Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Adat harus dibuat Sekuel bukan remake, tinjauan metakognisi film remake

21 Maret 2017   09:04 Diperbarui: 21 Maret 2017   22:00 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemunculan film remake belakangan telah menjadi tren. Produsen film.Disney, Marvel, DC aktif membuat ulang film-film lawas. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Ada yang sukses ada juga yang gagal. 

Fillm remake dapat dianggap sebagaipemberian kesempatan kepada generasi belakangan menikmati, atau romantisme kalangan senior melihat cerita lama tampilan berbeda, atau ada yang protes, karena tidak mendapat variasi.

Khusus di indonesia, film remake belum sesukses film yang edisi awalnya, kecual film Warkop Reborn. Hal yang sama dengan karya disney seperti cinderella, sleeping beauty, dan masih kita tunggu beauty and the beast. Film holywood sukses umumnya yang bersifat superheroes, seperti Superman, Spiderman, Hulk, Star Wars. 

Berbeda dengan film sekuel atau prekuel, film remake memiliki pakem yang lebih ketat. Akibatnya, film remake dipaksa harus menceritakan kembali hal-hal yang dahulu pantas, atau scene-scene pavourite di film terdahulu. Padahal, film remake menempatkan konteks waktu kekinian.

Tantangan dihadapi film drama. Film drama disney mengalami kesulitan dikarenakan cerita drama yang dahulu dapat diterima sekarang tidak lagi. Kisah anak tiri yang dahulu disiksa ibu tiri, kini berganti dengan cerita perlawanan anak tiri terhadap orang tuanya. 

Bagaimana Galih dan Ratna sekarang sibuk bergaul di media sosial ketimbang nongkrong di taman sambil bersepeda. Bagaimaman tren penampilan gaya rambut dan aksen suara yang dahulu.menjadi icon film harus berhadapan dengan aksen sekarang. 

Kemunculan film remake seyogianya bukan hanya langkah pragmatis industri film untuk mendapatkan modal awareness. Film remake menjadi hambar saat alur berpikir periode.dahulu dipaksakan dalam kondisi kekinian. Biar bagaimanapun rasa sudah berbeda, orang yang sama tidak lagi sepenuhnya dipuaskan oleh film.remake dibandingkan film yang dahulu ia tonton.

Belum lagi tantangan begitu kuatnya ketokohan sang aktor. Film catatan Si Boy tidak bisa lepas dari Ongki Alexander. Rambo adalah Sylvester Stallone. Karenanya, penonton tidak akan terima jika tokoh idola digantikan.

Adat Istiadat dan Remake

Belajar dengan analisis film remake. Adat dapat menjadi.hal yang membatasi partisipasi generasi baru. Generasi baru perlu warna dan tampilan yang lebih segar. Kaum adat tidak dapat memaksakan agar ritual adat diremake. Properti pendukung sudah berbeda, waktu menunggu penikmat ritual adat sudah semakin sempit. Anak-anak kini sudah menikah dengan bukan hanya yang sesuku. Teman sepermainan berasal.dari berbagai suku bangsa. 

Adat dapat menjadi penghambat dalam transfer kebudayaan. Bahkan, adat dalam bentuk ritual dapat mengambilbahkan adat dapat menjadi kamuflase atas substansi sosial budaya. Arogansi pemangku adat kadangkala hanya soal ritual adat, bukan lagi ajaran substansi sosial budaya. Mereka puas saat anak-anaknya berpakaian adat, menarikan tarian adat, atau mengikuti prosedur. Padahal, ritual hanyalah bungkus dari budaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun