Dalam perayaan Dies Natalis Institut  Pertanian Bogor (IPB)  ke -59  secara daring  Kamis, 1 Sepetember 2022 Presiden Jokowi  memberikan 5 tugas kepada IPB.  Lima tugas itu  perlu segera ditindaklanjuti  dimasa  pembahasan  anggaran  tahun 2023.  Lima tugas itu tidak sulit bagi IPB  asalkan kebijakan pemerintah pusat mendukungnya secara total. Bagaimana cara menindaklanjuti  5 tugas yang diberikan  Presiden agar segera dieksekusi?
Lima tugas yang  diberikan Presiden Jokowi  ke IPB  adalah : Pertama,  mengembangkan riset agromaritim untuk menghasilkan inovasi tepat guna untuk membangun dan  mendukung sistem pangan yang tangguh. Kedua  memperluas peyebaran inovasi  ke berbagai pelosok Indonesia, memperluas kemitraan dengan berbagai  stakeholder, kemitraan dengan  pemerintah pusat, Pemda,  lembaga industry, petani dan masyarakat luas.
Ketiga,  mengembangkan program-program studi kekinian dan  kurikulum adaptif.  Indonesia membutuhkan ilmu-ilmu baru yang relevan dengan kebutuhan saat ini  dan masa depan seperti  bio informatics, bio medicine,  data science complexity  dan  sustainable  science, computational science,  information  technology, nano science and technology, neuromics dan disiplin ilmu lainya.
Keempat,  menyiapkan  antisipasi  untuk menghadapi masalah penyakait  zoonosis  ( penyekit infeksius yang bersumber dari hewan dari hewan).  IPB diharapkan  agar  menyiasati segala kemungkinan dampak dari zoonosis dan  bagimana cara mengatasinya. Kelima,  memperkuat sinergi dan indiustri dalam riset-risetnya.
Jika dicermati dengan baik maka  kelima tugas IPB yang diberikan  Presiden Jokowi  sangat mudah bagi IPB untuk mengimpelementasikan bahkan sudah diimpelentasikan selama ini, hanya perlu dioptimalkan. Tugas kedua yaitu memperluas  penyebaran inovasi hasil riset  ke daerah  sejatinya menjadi tugas pemerintah. Justru kendala IPB selama ini adalah  tidak adanya kebijakan politik pemerintah untuk  menyebarluaskan hasil riset sehingga hasil riset menjadi prototipe.
Seorang guru besar IPB  pernah kritik bahwa  profesor di Indonesia  cukup banyak  profesor administratif.  Profesor administratif  yang dimaksud adalah  mereka yang profesor yang  karena rajin mengurus administrasi dalam rangka mendapatkan profesor saja.  Profesor administratif yang fokus mendapatkan  angka kredit  untuk tujuan  mendapatkan gelar. Mereka pada umumnya miskin inovasi.  Profesor administratif  inilah  yang acapkali  sering mencoreng wajah akademik kita.  Dalam  anakedot biasa disebut Guru Besar Hanya Nama (GBHN)
Di IPB sangat jarang kita menemukan  profesor administratif tetapi  mereka adalah para guru besar yang dapat dipertanggungjawabkan keilmuanya.  Kendalanya adalah  apakah keilmuwan mereka dioptimalkan  untuk riset dan  memperbanyak hasil riset untuk dimplementasikan  untuk menjawab kebutuhan  atau menjawab persoalan yang  ada dimasyarakat?
Persoalan IPB bukanlah  soal  kurang inovasi,  kurang  kreatif, tidak mau melakukan distribusi hasil inovasi ke daerah atau tidak mau mendirikan program studi paling mutakhir,  melakukan riset zoonosis dan lain sebagainya.  Tetapi pertanyaanya adalah  apa  political will  pemerintah  pusat  agar  5 tugas itu  terwujud.  Bagi IPB  tidak  lagi  pertanyaan  apakah IPB mampu melaksanakan  5 tugas yang  diberikan Presiden tetapi  berapa banyak biaya yang  disipakan pemerintah untuk melaksanakan tugas itu.  Jika Presiden Jokowi serius kelima tugas itu tercapai hendaknya dikonkritkan  berapa biaya  yang disiapkan kepada masing-masing tugas itu.Â
Di era pemerintahan Bambang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  ketika Indonesia dilanda  flu burung  (Avian Influenza (A H5N1) Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang didalamnya Rumah Sakit hewan yang lengkap ditemukan vaksin flu burung.  Di waktu yang bersamaan  di media  cetak dan elektronik ketika itu  muncul polemik  siapa yang ekspor  vaksin flu burung. Apakah kementerian pertanian atau kementerian kesehatan.Â
 Ketika  terjadi polemik antara kementerian kesehatan dan menteri pertanian soal siapa impor vaksin  saya bertanya  ke mantan menteri pertanian Prof.  Dr. Bungaran Saragih, mengapa  Fakultas Kedokteran Hewan  IPB menemukan vaksin flu burung justru yang terjadi  polemic siapa yang  mengimpor vaksin flu burung?  Guru besar yang menjadi menteri  pertanian era  Gusdur Bungaran Saragih mengatakan tidak etia menjawabnya karena menteri  pertanian sebelumnya.