Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Optimalisasi Koalisi Mayoritas untuk Kesejahteran Rakyat

3 Oktober 2020   18:40 Diperbarui: 3 Oktober 2020   18:55 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : okezone.com 

Dalam perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan  Legislatif (Pileg),  dan tanggal 9 Desember akan berlangsung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih  Gubernur, Walikota, dan Bupati, masyarakat umumnya fokus kepada Pasangan Calon (Paslon).  Padahal, selain kapabilitas,  integritas, eletabilitas, akseptabilita, rekam jejak (track record) Paslon,  Partai  Politik (Parpol)  pendukung dan pendukung dana untuk biaya politik (cost)  di balik Paslon tidak kalah penting  dari Paslon itu.  Paslon yang memiliki integritas tinggi, kapabilitas, isi tas yang banyak  jika  tanpa jaringan politik yang kuat, sulit memajukan suatu daerah.

Pengalaman kita berdemokrasi selama ini,  terkesan Paslon yang  berkoalisi mayoritas disebut koalisi  gemuk atau obesitas  kalah dengan koalisi yang kecil atau pernah kalah dengan Indpenden.  Mengapa Parpol yang koalisinya  didukung mayoritas Parpol bisa kalah dengan   Parpol tunggal atau dengan Parpol yang pendukungnya sedikit?.  Dalam konteks inilah dituntut  seni memimpin dari Paslon yang  didukung Parpol mayoritas. Jika seni memimpin Paslon yang didukung Parpol mayoritas  baik, maka  secara otomatis akan menang secara mutlak.

Pertanyaanya adalah mengapa  Paslon yang didukung koalisi gemuk  bisa kalah dengan Paslon yang didukung satu Partai atau sedikit Parpol?.  Seni apa yang dipakai agar koalisi mayoritas menang dan optimal kelak setelah terpilih secara mutlak?. Selama ini, Paslon yang  didukung Parpol mayoritas terbangun opini publik  bahwa Paslon ini banyak uang. Opini awal inilah yang membuat banyak orang  berharap banyak boros bahkan foya-foya dalam masa kampanye.  Mengapa terbentuk opini bahwa Paslon yang didukung Parpol mayoritas banyak uang?. Asumsi dimulai dari Paslon yang didukung Parpol mayoritas sudah  "membeli" Parpol untuk mendapatkan rekomendasi.  Padahal, asumsi itu tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Nalar sehat sejatinya adalah jika benar "membeli" Parpol, secara otomatis uang Paslon sudah habis, bukan?. Kalau sudah habis, mengapa berasumsi masih banyak uang?.   Kita coba ikuti asumsi yang bias itu.  Jika asumsi itu kita lanjutkan, maka demokrasi kita tidak pernah maju. Karena kita ingin maju secara bersama maka akan saya bahas, apa untungnya jika Paslon yang didukung Koalisi mayoritas. 

Pertama, jika  Gubernur/Walikota/Bupati  terpilih didukung  oleh Parpol mayoritas maka dengan mudah berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD di Provinsi, Kotamadya, Kabupaten) untuk mendapat persetujuan   anggaran.  Komunikasi batin yang kuat antara eksekutif dan legislatif  akan mempercepat kinerja eksekutif. Sebaliknya, jika eksekutif tidak mendapat dukungan dari legislatif  maka kondisi akan stagnan. 

Kedua, jika Paslon   membangun    komunikasi yang baik dengan semua Parpol pendukung  maka kerjanya  mendapat dukungan politik di  provinsi maupun tingkat pusat. Sebagai contoh saya ambil Pilkada Kabupaten Samosir.  Paslon Vandico Gultom dengan Matua Sitanggang didukung oleh Parta Nasdem 5 kursi, PKB 4 kursi, Golkar 3 kursi,  Demokrat 2 kursi, Gerindra 2 kursi, Hanura 1 kursi. Paslon Vandico dan Martua Sitanggang didukung 17 kursi dari 25 kursi di DPRD Kabupaten Samosir. Ada lagi Parpol pendukung yang tidak memiliki kursi di DPRD yaitu Perindo dan PAN. 

Jejaring politik koalisi  Vandico Gultom dengan Martua Sitanggang di Provinsi adalah  Partai Nasdem memiliki 2 kursi, Partai Golkar 1 kursi,  Perindo 1  kursi dan semua Parpol pendukung masing-masing rata-rata  1 kursi. Di DPR  pusat Partai Nasdem 2 kursi, Golkar 1 kursi,  Demokrat 1 kursi, Gerindra 1 kursi, PKB 1 kursi dan PAN 1 kursi.  Jumlah Parpol pendukung memiliki   7 kursi.  Jika Vandico -- Martua Sitanggang cerdas memanfaatkan ini maka secara cepat dapat dioptimalkan untuk kerja-kerja politiknya untuk masyarakat Samosir.

Ketiga, jejaring politik yang sangat luas.  Sebagai contoh. Partai Nasdem memiliki 2 kursi di DPR yang  dari  Daerah  Pemilihan (DAPIL)nya adalah Kabupaten Samosir  Salah satunya adalah Martin Manurung, S.E, M.A, yang menjadi  salah satu pimpinan Komisi VI  yang membidangi   Badan Usaha Milik Negara,  Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Standarisasi Nasional (BSN),  KPPU,  Otorita Batam, Otoritas Sabang,  Dewan Koperasi Indonesia,  Badan Perlindungan Konsumen,  Badan Koordinasi Penanaman Modan (BKPM). Di Komisi VI ada politisi Golkar dari Dapil yang sama Lamhot Sinaga.  Jika Vandico -Martua Sitanggang membangun komunikasi politik dengan baik maka pembangunan di Samosir yang terkait dengan Komisi VI di DPR RI akan sangat mudah. Demikian juga kepentingan Kabupaten Samosir dengan mudah berkomunikasi dengan  anggota DPRD Provinsi  Sumatera Utara.

Keempat,   kue pembangunan mengalir dengan mudah.  Jejaring politik dan dukungan politik yang kuat secara otomatis  membawa kue pembangun mengalir dengan kuat ke daerah. Dukungan  anggota DPRD Provinsi dan 7 kursi di DPR RI yang berada di  berbagai Komisi  akan  mempermudah Vandico-Martua kinerja politiknya.  Hanya, semua yang saya tulis ini hanyalah asumsi jika Vandico-Martua tidak cerdas mengelola seni politik.  Sikap mau belajar, menghindari rasa suka atau tidak suka  (like or dislike) menjadi jawaban agar bisa mengoptimalkan jejaring Parp[ol pendukung. Selain jejaring di DPR, dampak lain adalah jejaring dengan Kementerian terkait pembangunan. Komunikasi politik yang baik dengan Parpol secara otomatis mempercepat komunikasi dengan  Menteri. Hal ini fakta politik yang tidak terbantahkan.

Komunikasi politik itu bisa lancar dengan syarat proposal dari  Gubernur/Walikota/Bupati disusun secara profesional. Karena itu pimpinan daerah harus memiliki birokrat dan tenaga ahli yang handal agar jejaring politi dapat meyakinkan bahwa program kerja yang diusulkan adalah sangat mendesak.  Vandico-Martua harus mampu meyakinkan Komisi VI dengan data dan fakta bahwa di Samosir masih ada  rakyat yang  tidak menikmati listrik.  Jika proposal itu meyakinkan  maka Komisi VI yang didalamnya Martin Manurung dan Lamhot Sinaga akan membahasnya dengan Dirut PLN.  Demikian juga jejaring dengan Kesehatan, Pertanian, Infrastruktur dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun