Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memberi Hadiah untuk Guru Bagian dari Pendidikan Anak

30 Juni 2022   09:03 Diperbarui: 30 Juni 2022   10:30 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gambar fb Roselly Simanjuntak

Kontraversi  pemberian hadiah  kepada guru membuat kita orang tua siswa  kaku.  Apa sih salahnya kita meluapkan  kegembiraan kita atas kebaikan guru kepada anak kita dengan cara memberi hadiah? 

Apa sih salahnya kita mencari-cari kebutuhan guru agar mengajar lebih optimal?  Apa sih salahnya kita ajak jalan-jalan guru anak kita ke danau Toba agar  gurunya bisa menjelaskan peristiwa  vulkanik yang dahsyat itu?  Apa sih resiko kalau  kita memberi  hadiah kepada guru? Bagaimana sih sesungguhnya kita memaknai guru?

Saya kesal melihat sekolah anak-anak saya karena dilarang memberi hadiah kepada guru.  Mengapa dilarang orang tua berbuat baik?  Bukankah larangan itu  membuat  ada orang tua menjadi tidak beradab ketika kucing-kucingan kasih hadiah? 

Bukankah larangan itu menimbulkan orang tua sembunyi-sembunyi memberikan hadiah kepada guru?  Kegiatan berterima kasih kok sembunyi-sembunyi?  Cara sembunyi-sembunyi menjadi sesuatu memalukan, bukan?

Sampai sekarang saya bingung mengapa  ada larangan memberi hadiah kepada guru. Lalu, bagimana dong caranya?  Mengekspresikan  terima kasih  kita?   

Bukankah guru senang diperhatikan secara khusus? Apa sih resiko jika guru dikasih hadiah?  Ada yang mengatakan guru menjadi subjektif? Subjektif bagaimana?  Katanya nilai anak-anak dan perhatian  kepada anak-anak  menjadi subjektif. 

Loh, bukannya subjektifitas itu hal biasa atau manusiawi?  Lagipula, bukankah guru mengetahui  kebutuhan siswanya? Bukankah guru mengetahui karakter siswanya?  Bagaimana sih kita memahami makna seorang  guru yang sesungguhnya?

Tentang subjektivitas nilai anak  kan sudah menerima rapor. Nilai apa lagi mau diganti? Sekarang kan tidak lagi ada rangking kelas.  Sistem penilaian kita kan  tidak lagi  membandingkan  siswa si A dan si B tetapi  nilai kepada  anak itu sendiri.  Kini yang kita bandingkan adalah perkembangan anak itu sendiri, bukan?  Sejauh mana anak itu memahami  materi pelajaran.   

Kalau dulu kan  ada lomba rangking, sekarang kan tidak lagi. Lalu, apa hubungannya dengan gratifikasi?  Apakah berpengaruh terhadap kebijakan publik jika saya kasih  baju  motif Batak ke guru anak saya?   Memberi dan menerima hadiah itu seru.  Hadiah itu mengandung makna yang dalam. Mengapa kita tidak berlomba memberi hadiah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun