sebuah contoh video eksperimen sosial tentang hal ini yang membuktikan hipotesis bahwa orang tidak lagi merasa perlu mempertanyakan alasan kenapa sebuah kelompok melakukan hal yang tidak masuk akal, seperti berdiri tiap 5 menit di ruang tunggu dokter. Ketika ada orang baru yang datang dan mempertanyakan alasannya, dijawab bahwa semua orang melakukan itu dan dia sendiri tidak tahu kenapa.

*****

Proses yang mirip namun dengan cara sedikit berbeda juga terjadi di area agama/budaya, politik dan marketing. Dalam agama, kepercayaan kepada ajaran agama, termasuk dalam hal ini adalah kepercayaan terhadap hal yang ghaib (irrasional), diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi selama berabad-abad lamanya. Richard Dawkins (Delusional God) menjelaskan morfologi kepercayaan demikian dan memperkenalkan sebutan meme, yang bekerja layaknya DNA yang menyimpan informasi yang diturunkan secara biologis dari orang tua ke anak. Meme bekerja di lingkup sosial dimana informasi diteruskan ke generasi berikutnya dan membangun sesuatu yang kita sebut sebagai adat, budaya, kebiasaan dan tentu saja agama. 

Dengan struktur yang ketat, orang awam akan cenderung lebih mudah percaya kepada kyai, ustadz, pendeta, dll (agen) karena sudah menjadi pengetahuan umum (meme) bahwa orang-orang tersebut adalah sumber informasi tentang kebaikan dan kebenaran ajaran agama. Jalan kepercayaan ini lebih mudah, aman dan nyaman. Tak perlu lagi kita melakukan 'soul searching' yang bikin capek, beresiko salah dan malah diganjar dosa. Salah-salah bisa dianggap murtad atau malah dituduh kafir, atheis, komunis bla-bla-bla.

Dalam politik, kita diyakinkan oleh agen-agen yang berkampanye sehingga tiba-tiba para pendukungnya merasa lebih mudah menemukan kelebihan tokoh politik pujaan daripada kelemahannya. Bahkan ketika janji kampanyenya tidak ditepati sekalipun, para pendukung tersebut bersedia memaafkan dan bahkan membela junjungannya. Tingkat kepercayaan pengikut dan pendukung tokoh-tokoh politik mungkin satu level di bawah tingkat kepercayaan kepada nabi. 

Bahkan ada seorang wanita lulusan S3 UGM anggota tim kampanye pilpres KMP yang menyebut Prabowo sebagai titisan Allah. Miris kan? Politisi menjual ideologi, tapi ketika realitas berbicara, politisi bisa dibuat tidak berkutik. Citranya bisa hancur berkeping-keping. Menyadari kekuatan citra, para politisi pun dimana-mana sibuk mengemas dan membangun citra dirinya, karena terbukti realitas bisa dikamuflase dengan pencitraan. Politisi pun sibuk memoles diri bahwa mereka adalah pembela nasib rakyat, pro keadilan, anti korupsi, dst. Politisi pun belajar ilmu semiotika alias 'ilmu berbohong', meminjam istilah Yasraf A. Piliang (Hypersemiotika).

Hal yang sama juga terjadi pada bidang marketing produk, walaupun tujuan akhirnya bukan menjadikan pembeli sebagai pengikut, tapi membeli produk. Tehnik pemasaran produk saat ini sudah berkembang demikian canggih dan tentu saja didukung oleh agen-agen pemasaran yang memoles produk mereka dengan sangat menarik bahkan cenderung dilebih-lebihkan (hyper) dari kenyataan yang sebenarnya. Iklan yang ditayangkan sudah bukan lagi sekedar 'menjual produk' tapi sudah melampaui produk itu sendiri alias mengusung nilai-nilai (values), selain menjaga kontinyuitas eksistensi produk. 

Contoh ini dapat dengan mudah kita jumpai pada tayangan iklan-iklan rokok. Iklan rokok sudah tidak lagi menjual rokok, tapi mengusung nilai tentang misalnya makna kebersamaan, kemewahan, kekuatan, penghargaan, dan nilai-nilai positif yang nyata ada di masyarakat. Rokok dan kegiatan merokok dimaknai sebagai salah satu wujud nilai yang berkembang di masyarakat. Realitas rokok yang berbahaya bagi kesehatan ditutup oleh citra positif yang ditebar oleh iklan rokok.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun