Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebenaran dan Demokrasi

2 Oktober 2017   16:00 Diperbarui: 2 Oktober 2017   16:24 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Setya Novanto diputuskan pengadilan  tidak bersalah. Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) menyatakan Setya Novanto tersangka dalam kasus e-KTP.  KPK bekerja dengan waktu yang lama untuk mencari bukti-bukti bahwa Setya Novanto terlibat dalam kecurangan e-KTP.   Pengadilan memberikan keputusan dengan membahas bukti dan prosedural di atas meja.  Tidak ada penelusuran seperti yang dilakukan KPK. KPK bergerilya untuk mencari bukti-bukti.  Lalu, siapa yang benar?. Secara logika tingkat kebenaran KPK jauh lebih tinggi dibandingkan  pengadilan.

Kelemahan paling fatal demokrasi adalah keputusan dengan suara terbanyak.  Andaikan ada pemilihan bahwa 51 %  anggota DPR menyatakan Setya Novanto perempuan maka keputusannya adalah Setya Novanto adalalah perempuan. Inilah bahaya demokrasi. Karena itu, kita harus menyadari bahwa demokrasi itu tidak untuk kebenaran tetapi untuk mengambil keputusan.  Dalam alam demokrasi, kita harus memiliki sikap rasional, objektif dan realistis. Demokrasi tanpa masyarakat yang rasional, objektif dan realistis maka demokrasi digiring untuk membahayakan masa depan rakyat. Bayangkan jika anggota DPR karena berdasarkan sinisme untuk mengambil keputusan. Berbahaya, bukan?.

Suatu ketika ada orang menyatakan saya bukan marga Manurung. Dengan enteng, saya jawab, "hanya ibuku yang tau aku marga Manurung atau tidak".  Saya yakin, saya anak bapakku karena aku lahir anak ke 12. Ketika aku lahir ibuku menjelang usia  50 tahun. Kecil kemungkinan ibuku selingkuh. Ditambah lagi,  di tempat aku lahir budaya sangat kuat. Tidak ada pernah isu perselingkuhan. Ibuku teruji setia kepada ayahku. Lagi pula, kalaupun aku bukan marga Manurung, kenapa?. Di akte lahir dan di babtisan kudus, aku sudah dicatat marga Manurung. 

Jika anda menyatakan saya tidak marga Manurung maka anda melebihi kuasa Tuhan. Tuhanlah yang memilih aku menjadi orang Batak marga Manurung. Tidak satu organisasi apapun atau siapapun yang bisa menyatakan bahwa saya bukan marga Manurung. Termasuk gereja.  Kita harus hati-hati dengan kuasa Tuhan yang menjadikan aku marga Manurung.

Dalam praktek sehari-hari, acapkali  tanpa disadari kita melebihi kuasa Tuhan. Kata-kata/tulisan kita melebihi kuasa Tuhan. Hal semacam ini haruslah kita sadari.  Kita acapkali menuhankan karya kita. Sejatinya kita taat kepada rencana Tuhan sang pencipta. Sikap taat kepada sang pencipta menjadikan kita berdamai dengan diri sendiri dan sesama kita. Kita berdamai dengan alam tempat kita tinggal.

Lalu, bagaimana sesungguhnya mencari kebenaran itu.  Secara ilmiah, kita bisa mencari kebenaran dengan cara meneliti.  Walaupun diteliti, juga tidak dipastikan menjadi kebenaran. Hanyalah sebagai referensi yang apabila cocok  bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus memahami bahwa peneliti memiliki sikap subjektifitas,  keterbatasan,  dan berbagai faktor. Lebih parah lagi jika penelitian memiliki sponsor tertentu. Kalau demikian, hasil penelitian akan parah.  Hasil penelitian diperdebatkan biasanya karena metode yang digunakan. Semua metode penelitian seperti kuantitatif, survey, kualitatif dan berbagai metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Jikalau hasil penelitian saja subjektif, bagimana tingkat kebenaran dari hasil musyawarah mufakat atau hasil voting?.  Dan, kalau dikaitkan pula dengan kekuasaan Tuhan?.  Karena kebenaran sejati adalah milik Tuhan, maka kita umat manusia belajar rendah hati untuk tidak mengklaim kebenaran itu.  Manusia, jangan terlalu percaya dengan keputusan manusia itu sendiri. Sikap ragu, merenung,  introspeksi diri harus kita pelihara setiap saat. Jika tidak, kita menjadi manusia sombong.

Kesombongan akan membawa kita menuju kerusakan diri sendiri.  Kita menyadari, bahwa setinggi apapun pendidikan kita, sebanyak apapun pengalaman kita, faktanya kita tidak bisa berbuat apa-apa.  Pengalaman emprik menunjukkan, perubahan terjadi ketika manusia saling mengasihi. Kini kita sadar, teknologi buatan manusia ketika tidak sadar bahwa bumi yang diciptakan Tuhan diameternya  tidak berubah menjadikan pemanasan global. Manusia yang merasa hebat itu mengahsilkan teknologi yang eksploitatif yang mengakibatkan bumi kita makin panas. Kini, kita repot mengembalikan bumi kita.

Demokrasi sangat jelas terbukti berbahaya ketika kita tidak berkomitmen terhadap etika dan nilai-nilai demokrasi. Lalu, kita mau kemana?.  Masihkah kita berdemokrasi tanpa mengikuti prinsip-prinsip dan nilai demokrasi?.  Maukah kita menggunakan demokrasi untuk mengebiri hak-hak orang lain?.

Orang Batak mengenal demokrasi dengan syarat "unang si ida bohi" ( tidak pandang bulu.  Andaikan nilai "unang si ida bohi" kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari maka damailah negeriku. Distribusi keadilan akan jalan.

Penulis adalah aktivis sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun