Mohon tunggu...
Guntur Cahyono
Guntur Cahyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Belajar untuk menjadi baik. email : guntur_elfikri@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money

GNNT dan Guru di Perkampungan

5 Desember 2016   12:37 Diperbarui: 5 Desember 2016   12:55 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : kompasiana.com

Kurang lebih 2 tahun lalu tepatnya 14 Agustus 2014 Gubernur Bank Indonesia Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo secara resmi mencanangkan “Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)”. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintahan Propinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT.

Pencanangan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga-lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan, yang tentunya mudah, aman dan efisien. Lebih dari itu GNNT saat ini tidak lagi milik pelaku pasar tetapi Aparatur Sipil Negara (ASN), sektor swasta, lembaga pendidikan baik kampus dan sekolah serta mahasiswa diharapkan mampu menjadi pelopor gerakan tersebut.

Disebutkan dalam situs resmi Bank Indonesia disebutkan GNNT ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Sebagai bentuk komitmen atas perluasan penggunaan instrumen non tunai. Selanjutnya GNNT dijadikan sebagai gerakan tahunan yang didukung dengan berbagai kegiatan untuk mendorong meningkatkan pemahaman masyarakat akan penggunaan instrumen non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran.

Maka dari itu dilingkungan pemerintahan khususnya pembayaran gaji pegawai sudah dimulai melalui Bank daerah atau pemerintah maupun Bank Swasta. Program ini sudah sampai ke pelosok-pelosok daerah yang bisa dibilang jauh dari kota-kota besar. Dimana selama ini pembayaran gaji masih bersifat manual atau tunai yang dikoordinasi oleh masing-masing satuan kerja. Jadi setiap pegawai atau ASN harus membuka rekening di salah satu Bank sehingga ketika mengambil gaji tidak perlu lagi antri dikantor dan cukup ke mesin ATM.

Secara umum masyarakat Indonesia belum memahami betapa pentingnya GNNT yang dicanangkan pemerintah melalui BI. Kesadaran ini masih di bawah 10 % dari jumlah penduduk Indonesia dan masih kalah dengan negara tetangga Singapura yang sudah mencapai 50 % terlebih lagi negara maju seperti UK, Belgia dan negara maju lainnya. Keberadaan belanja melalui Non Tunai masih dianggap miring dan merasa tidak aman. Maka BI menggandeng mahasiswa untuk mengkapanyekan GNNT dengan acara BI Goes to Campus dibeberapa kota besar di Indonesia seperti yang saya ikuti di Semarang tanggal 1 Desember 2016 lalu.

Mahasiswa adalah sekelompok anak muda yang dianggap paling melek teknologi sebagai garda depan pengembangan GNNT di Indonesia. Apalagi kampus saat ini sudah menerapkan pembayaran secara ketat melaui Bank-bank demi kemudahan pelayanan mahasiswa. Terlebih lagi pembayaran di Bank mahasiswa bisa melakukan pembayaran jam berapapu dan dimanapun tanpa antri dengan ribuan mahasiswa lainnya. Namun persoalannya bagaimana GNNT ini bisa menjadi gaya hidup orang di perkampungan? BI tentu sudah melakukan kajian market dengan melihat sisi pasar siapa saja yang perlu menjadi garda depan kampanye GNNT.

Tentu saja dengan belanja Non Tunai semua belanja akan mudah dan murah seperti yang dialami seorang guru di perkampungan ini. Adalah kakak saya seorang guru PNS yang ditugaskan di salah satu SD di Wonogiri Jawa Tengah. Untuk sampai ke kota kabupaten butuh waktu satu jam. Secara geografis tidak kampung-kampung banget tetapi budaya dan kondisi sosial pembayaran Non Tunia asing dan menurutnya sangat ribet.

Kisahnya dimulai dari penerimaan Tunjangan Profesi Guru (TPG), kita sering mengenal istilah sertifikasi guru. Pembayaran TPG kakak saya dibayarkan melalui Bank BNI. Sementara di kota kecamatan Bank BNI  tidak ada maka harus ke kota kabupaten yang jaraknya satu jam perjalanan. Sebenarnya persoalannya bukan jarak. Pembayaran melalui Bank dan pengambilan melalui ATM adalah hal buta. Lagipula kakak saya baru pertama memiliki kartu ATM walau sudah menjadi guru PNS puluhan tahun. Kalaupun punya rekening Bank tidak disertai dengan ATM.

Ketika menerima TPG pertama kali kakak saya menelpon bahwa akan ambil uang lewat ATM tetapi tidak bisa. Kemudian saya beri petunjuk penggunaan melalui telepon tetapi kakak saya tetap saja tidak mengetahui caranya. Maka kakak saya sampai jauh-jauh kerumah saya yang jaraknya 2 jam perjalan dan kebetulan saya tinggal di Solo. Singkat cerita saya ajak ke ATM dan menuju ATM BNI untuk mengambil uang. Saya agak tertwa melihat kakak saya yang agak gemetar mengoperasikan mesin ATM.

Celakanya untuk pengambilan uang selanjutnya masih saj tidak bisa dan lupa cara mengambil uang tunai di ATM. Berselang beberapa bulan kemudian juga datang ke rumah saya untuk ambil uang di ATM dan kembali saya tunjukkan caranya sampai ketika kakak bilang jika akan beli laptop dengan uang TPG  tetapi belum ambil ATM. Saya bilang sama kakak tidak perlu ambil uang nanti bayar lewat ATM. Opo iso? (apa bisa), dilihat saja nanti mbak. Saya ajak kakak saya di sebuah toko komputer terbesar di Solo. Kakak saya memilih laptop yang dimaksud lalu akan membayarnya. Saya bilang ke kasir “mbak bayar lewat Kartu ATM BNI”. Iya mas bisa kata kasir dengan sigap. Maka disodorkanlah ATM ke kasir oleh kakak saya. Sejurus kakak saya diminta untuk memencet nomor PIN. Selesai sudah pembayaran Laptop dan kakak bilang ternyata mudah belanja pakai kartu ATM.

Ini kisah sederhana yang mungkin bisa dijadikan bahan betapa mudahnya melakukan pembayaran Non Tunai. Bukan tidak mungkin dengan melakukan yang sederhana kita bisa memajukan program pemrintah. “Tinggal pembayaran tunai untuk menghindari tindak pidana korupsi.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun