Mohon tunggu...
Harmonisasi
Harmonisasi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Kritis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nikmati prosesmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Muharram; Duka Cita Sang Syahid

7 September 2020   21:25 Diperbarui: 8 September 2020   11:42 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Gunawan Hatmin-Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan hijriah. Dalam catatan sejarah, bulan Muharram merupakan bulan kesedihan keluarga Rasulullah saw. Di bulan ini, cucu Rasulullah tercinta, Imam Husein dan pengikut setianya dibantai di Karbala.Karenanya, bulan Muharram kali ini, sebagaimana sebelumnya, menjadi momen yang tepat untuk menghidupkan kembali dalam ingatan kita perjuangan dan pengorbanan cucunda Rasul saw tercinta itu. Sebagai muslim yang sudah tentu menghormati dan mencintai Ahlulbait Nabi saw, kita selayaknya terus menghidupkan kembali gelora api kecintaan kepada Imam Husein. Salah satu bentuk cinta adalah dengan melakukan apa yang dilakukan mereka, bersedih ketika mereka bersedih, dan berbahagia manakala mereka bahagia. Pasalnya, ketika memasuki bulan Muharram, sebagian kaum muslimin bersuka cita atas kehadiran bulan ini. Dilihat dari satu sisi, bahwa jika di kalender masehi terdapat bulan Januari sebagai awal memasuki tahun baru, maka di kalender Hijriah yang merupakan kalender Islam terdapat bulan Muharram, bisa juga disebut ''Happy Islamic New Year''.
Muharram memiliki makna yang dinamis.Ia tidak hanya dimaknai sebagai bulan suka-cita, tapi juga duka-cita. Di Indonesia, bulan mulia ini diperingati dengan berbagai tradisi yang sudah turun-temurun sejak masuknya Islam. Kirab Muharram di Jawa, Pawai Obor di Banten, Tabot di Bengkulu, Tabuik di Padang Pariaman, Bubur Ashura di Kalimantan dan Sulawesi, Nganggung di Pangkalpinang, dan tradisi lainnya di berbagai daerah.Tak hanya itu, amalan-amalan pada bulan Muharram pun diikut srtakan sebagai representasi dari bulan muharram dan kesyahidan Imam Husain seperti puasa, menyantuni anak yatim, laku prihatin, selametan (kenduri), ngunjung (sedekah makam), mencuci benda pusaka, dan amalan lainnya.Selain itu, di berbagai masjid pun digelar tahlilan, zikir, shalawatan, dan majelis ilmu yang mengulas kemuliaan bulan Muharram.


Tradisi dan amalan yang berkembang di Indonesia sebenarnya sudah mengalami akulturasi budaya dengan daerah setempat. Dalam konteks ini, kita tidak akan membahas mengenai pro-kontra tradisi Muharram yang diklaim bid’ah oleh sebagian kalangan. Namun, sebagai sebuah tradisi yang mengakar di tanah air, khazanah tersebut harus dilestarikan di tengah masyarakat. Namun, penyelenggaraan tradisi tersebut seyogyanya disertai dengan pemaknaan mendalam dan memiliki nilai-nilai filosofisnya tersendiri .


Pasalnya, fenomena ini seringkali juga diceritakan diberbagai riwayat para ulama, baik dalam kalangan sunni maupun syiah. ketika kondisi seperti yang terjadi dalam bulan muharram tersebut dikatakan bahwa, ruang lingkup keluarga nabi Ahlulbait pun pernah menangisi kematian Imam Husain. Diriwayatkan dari Amiril Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib. Ketika aku bersama Fatimah, Hasan dan Husein.bertemu Rasulullah saw beliau menangis, kemudian aku bertanya apa yang menyebabkanmu menangis duhai Rasulullah saw beliau menjawab, Pukulan (pedang) di kepala mu, pukulan yang mengenai pipi Fatimah, racun yang diberikan pada Hasan dan terbunuhnya Husein. Ketika Nabi saw memberi kabar kepada putrinya Fathimah tentang berbagai musibah yang akan menimpa anaknya Husein. Hingga terbunuhnya. Fathimah menangis dengan tangisan yang memilukan. Kemudian bertanya, wahai Ayah, kapan hal itu akan terjadi. Beliau saw menjawab di suatu zaman yang saat itu sudah tidak ada aku dan engkau juga Ali, maka bertambahlah tangisan Fathimah. Kembali Sayyidah Fathimah bertanya, Siapakah nanti yang akan menangisinya dan siapa yang akan mengucapkan belasungkawa atasnya.

Nabi Saw menjawab, wahai Fathimah.sesungguhnya wanita ummatku nanti yang akan menangisi wanita Ahlubaitku sedangkan yang laki-laki akan menangisi laki-laki Ahlubait yang selalu mengucapkan berbelasungkawa, (mengadakan acara aza’) setiap tahunnya hal itu akan terus berlangsung setiap generasi demi generasi. Ketika tiba hari kiamat engkau akan memberikan syafaat untuk kaum wanita dan aku akan memberikan syafaat untuk kaum lelaki dan setiap yang menangis atas musibah Husein. Aku yang akan mengangkat nya dan memasukkan nya ke surga.


Imam Ridha sendiri pernah berkata, ketika bulan Muharam tiba, tidak seorang pun melihat ayahku tertawa.Hari-hari dilalui dengan sedih sampai hari kesepuluh.Ketika hari asyura tiba, kesedihan, duka, dan tangis beliau memuncak, Hari ini adalah hari dibunuhnya Imam Husein, (Wasail asy-Syi’ah, vol. 1, hal. 194). Sejarah mencatat pembantaian keji ini yang siapa pun mendengarkannya niscaya akan tergugah hatinya, saat mana penguasa zalim dan keji Yazid bin Muawiyah demi mengukuhkan kekuasaanya melakukan kebiadaban ini. Kejadian ini tak pelak menjadi noktah hitam kelam dalam sejarah Islam. Kejadian besar itu juga sudah dinobatkan oleh Rasulullah saw, bahkan di saat kelahiran Imam Husein.

Ibnu Asakir,dalam kitab Tarikh Dimasyq, Hadis ke 13-14 tentang biografi Imam Husein,menceritakan bahwa, ketika Sayyidah Fathimah Zahra melahirkan putranya yang kedua, Imam Husein, Rasulullah saw datang dan berkata kepada Asma,Berikan kepadaku putraku (di sini beliau menyebut Imam Husein sebagai “putra beliau”). Asma lalu menyerahkan Husein kepada Rasulullah saw yang lantas meletakannya di pangkuan beliau.Kemudian beliau melantunkan azan dan qamat di kedua telinga suci Imam Husein. Saat itu, wajah Rasul saw terlihat bermuram durja. Rasul saw lalu menangis. Jangut mulia beliau pun basah oleh cucuran air mata.

Tentunya sangat sulit bagi penulis untuk berbicara tentang konsep syahid pada bulan muharram kali ini. Saat dimana umat tengah memperingati kesyahidan Imam Husein itu sendiri. Tak hanya dalam tataran muslim semata, luar dari non muslimpun ikut serta dalam menyambut kesyahidan Imam Husein, sebab nilai-nilai filosofisnya bukan dilihat pada begron atau idiologi (pandangan dunia) semata. Akan tetapi konsep perlawanan Imam Husain ketika Melanjutkan Misi-misi yang diwariskan oleh kakeknya. Antonie Bara menyatakan bahwa Imam Husein tidak khusus untuk Muslim saja, tetapi milik seluruh dunia karena menurutnya beliau adalah “hati nurani agama”. Menurutnya semua orang mampu menjadikan Imam Husein sebagai sentrum dalam gerakakan meskipun agamanya berbeda, tergantung pada interpretasinya.

Kepribadian Imam Husein memiliki kelebihan khusus. Beliau merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw dan selama enam tahun hidup bersama Rasulullah Saw. Kesucian kakeknya sangat mempengaruhi kepribadiannya. Dalam ziarah yang dinisbatkan kepada beliau kita membaca, "Wahai Tuanku! (Wahai Aba Abdillah!) Saya bersaksi bahwa engkau adalah cahaya dari tulang sulbi mulia dan rahim suci (keturunan mulia dan suci), dimana Jahiliah dan kekotoran tidak memasukimu." Salah satu poin kehidupan Imam Husein yang paling indah dan paling menonjol adalah perhatian dan minat besar Nabi Muhammad Saw kepadanya dan saudara lelakinya Imam Hasan. Nabi Muhammad Saw bersama sekelompok sahabat pergi ke sebuah acara jamuan. Di pertengahan jalan beliau melihat Imam Husein tengah bermain di sebuah gang. Beliau kemudian mendekatnya dan menjemputnya, tapi ia lari karena anak-anak dan seberapa usaha Nabi untuk mengikutinya, ia lari ke tempat lain. Nabi tetap mengikutinya dengan tersenyum, sampai berhasil mendekapnya, kemudian Nabi Saw menyium bibirnya dan setelah itu bersabda, "Husein dari saya dan saya dari Husein. Allah Swt mencintai orang yang mencintai Husein."

Era kiwari, dapat kita lacak rekam jejak dan peristiwa-peristiwa historis yang terjadi di Bulan Muharram, tak hanya menceritakan persoalan kematian-kesyahidan Imam Husein cucu rasulullah saw. Akan tetapi, Muharram hadir menceritakan secara universal mengenai peristiwa yang terjadi di masa itu.


Pertama, bapak kita Nabi Adam a.s tercatat pernah sangat menyesal karena telah melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah Khuldi, sehingga Nabiyullah pertama ini diturunkan dari surga ke bumi.Kemudian Nabi Adam dan Hawa ini bertobat dengan sungguh-sungguh kepada Allah.Tepat di bulan inilah Allah menunjukkan bahwa Dialah Sang Maha Pengampun.


Kedua, pernah suatu ketika bumi ini diguncang oleh banjir yang sangat dasyat.Akibat lalainya umat Nabi Nuh a.s untuk memegang ajaran suci Tauhid.Sebelum banjir bandang itu terjadi, Nabi Nuh sudah menyiapkan Kapal berukuran sangat besar untuk sisa umatnya yang masih beriman dan sebagian hewan. Maka dari itu, ketika air bah itu meluap, Nabi Nuh a.s dan penumpangya berlayar jauh sekali. Dan di bulan Muharram inilah kapal Nabiullah Nuh a.s berlabuh di bukit Zuhdi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun