"Tam," panggil sebuah suara lembut membangunkan Tam. Ibu Lauren, Ibu Kepala Panti Asuhan Bunda Mulia yang dikenal dengan kelembutan hatinya, berdiri di samping Tam dengan raut wajah yang sulit dibaca. "Bisa ikut Ibu ke kantor sebentar?"
Dengan perasaan cemas, Tam mengikuti Ibu Lauren. Sepanjang perjalanan, berbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya. Ia tahu apa yang akan dibicarakan, dan ia sudah memutuskan untuk melindungi Lucas, apapun resikonya.
Di dalam kantor yang sederhana namun rapi itu, Ibu Lauren duduk di hadapan Tam. Matanya memancarkan kekecewaan, namun juga kasih sayang yang tak terbantahkan.
"Tam," Ibu Lauren memulai dengan suara yang tenang, "Ibu ingin tahu cerita yang sebenarnya. Apakah yang dikatakan oleh Pak Salvador itu benar?"
Tam menunduk, tak mampu menatap mata Ibu Lauren. Ia memilih untuk diam, takut jika ia membuka mulut, kebenaran akan terucap dan membahayakan Lucas.
Ibu Lauren menghela nafas panjang. "Tam, kamu tahu kan bahwa mengambil sesuatu tanpa izin itu salah? Itu adalah dosa, dan bisa menjadi contoh yang buruk untuk anak-anak lain di panti ini."
Tam tetap menunduk, membisu. Dalam hati, ia memohon maaf kepada Ibu Lauren atas kebohongannya. Namun, ia tahu ini adalah pilihan yang harus ia ambil demi melindungi sahabatnya.
"Tam," Ibu Lauren melanjutkan, suaranya melembut. "Ibu tahu kamu anak yang baik. Jika memang kamu yang melakukannya, Ibu yakin pasti ada alasannya. Tapi ingat, nak, jalan yang benar tidak selalu mudah, tapi itulah yang harus kita tempuh."
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Tam, namun ia menahannya sekuat tenaga. Ia ingin menjelaskan, ingin berteriak bahwa bukan dia yang melakukannya. Tapi bayangan wajah Lucas yang kelaparan membuatnya tetap membisu. Ia tidak sampai hati jika harus melihat sahabatnya yang ceria itu dihukum.
"Baiklah, Tam," ujar Ibu Lauren akhirnya. "Ibu tidak akan memaksamu bercerita. Tapi Ibu harap, ini menjadi pelajaran untukmu dan tidak akan terulang lagi. Sekarang, pergilah sarapan. Teman-temanmu pasti sudah menunggu."
Dengan perasaan campur aduk, Tam bergegas menuju ruang makan tanpa sepatah kata pun. Di sana, ia menemukan Elia dan Lucas yang masih setia menunggunya, meski semua anak lain sudah selesai makan dan meninggalkan ruangan.