Mohon tunggu...
Guntur Widyanto
Guntur Widyanto Mohon Tunggu... Lainnya - #MembumikanImigrasi

Immigration Analyst | Communication Lecturer | Gratitude is pure happiness. Happiness is sure perfection.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyediaan Akses Informasi bagi Kelompok Difabel sebagai Upaya Pemenuhan HAM

24 Januari 2021   22:35 Diperbarui: 24 Januari 2021   22:42 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini berjalan dengan begitu pesat. Hal ini ditandai dengan banyak ditemukannya media atau alat yang dapat semakin memudahkan masyarakat untuk melakukan pertukaran informasi. Saat ini, adanya kendala jarak dan ruang akibat adanya wabah pandemi Covid-19 tidak menghalangi setiap orang untuk tetap dapat saling berinteraksi. 

Perkembangan teknologi sejatinya telah melalui tiga kali masa transisi, dimulai dari periode prasejarah, pasca prasejarah hingga periode modern. Periode prasejarah ditandai dengan penggunaan isyarat sebagai sarana untuk berkomunikasi antara satu individu dengan individu lainnya. Kemudian, periode pasca prasejarah dapat dilihat dengan mulai digunakannya simbol-simbol serta penemuan kertas berbahan dasar tumbuhan papyrus. Sementara itu, periode modern ditandai dengan ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg yang menjadi titik awal perkembangan penemuan teknologi informasi dan komunikasi lainnya. 

Hingga saat ini, perkembangan di bidang teknologi informasi masih menunjukkan kemajuan yang positif. Hal tersebut ternyata membawa dampak terhadap meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai informasi. Kebutuhan informasi tidak lagi dimaknai sebagai kebutuhan sekunder atau bahkan tersier. Namun, kebutuhan masyarakat untuk mengakses informasi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). 

Hak Asasi Manusia (Human Rights), merupakan hak kodrati manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Jaminan dan perlindungan terhadap pemenuhan hak tersebut terkandung dalam pasal 28A hingga 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam implementasinya, pemenuhan HAM juga diatur melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Berdasarkan aturan tersebut di atas, terdapat sepuluh hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan, serta hak mengembangkan diri. Kemudian, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi dan hak atas rasa aman. Selain itu, hak atas kesejahteraan, turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak. 

Dalam pasal 14 ayat (1) disebutkan: "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya,". Maka sudah jelas bahwa kebutuhan setiap orang untuk mendapatkan berbagai informasi merupakan upaya dari pemenuhan hak mengembangkan diri yang menjadi bagian dari HAM. 

Kebutuhan informasi yang dimaksud, bukan hanya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang. Namun, hal ini juga berkaitan dengan kebutuhan terhadap informasi mengenai badan publik milik pemerintah, mulai dari tingkat pusat maupun daerah. 

Jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan informasi publik mengenai lembaga pemerintahan, sejatinya telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Melalui regulasi tersebut, setiap warga negara berhak untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, proses pengambilan keputusan serta alasan pengambilan keputusan tersebut. 

Namun, sangat disayangkan, hingga saat ini pemenuhan atas hak informasi tersebut masih menemui sejumlah kendala, khususnya pemenuhan terhadap kebutuhan bagi kelompok difabel. Rendahnya kesadaran mengenai pemenuhan kebutuhan informasi untuk kelompok difabel, disinyalir menjadi faktor utama terjadinya kendala tersebut. 

Secara harfiah, kata difabel berarti penyandang cacat. Namun, kata difabel juga dapat dimaknai sebagai akronim dari kalimat 'Different Ability' yang berarti memiliki perbedaan cara penggunaan anggota tubuh. Beberapa riset telah membahas mengenai kendala yang dialami oleh kelompok difabel dalam mengakses informasi, termasuk informasi yang berasal dari instansi pemerintahan. 

Riset yang dilakukan oleh Nadia Wasta Utami (2015) menyimpulkan, kemajuan teknologi yang ada seharusnya semakin memudahkan akses informasi terhadap semua warga. Hal ini tentunya tanpa membedakan ras, status ekonomi, serta kondisi fisik seseorang. Selain itu, kemudahan mengakses informasi juga diharapkan tidak menjadi memperlebar kesenjangan terhadap akses informasi tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun