Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wonder Woman Bukan Loro Jonggrang

14 Maret 2017   22:03 Diperbarui: 14 Maret 2017   22:08 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seperti biasa tokoh superhero dari fantasi Holywood menyajikan sosok yang tidak akrab dengan keluarga. Jika ada latar belakang keluarga seperti Batman, Superman, Spiderman dan lain sebagainya merupakan wujud balas dendam, bukan wujud pembelaan. Keluarga mereka menjadi korban penjahat, lalu anaknya turut merasakan, kemudian hari menjadi kuat, lalu akhirnya menjadi pahlawan.

Hal yang sama dengan film Wonder Woman, jelas bahwa tokoh ini tidak lahir dari keluarga. Ia lahir dari Dewa Zeus. Latar belakang hidupnya adalah sosok komunitas wanita (ndak ada laki-laki). Jika kemudian ia hidup dan berjuang, itu dilakukan tanpa konsep keluarga.

Jika ditinjau dari aspek metakognisi, kita akan dapat belajar tentang latar belakang pemikiran yang melandasi cerita keduanya. Tinjauan metakognisi soal nilai-nilai yang menciptakan pikiran kisah Loro Jonggrang dan Wonder Woman. Karena pada dasarnya logika yang dihasilkan pikiran kita tidak terlepas dari logika yang ada dalam metakognisi.

Bandingkan kisah Loro Jonggrang, kisah latar prambanan adalah kisah sikap hidup seorang wanita yang sangat mencintai orang tuanya. Kisah ketegasan dan kekuatan dari seorang wanita terhadap sosok pria menawan, kaya, kuat, berkuasa ( Bandung Bondowoso). Ia tetap menjadikan keluarga sebagai nilai utama dibandingkan keselamatan atau mewahnya kehidupan.

Mari ditelaah alur berpikir metakognisi penulsi Wonder Woman. Penulis mencoba untuk menyajikan sosok wanita independen. Hal ini tidak lepas dari latar belakang dari keinginan dari Psikolog William Moulton Marston menciptakan karakter prmbanding tokoh superhero laki-laki pria seperti Superman, Batman, Captain America dan lajnnya. Akibatnya, independesi seorang wanita diidentikkan dengan kemampuannya tanpa laki-laki atau punya kekuatan layaknya laki-laki. Sehingga, Wonder Woman merupakan hero yang berasal dari tempat kaum perempuan, memiliki kekuatan, dibekali alat laso seperti koboy, tameng layaknya prajurit, dan kemampuan lompat tinggi layaknya Superman. 

Tidak seperti Wonder Woman, Loro Jonggrang tidak punya kekuatan super. Bahkan, ia tidak dapat mencegah kekalahan kerajaannya dari Bandung Bondowoso, kematian ayahnya. Loro Jonggrang juga tidak menampilkan sikap perlawanan yang terbuka dengan berani menolak. 

Sepintas, sosok Loro Jonggrang tidak sebanding dengan Wonder Woman, tapi mari kita teliti kembali. Loro Jonggrang jauh lebih cerdas dari yang dikira. Loro Jonggrang mampu membalas kekalahan dan kematian orang tuanya dengan jauh lebih menyakitkan. Bandung Bondowoso dibuat takluk dan mati rasa dengan kekalahannya. 

Loro Jonggrang menunjukkan sikap yang punya basis nilai keluarga. Ia bukan ingin menjadi super hero, ia hanya menunjukkan keberpihakan dengan keluarga. Ia tetap tidak dapat menerima Bandung karena ia lah yang membunuh ayahnya. Ia tetap menjadikan keluarganya yang utama. Ia tetap bersikap tegar berhadapan dengan Bandung, meskipun pikirannya berkata lain.

Jika Wonder Woman sangat ingin diakui eksistensinya, maka Loro Jonggrang berbeda. Ia rela, bersikap anti tesis menerima lamaran Bandung, ia rela kehilangan sosok kebangsaannya untuk sesaat. Wonder Woman ingin menunjukkan bagaimana pemenang bersikap, Loro Jonggrang menunjukkan yang kalah dapat meraih kemenangan. 

Wonder Woman berbicara hidup yang hitam putih, ada orang baik ada orang jahat. Adapejuang ada pecundang. Loro Jonggrang jauh lebih kompilkasi. Nilai-nilai akan menjadi wasit, apakah bermain curang etis atau tidak. Yang pasti, Loro Jonggrang jauh lebih mikir, bukan sekedar kuat. 

Kisah-kisah Barat sangat diwarnai pemahaman eksistensialis, yang punya cerita yang eksis, yang eksis yang mewarnai. Hal ini berbeda dengan kisah timur. Hidup bukan soal pemenang, tapi juga yang kalah.Hidup bukan melulu tentang yang baik, tetapi juga untuk yang jahat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun