Akhir-akhir ini menarik  isu perubahan  Institut Agama Kristen Negeri (IAKN)  menjadi Universitas Kristen Negeri (UKN).  Ditambah lagi  isu IAKN akan dirubah menjadi Universitas Tapanuli Raya (UNTARA).  Ketika saya mendengar isu perubahan  IAKN  menjadi UKN saya hubungi  seorang dosen di IAKN, apa relevansinya? .  Semakin tidak relevan ketika Bupati  Taput masuk mengintervensi IAKN. Apakah  sudah melihat pengalaman IKIP berubah menjadi Universitas di seluruh Indonesia?.  Apakah IAKN tidak mampu  menjawab kebutuhan rakyat?.
Beberapa  waktu lalu, saya berdialog dengan teman-teman  dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN)  yang berubah nama  menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) tentang bagaimana dampak  perubahan nama itu.  Beragam  pandangan-pandangan mereka tentang perubahan itu.  Nah, bagimana dengan perubahan IKIP berubah  menjadi Universitas Negeri?.  Ketika IKIP berubah  menjadi Universitas negeri dibagi dua yaitu non kependidikan  (non dik) dan  kependidikan.
Ketika Universitas   yang dulunya Institut Keguruan  memiliki  non dik dan kependidikan, padahal dosennya sama, bagimana mengelolanya?.  Apakah dosen yang selama ini  mengajar keguruan bisa berubah menjadi pengajar Universitas?.  Apakah dosennya tidak lelah bahkan tidak bosan  mengajarkan topic yang sama dengan paradigm yang berbeda?.  Apa bedanya paradigm dik dan non dik diajarkan dosen yang sama?.  Seorang guru besar  Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengatakan hasilnya  adalah  jadi IKIP malu malu, jadi Universitas tidak mampu.  Perubahan nama itu  menjadi tanggung tanggung. Perubahan itu tidak mengoptimalkan keadaan.  Faktanya, guru kurang, megapa dirubah?.
Ketika terjadi perubahan IKIP menjadi Universitas, IKIP Bandung yang melakukan  "perlawanan". Karena perlawanan itulah maka IKIP Bandung  berubah nama menjadi Universitas Pendidikan  Indonesia (UPI). UPI kini diledek kepenjangannya  menjadi Universitas Padahal IKIP.  Perubahan itu masih hangat dibicarakan orang hingga kini karena perubahan itu menghasilkan kegamangan. Gamang tetapi tetap jalan.   Perguruan Tinggi (PT) memang harus megalaminya agar menemukan  dalil terbaik untuk menjawab kebutuhan  rakyat.  Hakikat kehadiras PT jelas yaitu menjawab kebutuhan rakyat.
Dalam diskusi dengan  sahabat-sahabat teolog ada kritik soal posisi dan kedudukan PT Teologi dengan pemerintah. Pertanyaan yang muncul adalah apakah relevan PT  Kristen  milik pemerintah?.  Bagaimana independensi ilmu teologia jika dibawah pemerintah?. Apakah mampu memiliki daya kritis yang baik?.  Bagaimana tingkat indenpensi teolog jika PT itu milik pemerintah? Mampukah mengkritik pemerintah?  Seorang teolog  kritik saudara kita PT Kristen di Indonesia Timur yang berubah menjadi negeri. Kok bangga?, tanyanya. Ketika PT Kristen dinegerikan, itu artinya tingkat Independensi/tingkat kritis  PT itu berkurang.  Jadi, seorang teolog tidak perlu bangga  penghargaan penghargaan dari pemerintah. Itulah ciri teolog.
Berdirinya IAKN  sejatinya mampu memberikan jawaban atas tuntutan kebutuhan rakyat. Sebab, jika berubah sebagai bukti tidak mampu menjawab kebutuhan  dan tuntutan rakyat.  Ada dua penyebab  pergantian  nama PT yaitu   nama tidak relevan  dan  pengaruh dari luar untuk kepentingan politik atau kepentingan rakyat.  Mengapa IAKN tidak relevan?.  Jika tidak relevan  apa yang harus dilakukan agar relevan?  Apakah nama tidak relevan atau penghuninya tidak mampu menjawab kebutuhan umat sehingga tidak  relevan?
IAKN hadir memiliki keunikan sendiri, karena itu harus dijaga dan didukung.  Niat mengubah  IAKN menjadi UNTARA  dari luar IAKN tidak tepat.  Bagimana mungkin kekuasaan lebih  mampu melihat relevansi IAKN?. Masa sih Bupati Taput lebih paham  kebutuhan IAKN untuk menggapai visi dan misinya?.  Bupati Taput sejatinya bertanya kepada para akademisi di IAKN.  Jikalaupun internal IAKN berubah pemikiran, pemerintah  seperti Bupati tidak boleh masuk.  Bupati di kawasan Danau Toba khususnya belajar ke IAKN untuk menyerap ilmunya buka berencana mengubah.  Salah kamar namanya. Kalau salah kamar, iya minta maaf.
IAKN hadir dengan unik  walaupun tidak ideal. Di tengah keunikan itu, semua kita harus mendukungnya agar IAKN optimal menjalan visi dan misinya.  IAKN tempat kita belajar  untuk memahami teologi dengan segala pergumulannya.  Mereka butuh dukungan  kita agar mereka optimal. Karena itu,  isu  Untara  harus dipisahkan dari IAKN. Keunikan yang ada dijaga bukan diganggu.  Kalau Bupati  Taput ingin  memiliki Universitas itu baik dan lakukan saja tanpa mengganggu IAKN yang unik dan kebanggan kita bersama.  Selamat berkarya para civitas akademika IAKN, khusnya Prof Henuk  yang mau menjawab segala kritik.  Berharap dari IAKN bahwa teologia mampu dan terus relevan menjawab kebutuhan rakyat di zaman ini.
IAKN harus mampu memberikan jawaban  atas kawasan Danau Toba menjadi destinasi  wisata super prioritas.  Bagaimana sudut pandang teologia akan kehadiran  wisata.  IAKN harus mampu merefleksikan teologia akan  berbagai disiplin ilmu.  IAKN sebagai pusat  rakyat bertanya relevansi kehidupan.  Â
Dinamisnya hidup membuat kebenaran makin kabur. Untuk menerangkan yang kabur IAKN hadir. Betapa dalamnya makna kehadiran IAKN. Karena itulah IAKN harus kita jaga bersama.