Selain itu, Presidential Threshold dirancang untuk memastikan bahwa calon presiden dan wakil presiden memiliki dukungan politik yang kuat dan dapat diandalkan. Threshold ini mencegah kandidat yang hanya didukung oleh sebagian kecil partai atau suara untuk maju, yang dapat memecah suara dan menyebabkan instabilitas politik. Dengan demikian, DPR berupaya untuk memastikan bahwa kandidat yang maju dalam pemilihan presiden adalah mereka yang benar-benar memiliki potensi untuk memimpin negara dengan dukungan yang luas.
Regional Election Threshold juga memiliki tujuan serupa, yaitu untuk memastikan bahwa hanya calon kepala daerah yang memiliki dukungan signifikan yang bisa maju dalam pemilihan. Ini bertujuan untuk menghindari munculnya calon-calon yang tidak kompeten atau tidak memiliki dukungan politik yang cukup, yang bisa menyebabkan ketidakstabilan di tingkat lokal.
Secara keseluruhan, penetapan threshold oleh DPR mencerminkan upaya legislatif untuk menciptakan sistem politik yang stabil dan representatif, dengan menyeimbangkan antara inklusivitas dan efektivitas pemerintahan.
Wewenang MK dalam Menguji Threshold
Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia merupakan lembaga yudisial yang memiliki peran penting dalam menjaga supremasi konstitusi. Salah satu tugas utama MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam konteks pemilu, MK memiliki wewenang untuk menguji apakah aturan-aturan yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), termasuk threshold atau ambang batas dalam pemilihan umum, sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi.
Pengujian undang-undang oleh MK dilakukan melalui proses judicial review, di mana pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh suatu undang-undang dapat mengajukan uji materi ke MK. MK kemudian menilai apakah undang-undang tersebut, baik secara keseluruhan maupun sebagian, bertentangan dengan UUD 1945. Jika MK menemukan adanya ketidaksesuaian dengan konstitusi, maka undang-undang atau pasal yang diujikan dapat dibatalkan atau diubah.
Kasus-Kasus di Mana MK Telah Memutuskan Terkait Threshold
MK telah beberapa kali memutuskan kasus-kasus yang berkaitan dengan threshold dalam pemilu, baik itu Parliamentary Threshold, Presidential Threshold, maupun Regional Election Threshold. Salah satu kasus penting terkait dengan Parliamentary Threshold terjadi pada tahun 2018, ketika sekelompok partai politik kecil mengajukan uji materi terhadap ketentuan ambang batas parlemen yang ditetapkan sebesar 4% dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa penetapan Parliamentary Threshold tidak bertentangan dengan UUD 1945, dengan alasan bahwa aturan tersebut dibuat untuk menyederhanakan sistem kepartaian dan mencegah fragmentasi politik di parlemen. MK memandang bahwa threshold diperlukan untuk memastikan efektivitas pemerintahan dan kestabilan politik, sehingga penetapan ambang batas tersebut sah dan konstitusional .
Kasus lain terkait dengan Presidential Threshold terjadi pada tahun 2020, ketika beberapa pihak mengajukan uji materi terhadap ketentuan Presidential Threshold yang mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik memiliki minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional untuk dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. MK memutuskan bahwa ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945, karena dianggap sebagai upaya untuk memastikan calon presiden yang maju memiliki dukungan politik yang kuat, yang esensial bagi stabilitas politik nasional.
Analisis Mengenai Apakah Penentuan Threshold Termasuk dalam Wewenang MK atau Hanya Sebatas Pengujian Konstitusionalitasnya