Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Akankah Pilkada 2020 Tanpa Politik Transaksional?

5 Juli 2020   07:33 Diperbarui: 6 Juli 2020   06:07 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kotak suara. (sumber: KOMPAS)

Realita politik kualitas dan isi tas dan apabila sama-sama pemilik uang yang banyak maka sikap yang terbaik adalah melihat latar belakang. Latar belakang akademisi, politisi dan pengusaha atau berbagai kegiatan. Misalnya politisi sekaligus pengusaha. Pengusaha yang harus dihindari adalah usaha yang memanfaatkan subsidi.

Jika usahanya di arena subsidi harus hati-hati. Misalnya bisnisnya di arena subsidi minyak, gas, pupuk, makelar tanah, rentenir dan lain sebagainya.

Bayangkan jika pengusaha kaya karena subsidi. Misalnya, kita mengenal menyuntik gas subsidi menjadi gas yang mahal. Kekayaan yang berasal dari selisih subsidi itu sangat mengerikan. 

Jatah orang miskin dimanfaatkan untuk kekayaan. Bisnis ini sangat kejam, bisnis kejahatan tiada tara karena hak orang miskin diambilnya. Tidak mungkin latar belakang bisnis kejam mensejahterakan rakyat, bukan?.

Dalam beberapa kali rapat di Komisi VI DPR RI beberapa anggota DPR berteriak dan bertanya mengapa Kementerian Koperasi dan UKM kalah dengan rentenir? Rentenir telah menyusahkan rakyat. Apakah BUMN seperti Permodalan Nasional Madani (PMN) tidak mampu membantu rakyat miskin sehingga rakyat banyak terlilit rentenir?

Mengapa rentenir lebih terkenal dibandingkan dengan PNM? Mengapa rakyat tidak mengenal Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) yang selalu disuntik dana Negara puluhan triliun tidak begitu dikenal rakyat?

Rentenir yang diperbaiki namanya koperasi bisa saja berkelit membantu rakyat, tetapi bunganya itu tidak masuk diakal. Kebijakannya tidak membantu tetapi karena keadaan terpaksa. Orang banyak uang karena cara-cara itu tidak akan membawa peradaban.

Demikian juga birokrat yang berasal dari daerah miskin tetapi uangnya banyak. Tidak perlu dijelaskan bagaimana mungkin birokrat yang menderita dia bisa kaya raya?

Negeri kita ini unik, acapkali pengusaha dari daerah rakyat yang miskin uangnya berlimpah. Birokrat di daerah miskin uangnya berlimpah. Logika sehatnya adalah orang semacam itu adalah mengeruk kekayaan di tengah ketidakberdayaan. Jika peka sosial sejatinya hidupnya menolong orang tak berdaya, bukan mengeruk kekayaan.

Pemilih kita cukup banyak yang tidak rasional, karena itu kita yang rasional teruslah bekerja untuk merasionalkan pemilih. Sentimen atau sinisme ke partai politik perlu dikurangi karena Partai Politikpun diperhadapkan kepada dilema. Partai politik sangat berpengalaman menyuguhkan yang berkualitas tetapi tidak terpilih. Hasil survey pun menunjukkan orang yang dianggap berkualitas belum memiliki popularitas.

Sejak awal, kita sudah salah kaprah. Orang yang berkualitas malu-malu untuk mencapai popularitas. Malu muncul di raung public. Padahal ilmunya dibutuhkan publik. Karena itu, kadang kita bertanya bagimana mencari yang ideal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun