Mohon tunggu...
Agnes Hening Ratri
Agnes Hening Ratri Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, suka traveling dan melakukan aktivitas kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Apa Maumu Tuhan?

16 Agustus 2017   21:18 Diperbarui: 16 Agustus 2017   21:52 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menemukanmu dalam sunyi, dalam hening di kaki gunung. Menemukanmu setelah hampir sepuluh tahun tak pernah tahu kabarmu, bahkan apa yang telah berubah sebelumnya. Menemukanmu, seperti berjumpa dengan masa mudaku, masa belasan tahun lalu di mana kita masih berjalan sendiri dengan kebebasan dan kemerdekaan sebagai lelaki dan perempuan bebas tanpa ikatan dengan seseorang.

Berjumpa dengan mu, lalu kemudian kita berbagi cerita, ngopi bersama dan menuangkan kata-kata rindu di pesan pendek sebelum tidur. Menghampiri handpone yang selalu bergetar ketika membaca pesan mu masuk. Ada perasaan aneh yang kemudian menjalar di hati, ketika membaca pesanmu masuk. Seperti baru mengenalmu.

Menghitung kenangan, adalah awal kita kembali bersama. Menyusuri sebuah tempat yang dulu sering kita kunjungi saat masih belasan tahun lalu. Menyusuri tempat itu juga bukan hal yang indah sebenarnya, karena dulu aku menyusuri tempat itu bukan denganmu, tapi bersama teman-teman lain. 

Dulu aku mengenalmu sebagai ornag yang sangat populer di masanya, bahkan aku pun hanya sebatas mengenalmu, karena tak punya keberanian untuk mendekat, aku bukan siapa-siapa kala itu. Sementara deretan mantan kekasihmu berupaya untuk menarik simati lagi. 

Bertahun kemudian kita bertemu lagi dalam suasana yang berbeda, dengan deretan kisah yang tiba-tIba meluncur darimu, tentang gagalnya dirimu mempertahankan cinta, kegagalan merebut kembali sebuah harapan dan aku menjadi pendengar untuk kisah itu. Tak terbersit anganku untuk kemudian dekat dengan mu.

Bertutur kisah itu sembari memebanmkan lamunan pada cangkir-cangkir kopi yang ada di hadapan kita. Kemudian mengalir rasa dekat dan ingin bertemu kembali. Setelah susuri kabut dan dinginnya lereng gunung suatu pagi. Kita kemudian menjadi begitu dekat. 

Aku tak berani mengatakan bahwa sisi hati mulai terbuka oleh hadirmu, sejak beberapa tahun lalu saya mengunci rapat hatiku. Bagiku kesendirian adalah jawaban dari perjalanan ini. Namun tak dapat aku pungkiri rindu menyeruak jika kita tak jumpa. Bahkan berhari-hari kemudian kita tanpa sepakat menyematkan masing-masing panggilan rindu. Tanpa pernah kita rencanakan...

Aku telah lelah terluka lelah di sakiti dan nyaris tak ada keberanian untuk jatuh cinta lagi..maka saat ini ingin aku tanyakan pada Tuhan, apa yang sedang kau rancang untuk ku dan untuknya Tuhan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun