Mohon tunggu...
guntursamra
guntursamra Mohon Tunggu... Buruh - Abdi Masyarakat

Lahir di Bulukumba Sulawesi Selatan. Isteri : Samra. Anak : Fuad, Afifah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Seperti Kita yang Pernah Diperangkap Rindu

25 April 2020   22:39 Diperbarui: 25 April 2020   22:57 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Pixabay.com

Seperti kita yang pernah diperangkap rindu, menyulam senja agar segera bertemu pagi. Bertanya sampai kapan rasa itu hilang?. Bukan karena kita tak suka, sama sekali bukan. Tapi karena kita sadar, bahwa rindu itu menyiksa.

Seandainya malam adalah pelarian rembulan, maka kabut adalah persembunyiannya. Dibatasinya sinarnya, agar tak lebih terang dari mentari. Bertanya kenapa harus begitu?. Tidak karena ia takut, sama sekali tidak. Namun karena rembulan paham, bahwa perannya harus begitu.

Kemudian awan merubah warna menjadi hitam, dan mendung tak mampu lagi meredam hujan. Bertanya mengapa mesti demikian?. Bukan karena ia murka, sama sekali bukan. Tapi karena hujan tahu, bahwa tugas kemarau telah berakhir.

Lalu, untuk apa kita masih saja bergelut keluh. Menyalahkan rindu yang entah sampai kapan bertemu pagi, menghakimi rembulan yang masih bersembunyi di balik kabut, ataukah mempermasalahkan mendung yang tak mampu membendung hujan. 

Seperti kita yang terpaksa memeluk rindu hari ini. Hanya mampu bersembunyi di balik kabut, karena tak mampu menghalau hujan.

Sinjai, 24 April 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun