Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Orang Cerdas Dijadikan Penjahat

2 November 2017   12:02 Diperbarui: 2 November 2017   12:13 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siang itu, seorang sahabat menelpon saya. Dia ditangkap polisi  karena membawa oli  dari kumpulan oli dari bengkel-bengkel di Jakarta Barat. Hampir di semua tempat, pengumpul oli dari bengkel-bengkel itu  makanan "empuk" polisi. Alasannya, tidak memiliki izin transportasi.  

Di era SBY izin transportasi limbah B3  diberikan oleh Kementerian Lingkungan dan Kementerian Perhubungan.  Biasanya, kasus ini diselesaikan dengan "damai".   Para pengumpul oli itu badannya kotor, berkeringat dan kepanasan.  Mereka ketakutan mengumpulkan oli karena kejar-kejaran dengan polisi.  

Padahal, para pengumpul oli itu membantu negara untuk membersihkan lingkungan. Bayangkan jika oli itu tidak ada yang mengumpulkan. Terjadi pencemaran air dan tanah yang luar biasa.

Jika kita rajin menonton televisi,atau baca koran berita kriminal maka akan kita lihat dan baca para penjahat pengoplos oli. Pengoplos oli itu dijadikan orang jahat. Mengapa mereka menjadi penjahat?. Mereka penjahat karena memalsukan merk dagang?  Jika kita jernih dan paham ekonomi kerakyatan maka mereka para pengoplos oli itu adalah orang-orang kreatif, inovatif.  Mereka mengikuti prinsip  ilmu lingkungan yaitu  reuse, reduce, recycleyang dikenal dengan 3R.  Mereka ditangkap karena melanggar regulasi yang rentan titipan kaum pemodal.

Jika kita jernih dan pro keadilan, sejatinya pengoplos oli yang kreatif, inovatif dan jenius itu harus difasilitasi pemerintah. Mereka itu pekerja keras yang tidak paham bagaimana penyaluran inovasi mereka tidak melanggar aturan. Mereka tidak paham kemana mereka melapor agar tidak dianggap penjahat. Pahitnya, banyak yang paham prosedur tetapi tidak lolos karena tidak dibimbing tapi "dibunuh" kreatifitasnya. Mereka para pengoplos oli itu sejatinya dibina dan difasilitasi agar produktif membangun bangsa dan negara yang kita cintai ini. Inilah paradigma pro rakyat yang mencerdaskan.

Sadar atau tidak, banyak aturan yang menghalangi  masyarakat kita untuk memberikan kontribusi untuk menyelamatkan lingkungan. Contoh, banyak limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)  menumpuk puluhan tahun di pulau itu karena  tidak ada transporter laut yang memiliki izin  untuk mengangkut.  Tahun demi tahun persoalan  tidak tuntas karena inovasi masyarakat  tidak berkembang karena takut dituding penjahat.

Di Pulau Batam limbah Karbit menggunung, di berbagai daerah limbah fly ash, buttom ash menumpuk. Adakah kreativitas yang bisa mengerjakan dengan prinsip 3R?.  Semua ketakutan untuk mengerjakan karena  ketakutan ditangkap polisi. Inilah realita pengelolaan limbah B3 kita. Pengelolaan limbah B3 kita digantungkan kepada pemilik modal yang penuh intrik. Masyarakat yang memiliki kreativitas dan inovasi terpasung.  Tidak ada jalan keluar. Posisi abu-abu ini dimanfaatkan oknum pihak keamanan untuk menambah pundi-pundinya. Hampir di semua daerah di Indonesia, pengelolaan limbah B3 adalah hal yang sangat serius. Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi harus segera mengevaluasi dan bertindak dengan segera.

Dalam konteks pengelolaan Limbah B3 yang runyam, maka pemerintah era Jokowi perlu mengevaluasi seluruh regulasi tentang pengelolaan limbah B3. Pemerintah harus berubah paradigma tentang limbah B3.   Pemerintah mendoring masyarakat kreatif untuk berkreasi bukan menganggap mereka penjahat.  Semua elemen bangsa perlu bahu membahu untuk menuntaskan persoalan ini agar lingkungan kita sehat. Pembangunan kita berkelanjutan.  

Penulis adalah alumnus pascasarjana IPB bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun