Mohon tunggu...
Agnes Hening Ratri
Agnes Hening Ratri Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, suka traveling dan melakukan aktivitas kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mahar, Sebuah Inspirasi dan Mimpi

14 Januari 2015   05:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:11 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14211643501430951646

[caption id="attachment_390601" align="aligncenter" width="423" caption="Sumber: Kapanlagi.com"][/caption]

Berita duka kembali menggelayut di awal tahun.  Sosok anak desa Gantong, Belitung yang identik dengan radio di leher dan suara merdu melantunkan lagu Seroja itu telah tutup usia. Berita kepergian Verys Yamarno pertama beredar di media sosial pada pukul 15.00, Senin 12 Januari 2015.

Sayapun berusaha untuk terus mengikuti berita duka itu. Mulai membuka internet dan mencari kepastian tentang kematian mendadak yang menjemput pemain Mahar tokoh film Laskar Pelangi itu. Sedih mendapat kepastian anak muda yang penuh talenta itu akhirnya harus pergi dengan cara yang sangat misterius.

Secara pribadi saya amat kagum dengan anak-anak Laskar Pelangi itu. Mereka adalah wujud nyata dari kepolosan anak-anak desa yang menyimpan potensi, mimpi dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Kepolosan mereka dalam berakting merupakan anugerah Tuhan yang terungkap dari daerah yang selama ini tidak pernah di duga. Mereka bukan anak-anak yang berasal dari sebuah sanggar anak. Mereka bukan siapa-siapa sebelumnya.

Kesuksesan Laskar Pelangi membuat saya terinspirasi untuk menularkan keberanian mereka "anak-anak Laskar Pelangi" itu dalam keterbatasan kondisi sekolah, lingkungan, ekonomi keluarga. Mereka memberi inspirasi tentang cita-cita dan harapan anak-anak Indonesia. Hal inilah yang membuat saya pada saat itu tahun 2006-2009, menjadi Konselor di sebuah sekolah swasta di Bandung, Jawa Barat mewajibkan siswa untuk nonton bersama Film tersebut di kelas dan kemudian berdiskusi.

Saya masih ingat waktu itu kelas-kelas kemudian dibuka untuk memutar film. Saya mengusulkan mulai kelas 3-6 SD nonton bersama. Membagi cerita dengan sesama anak-anak dikelas, serta mengurai kembali kisah Laskar Pelangi dalam cerita khas anak-anak. Saya bermimpi inspirasi dari Belitung menular hingga ke sekolah-sekolah swasta yang justru sangat full fasilitas.

Mimpi saya sederhana, anak-anak itu mulai terbuka dengan kondisi kawan-kawan mereka yang mengalami keterbatasan fasilitas, keterbatasan ekonomi dan kondisi sosial, tetapi mereka mempunyai semngat untuk terus belajar dan mengejar cita-cita. Saya ingin menyampaikan kepada anak-anak yang berada itu tentang kesederhanaan hidup, tentang berbagi kepada yang tidak mampu. Tentang penghargaan terhadap sesama, tentang perbedaan suku dan agama. Tentang perjuangan guru untuk mencerdaskan siswanya. Terutama juga tentang perjuangan yang tanpa menyerah anak-anak desa.

Saya membagi inspirasi itu selama tiga tahun. Kembali mengajak nonton film Laskar pelangi tiap angkatan. Meski ada film lain juga yang say atawarkan kepada siswa sekolah. Namun Laskar Pelangi dengan tokoh Mahar, Ikal, dan kawan-kawan membuat saya cukup jatuh cinta dengan film Indonesia. Bertahun kemudian saya wujudkan gerakan anak-anak untuk peduli terhadap sesama yang kekurangan di sekitar Bandung, baik di Kota mupun di Kabupaten Bandung. Mengunjungi anak-anak yang hidup di kampung Pemulung, di penampungan Banjir serta kegiatan sosial lainnya. Saya melihat anak-anak begitu semangat untuk keluar dari ruang nyaman mereka. Dari rutinitas sekolah dan belajar di dalam runganan. Mereka kemudian mulai mengenal situasi masyarakat sekitar.

Saya meninggalkan film-film tersebut ketika saya pergi. Saya titipkan pada para pendidik dan guru di sana. Harapan saya inspirasi nonton film Laskar pelangi itu tidak berhenti. Terus dilanjutkan untuk menularkan semangat, Inspirasi juga mimpi. Saya berharap anak-anak memelihara mimpi mereka. Membiarkan mereka dekat dengan kehidupan yang lain, diluar kehidupan yang cukup, kendaraan mewah, pakaian yang mewah serta sarapan yang lezat. Mereka harus tahu bahwa diluar kehidupan mereka yang semuanya ada, dibelahan lain negara ini masih banyak anak-anak yang terus memburu mimpi, dan berharap cita-cita mereka tercapai meski dalam kekurangan.

Mahar, saya begitu terikat rasa dengan sosok anak itu. Meski tak pernah bertemu dengannya, tapi keunikan, keberaniannya nyata mengusik rasa. Ia sosok anak yang kreatif memainkan kekurangan untuk menunjang  kawan-kawannya di sekolah. Ia bukan juga juara kelas, tapi ia kreatif dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Ia tampilkan bagaimana menjadi juara dalam perlombaan dapat diraih meski kondisi kekurangan. Mahar memberi contoh anak-anak Indonesia harus kreatif untuk menjadi pemenang. Tidak boleh menyerah dan putus asa menyerah pada keadaan.

Saya mungkin hampir lupa tentang Film Laskar Pelangi saat ini. Meski Film tersebut masih saya simpan di laci kamar saya. Berita kematian yang tiba-tiba menyeruak awal tahun ini kembali mengguratkan rasa kehilangan. Kehilangan terhadap mimpi-mimpi sederhana anak-anak Indonesia, ditengah guncangan sistem pendidikan dan lunturnya nilai-nilai lokal.

Saya sempat membaca berita tentang kekurangan dan keterbatasan yang dialami oleh anak-anak Laskar pelangi dalam melanjutkan studi. Mengurut dada, demikian burukkah harapan mereka untuk mewujudkan mimpi itu? Apakah negara belum juga berpihak pada mereka yang memberi inspirasi bagi jutaan anak Indonesia itu? Mahar....satu orang anak yang mencoba meraih mimpi di ibu kota, namun ia harus kembali pada pangkuan Tuhan. Nasib telah memilih caranya untuk menjemput maut.

Tapi saya sangat berharap bahwa anak-anak yang memberi inspirasi itu dapat melanjutkan mimpinya hingga ke Paris, menjadi sarjana, menjadi sineas, menjadi apapun yang mereka impikan selama ini. Bahkan saya pernah berharap bahwa keberhasilan hidup mereka sama dengan cerita film berikutnya, yang menceritakan tentang keberhasilan mereka dalam studi.

Mahar....Inspirasi yang tidak akan pernah mati. Meski ragamu telah menyatu dengan tanah. Suara nyaringnya telah hilang ditelan angin. Namun mimpi-mimpimu itu harus terus digantungkan dilangit. Bukan kami yang akan menaikkan mimpi-mimpi itu, tapi saya berharap ribuan anak Indoensia lain yang bersama-sama berlari, menerjang ombak, angin, hujan untuk meraih pelangi itu. Tawamu tetap akan tinggal di sini, dihati seluruh anak-anak yang tertinspirasi olehmu. Paling tidak dihati anak-anak didik saya dulu.

Boleh satu Mahar pergi bersama cita-cita yang belum terwujud. Tapi saya berharap ribuan Mahar kemudan muncul, melanjutkan mimpi itu. Menggantungkan warna warni harapan dan cita-cita anak-anak desa yang kini masish hidup dalam keterbatasan. Jangan berhenti bermimpi nak...

Jogja, 13 Januari 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun